Berbagai penelitian telah mengevaluasi manfaat penggunaan aspirin dalam pencegahan kanker, tetapi hasilnya masih saling bertentangan. Aspirin merupakan obat antiinflamasi nonsteroid yang umum digunakan dalam penanganan kasus kardiovaskular. Beberapa studi observasional menunjukkan bahwa aspirin dosis rendah jangka panjang dapat mengurangi risiko kejadian kanker, terutama kanker kolorektal dan kanker gastrointestinal lain.
Kanker merupakan penyebab kematian terbanyak kedua di seluruh dunia. Telah diperkirakan ada sekitar 9,6 juta kematian terkait kanker per tahun secara global. Aspirin diduga mampu mencegah kanker melalui mekanisme inhibisi siklooksigenase-2 (COX-2), pengurangan inflamasi kronis, serta modulasi jalur molekuler terkait apoptosis dan angiogenesis.[1,2]
Teori Mekanisme Aspirin dalam Pencegahan Kanker
Mekanisme aspirin untuk pencegahan kanker diduga terjadi melalui beberapa efek kerjanya, seperti efek antiinflamasi, antiplatelet, dan efek antikanker lain. Meski demikian, makna klinis dari efek-efek tersebut terhadap insiden kanker dan mortalitas terkait kanker masih banyak dipertanyakan.[3-9]
Efek Antiinflamasi
Aspirin dapat menginhibisi enzim prostaglandin 2 (PTGS2) atau yang juga dikenal sebagai COX-2. Enzim tersebut sering dihasilkan pada inflamasi kronis dan mengundang sinyal proinflamasi yang memicu proliferasi sel, angiogenesis, serta menjadikan sel resisten terhadap apoptosis. Inhibisi terhadap mekanisme tersebut oleh aspirin diperkirakan akan menekan risiko kanker.[3]
Efek Antiplatelet
Aspirin dapat mencegah terbentuknya tromboxan-A2 (TXA2) yang dimediasi platelet atau trombosit. TXA2 dapat mengaktivasi platelet dan menimbulkan respon inflamasi. Kemampuan aspirin dalam mencegah teraktivasinya platelet tidak hanya akan berdampak pada penurunan risiko terbentuknya trombus pada jaringan pembuluh darah sel kanker, tetapi juga menghambat progresi peradangan kronis yang terus terjadi pada kanker.[4]
Efek Menghambat Aktivasi Gen PIK3CA
Beberapa penelitian mengonfirmasi bahwa aspirin terkadang lebih berpengaruh untuk mencegah progresivitas sel kanker dibandingkan dengan mencegah terbentuknya sel kanker sejak awal. Aspirin terbukti memperbaiki angka kesintasan pada penderita kanker kolorektal yang mengalami mutasi gen PIK3CA.[5]
Efek Inaktivasi Programmed Cell Death Ligand–1 (PD-L1)
Aspirin dapat mencegah sel tumor ‘melarikan diri’ dari pengawas sel imun melalui inaktivasi PD-L1. PD-L1 banyak ditemukan di kanker payudara, kanker ovarium, kanker kandung kemih, melanoma, dan kanker paru.[6]
Efek Stimulasi Proresolving Mediator (SPM)
Aspirin dapat memicu terbentuknya pro resolving mediator yang bersifat kemoprotektif pada sel (disebut aspirin triggered /AT). Dalam penelitian, aspirin terbukti dapat memicu produksi proresolving mediator seperti AT-lipoxin A4, AT-resolvin D1, dan AT-resolvin D3.
Proresolving mediator tersebut dapat memicu fagositosis debris seluler kanker dan efek counter-regulating dari sitokin proinflamasi. Selanjutnya, proses ini akan menghasilkan resolusi inflamasi kronis yang terjadi akibat kematian sel setelah terapi, tanpa menimbulkan efek imunosupresi.[7-9]
Basis Bukti Ilmiah Mengenai Peran Aspirin dalam Pencegahan Kanker
Sebuah studi di Swedia menunjukkan bahwa risiko kanker hepatoseluler lebih rendah pada pasien yang mendapat aspirin dibandingkan yang tidak. Hasil ini serupa dengan studi kohort basis nasional di Denmark yang menunjukkan bahwa penggunaan aspirin dosis rendah jangka panjang menurunkan risiko berbagai kanker, termasuk kanker esofagus dan kanker lambung, tetapi aspirin juga ditemukan berkaitan dengan peningkatan risiko kanker paru dan kandung kemih.[10,11]
Manfaat aspirin juga dilaporkan dalam sebuah studi kohort retrospektif yang melibatkan 118.548 pasien. Dalam studi ini, konsumsi aspirin ditemukan berkaitan dengan penurunan risiko kanker kolorektal, kanker pankreas, kanker prostat, dan limfoma. Meta analisis terhadap 118 studi observasional juga mendukung manfaat aspirin, yang mana penggunaan aspirin dikaitkan dengan penurunan mortalitas sekitar 20% pada pasien kanker.[12,13]
Meski begitu, hasil berbeda dilaporkan dalam sebuah tinjauan sistematik yang mengevaluasi 29 uji klinis dengan total 200.679 partisipan. Dalam tinjauan ini, penggunaan aspirin tidak ditemukan membawa manfaat signifikan dibandingkan tanpa aspirin dalam hal total insiden kanker, total mortalitas kanker, serta mortalitas segala sebab. Di sisi lain, penggunaan aspirin dikaitkan dengan peningkatan risiko perdarahan mayor 44%, dan risiko perdarahan total 52%.[14]
Kerugian Penggunaan Aspirin Jangka Panjang Untuk Pencegahan Kanker
Sebuah tinjauan sistematik dari berbagai penelitian observasional menyimpulkan bahwa penggunaan aspirin dengan dosis 75–325 mg/hari memiliki profil manfaat-kerugian yang menguntungkan. Namun, ada pula studi lain yang menunjukkan bahwa penggunaan aspirin berkaitan signifikan dengan risiko perdarahan, terutama perdarahan saluran cerna. Risiko ini telah dilaporkan lebih berkaitan dengan besaran dosis dibandingkan lama penggunaan.[14-16]
Selain risiko perdarahan, beberapa studi observasional juga menunjukkan adanya efek pisau bermata dua dari penggunaan aspirin dalam pencegahan kanker. Di satu sisi, aspirin telah dilaporkan efektif menurunkan risiko jenis kanker tertentu, tetapi ada pula studi yang menunjukkan bahwa aspirin berkaitan dengan peningkatan risiko kanker jenis lain, termasuk kanker paru, prostat, dan kandung kemih.
Ada pula studi yang menunjukkan bahwa penggunaan aspirin berkaitan dengan peningkatan mortalitas kanker stadium lanjut pada lansia. Aspirin juga berkaitan dengan peningkatan insiden kanker metastasis dan kanker yang terdiagnosis di stadium 4 pada lansia.[11,17,18]
Rekomendasi Penggunaan Aspirin untuk Pencegahan Kanker Menurut Pedoman Klinis
US Preventive Services Task Force (USPSTF) mengubah rekomendasinya terkait penggunaan aspirin dalam pencegahan kanker kolorektal. Sebelumnya, pada tahun 2016, USPSTF merekomendasikan agar individu usia 50–59 tahun dengan harapan hidup ≥10 tahun mengonsumsi aspirin sebagai pencegahan kanker kolorektal bila tidak memiliki faktor risiko perdarahan. Namun, di tahun 2022 USPSTF menghapus rekomendasi itu dengan alasan bahwa basis data yang ada masih saling bertentangan.
Dalam tinjauan yang mereka lakukan, USPSTF mengevaluasi 4 uji klinis, yang mana hasil analisis data keseluruhan menunjukkan bahwa penggunaan aspirin tidak berpengaruh signifikan terhadap insiden kanker kolorektal pada 5-10 tahun pemantauan. Dalam pooled data dari 2 uji klinis, terindikasi pula bahwa penggunaan aspirin meningkatkan risiko mortalitas terkait kanker kolorektal walaupun hasil akhirnya tidak signifikan secara statistik. Atas dasar ini, USPSTF tidak lagi menganjurkan konsumsi aspirin untuk mencegah kanker kolorektal.[19]
Kesimpulan
Beberapa studi menunjukkan potensi aspirin dalam menurunkan insiden dan mortalitas kanker, terutama kanker kolorektal. Akan tetapi masih terdapat bukti yang bertentangan, terutama terkait aspek keamanan mengingat aspirin dapat menyebabkan efek samping perdarahan. Selain itu, terdapat pula bukti yang menunjukkan bahwa aspirin berkaitan dengan peningkatan risiko jenis kanker tertentu, misalnya kanker prostat, kanker paru, dan kanker kandung kemih.
US Preventive Services Task Force, yang beberapa tahun lalu merekomendasikan penggunaan aspirin untuk pencegahan kanker kolorektal, juga kini sudah menghapus rekomendasinya tersebut karena basis bukti yang ada dianggap masih belum jelas. Uji klinis acak terkontrol skala besar lebih lanjut masih diperlukan sebelum manfaat dan risiko penggunaan aspirin dalam pencegahan kanker dapat disimpulkan dengan lebih meyakinkan.
Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha