Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Sindrom Brugada general_alomedika 2024-02-19T11:56:30+07:00 2024-02-19T11:56:30+07:00
Sindrom Brugada
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Sindrom Brugada

Oleh :
dr.Daniel Budiono Sp JP
Share To Social Media:

Diagnosis sindrom Brugada ditegakan berdasarkan pemeriksaan elektrokardiografi (EKG). Sekitar 63% pasien tidak sengaja terdiagnosis pada pemeriksaan kesehatan rutin. Henti jantung mendadak dapat merupakan gejala pertama yang dialami oleh pasien sindrom Brugada, di mana terjadi tanpa ada tanda dan gejala sebelumnya.[1,4,10]

Tipe Sindrom Brugada

Sindrom Brugada berdasarkan pola gambaran EKG dikategorikan menjadi tipe 1, 2, dan 3. Risiko henti jantung mendadak lebih tinggi pada pasien dengan riwayat sinkop dan dengan pola EKG tipe 1 spontan. Sedangkan pasien dengan pola EKG tipe 1 pasca provokasi obat atau demam memiliki risiko henti jantung mendadak yang relatif rendah.[10,18,19]

Tabel 1. Pola Gambaran EKG Sindrom Brugada

Tipe 1 Tipe 2 Tipe 3
Amplitudo gelombang J ≥2 mm ≥2 mm ≥2 mm
Gelombang T Negatif Positif atau Bifasik Positif
Konfigurasi ST-T Cekung (Coved) Saddleback Saddleback
Segmen ST (ujung terminal) Menurun secara bertahap

Meningkat

≥1 mm

Meningkat

<1 mm

Sumber: Olgin et al. 2019[12]

Gambar 1. Pola Gambaran EKG SIndrom Brugada. Sumber Gambar: Napolitano C, Priori SG, WIkimedia Commons, 2008. Gambar 1. Pola Gambaran EKG SIndrom Brugada. Sumber Gambar: Napolitano C, Priori SG, WIkimedia Commons, 2008.

Anamnesis

Pada anamnesis, dapat digali informasi mengenai gejala dan faktor risiko yang dapat mencetuskan gejala sindom Brugada, di antaranya:

  • Palpitasi
  • Riwayat pingsan atau sinkop, hampir 1/3 pasien sindrom Brugada datang dengan riwayat sinkop
  • Riwayat henti jantung mendadak
  • Riwayat demam, di mana demam dapat mencetuskan serangan aritmia pada pasien sindrom Brugada
  • Riwayat konsumsi alkohol, ganja, kokain, atau obat-obatan tertentu[1,4,10]

Perlu juga ditanyakan riwayat keluarga yang mengalami henti jantung mendadak atau yang didiagnosis sindrom Brugada.[1,4,10]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien sindrom Brugada tidak ada yang spesifik. Kelainan pada pemeriksaan fisik dapat memberi petunjuk adanya penyebab lain sinkop atau henti jantung mendadak, misalnya pada pasien yang ditemukan murmur menandakan kemungkinan kardiomiopati hipertrofi dan perlu dikeluarkan dari dugaan sindrom Brugada. [1-4,10]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding sindrom Brugada adalah kelainan yang dapat menyebabkan gambaran peningkatan segmen ST pada pemeriksaan EKG, di antaranya sindrom koroner akut (SKA), perikarditis, dan hiperkalemia.[3,9,10,12]

Sindrom Koroner Akut

Sindrom koroner akut dengan elevasi segmen ST (ST elevation myocardial infarct / STEMI) biasanya disertai keluhan nyeri dada tipikal atau angina pektoris, sesak napas, atau kelemahan badan. Pada pemeriksaan EKG pasien STEMI, biasanya ditemukan elevasi segmen ST pada >2 lead yang berdekatan disertai depresi segmen ST pada lead resiprokal. Pada pemeriksaan laboratorium, terdapat peningkatan enzim jantung seperti Troponin T atau CKMB (Creatine kinase-MB).[13]

Perikarditis

Gambaran elevasi segmen ST juga dapat dijumpai pada pasien perikarditis, biasanya terjadi pada banyak lead dan disertai depresi pada segmen PR.  Pasien perikarditis biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang bersifat tajam dan meningkat pada posisi duduk tegak atau condong ke depan. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan pericardial friction rub. Pada pemeriksaan penunjang dapat ditemukan peningkatan leukosit, laju endap darah, dan kadar C-Reactive Protein.  [14]

Hiperkalemia

Perekaman EKG pasien hiperkalemia ditunjukan adanya gelombang T yang simetris, tajam, dan disertai dengan pemanjangan interval PR. Pasien dengan komorbid penyakit ginjal kronik atau riwayat konsumsi obat golongan diuretik hemat kalium seperti spironolakton dapat memberi petunjuk keadaan hiperkalemia.[15]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) merupakan pemeriksaan penunjang utama untuk menegakkan diagnosis sindrom Brugada. Sedangkan pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mengeksklusi penyebab lain dari elevasi segmen ST yang tampak pada pemeriksaan EKG.

Pemeriksaan EKG

Pemasangan sadapan prekordial kanan (lead V1‒V2) di daerah yang lebih tinggi dari lokasi standar, seperti pada ruang interkostal 2 atau 3, dapat meningkatkan sensitivitas temuan pola gambaran EKG Brugada tipe 1 tanpa mengubah nilai prognosis. Perubahan gambaran EKG menjadi Brugada tipe 1 biasanya bersifat transien, dan dapat kembali menunjukan gambaran yang normal pada pemeriksaan EKG selanjutnya.[3,4,6,10]

 Gambar 2. Pemasangan Lead EKG untuk Diagnosis Sindrom Brugada. Sumber Gambar: CardioNetworks, Wikimedia Commons, 2012. Gambar 2. Pemasangan Lead EKG untuk Diagnosis Sindrom Brugada. Sumber Gambar: CardioNetworks, Wikimedia Commons, 2012.

Kriteria gambaran EKG untuk mendiagnosis sindrom Brugada berdasarkan European Society of Cardiology tahun 2015 adalah:

  • Morfologi tipe 1 jika ST elevasi ≥2 mm pada ≥1 sadapan prekordial kanan (V1‒V2), dengan pemasangan lead prekordial kanan di ruang interkostal 2, 3, atau 4. Gambaran ini muncul spontan atau setelah tes provokasi obat antiaritmia kelas I intravena
  • Morfologi tipe 2 atau 3 jika ST elevasi ≥2 mm pada ≥1 sadapan prekordial kanan (V1‒V2) yang diposisikan pada spatium interkostal 2, 3, atau 4. Gambaran terlihat ketika tes provokasi menggunakan obat antiaritmia kelas I intravena untuk menginduksi munculnya pola gambaran EKG Brugada tipe 1[4]

Konsensus J-Wave Syndrome tahun 2016 menambahkan modifikasi kriteria diagnostik, yaitu apabila elevasi segmen ST pada tipe 1 hanya muncul setelah diprovokasi obat antiaritmia kelas 1, maka diagnosis sindrom brugada hanya bisa ditegakan berdasarkan adanya kriteria lainnya, yaitu:

  • Takikardi ventrikel polimorfik atau fibrilasi ventrikel yang terdokumentasi
  • Sinkop yang dicurigai akibat aritmia
  • Riwayat keluarga mengalami kematian mendadak sebelum usia 45 tahun
  • Riwayat keluarga dengan diagnosis sindrom Brugada tipe 1
  • Respirasi agonal atau gasping nokturnal[10]

Pola gambaran EKG tipe 2 atau 3 (tipe saddleback) dapat didiagnosis sindrom Brugada bila terdapat perubahan EKG menjadi tipe 1 saat demam atau uji provokasi obat, dan telah memenuhi kriteria diagnosis di atas.[10]

Pemeriksaan Holter

Pemeriksaan Holter adalah pemasangan EKG selama 24 atau 48 jam. Bertujuan untuk dapat mendeteksi perubahan gambaran EKG tipikal sindrom Brugada tipe 1 pada malam hari, atau sesaat setelah makan dengan porsi besar. Perubahan EKG secara spontan ini dapat memberi petunjuk diagnostik dan prognostik yang lebih sensitif dibandingkan uji provokasi obat.[10]

Uji Provokasi Obat

Obat penghambat kanal natrium seperti ajmaline, flecainide, dan procainamide dapat digunakan pada tes provokasi obat untuk menginduksi munculnya pola EKG Brugada tipe 1.  Uji provokasi obat tidak diindikasikan untuk pasien yang telah memberikan gambaran EKG Brugada tipe I spontan, karena tidak akan merubah nilai diagnostik. Penyebab lain yang dapat menyebabkan gambaran elevasi segmen ST harus disingkirkan terlebih dahulu sebelum dilakukan uji provokasi obat. [10-12]

Tes ini harus dilakukan dengan pengawasan ketat tanda-tanda vital, EKG 12 lead, dan tersedia fasilitas resusitasi jantung. Tes provokasi dianggap positif jika muncul pola EKG Brugada tipe 1. Tes provokasi obat harus dihentikan bila ditemukan premature ventricular contraction (PVC) multiple atau aritmia lainnya, kompleks QRS melebar ≥130% dari baseline, atau dosis maksimal telah dicapai.[5]

Full Stomach Test

Uji provokasi makan dengan porsi besar telah diajukan sebagai salah satu modalitas diagnostik sindrom Brugada. Pasien dilakukan perekaman EKG sebelum dan setelah makan dengan porsi besar. Uji provokasi ini dilakukan pada gambaran EKG yang tidak diagnostik, seperti pada sindrom Brugada tipe 2 dan 3.[10,12]

Studi Elektrofisiologi

Studi elektrofisiologi dilakukan untuk stratifikasi risiko dan menentukan strategi tata laksana pasien sindrom Brugada yang masih kontroversial. Beberapa penelitian menunjukkan pasien sindrom Brugada asimtomatik yang mengalami fibrilasi ventrikel saat diinduksi selama pemeriksaan studi elektrofisiologi menunjukkan peningkatan risiko kejadian serangan aritmia. Beberapa penelitian lain juga menyimpulkan studi elektrofisiologi kurang bermakna dalam stratifikasi risiko aritmia pada pasien sindrom Brugada.[10]

Hasil studi elektrofisiologi yang negatif tidak berarti pasien memiliki risiko rendah untuk mengalami serangan aritmia. Terutama pada pasien dengan faktor risiko, seperti riwayat henti jantung mendadak, serangan aritmia, fibrilasi ventrikel, takikardi ventrikel, dan sinkop.[10]

Pemeriksaan Genetik

Tes genetik terhadap mutasi SCN5A direkomendasikan bagi individu dengan kecurigaan klinis sindrom Brugada kuat, berdasarkan gejala, riwayat keluarga, dan gambaran EKG pola tipe 1. Tes genetik tidak diindikasikan pada temuan EKG pola tipe 2 dan tipe 3.[10]

Pemeriksaan genetik tidak banyak membantu dalam menentukan stratifikasi risiko, tetapi dapat bermanfaat untuk skrining keluarga. Hasil pemeriksaan genetik tidak mempengaruhi prognosis atau strategi tata laksana pasien.[4,12]

Referensi

1. Sieira J, Brugada P. Brugada Syndrome: Defining the Risk in Asymptomatic Patients. Arrhythmia & Electrophysiology Review:2016;5(3):164-9. DOI: 10.15420/aer.2016:22:3
2. Vutthikraivit W, Rattanawong P, Putthapiban P, et al. Worldwide prevalence of Brugada Syndrome: A Systematic Review and Meta-Analysis. Acta Cardiol Sin:2018;34:267-77. DOI: 10.6515/ACS.201805_34(3).20180302B
3. Li KHC, Lee S, Yin C, et al. Brugada syndrome: A comprehensive review of pathophysiological mechanisms and risk stratification strategies. IJC Heart & Vasculature:2020. https://doi.org/10.1016/j.ijcha.2020.100468
4. Priori SG, Lundqvist CB, Mazzanti A, et al. 2015 ESC Guidelines for the management of patients with ventricular arrhythmias and the prevention of sudden cardiac death. European Heart Journal: 2015;36:2793-867.
5. Lamieux JE, Edelman ER, Strichartz GR, Lilly LS. Normal Cardiac Structure and Function. In: Lilly LS, eds. Pathophysiology of Heart Disease. 6th ed. Philadelphia: Wolters Kluwer; 2016. p.1-25.
6. Isbister J, Krahn AD, Samsarian C, Sy RW. Brugada Syndrome: Clinical Care Admist Pathophysiological. Heart, Lung, and Circulation:2019. https://doi.org/10.1016/j.hlc.2019.11.016
10. Antzelevitch C, Yan GX, Ackerman MJ. J-Wave syndromes expert consensus conference report: Emerging concepts and gaps in knowledge. European Heart Journal: 2017; 19: 665-94.
11. Milman A. Age of First Arrhythmic Event in Brugada Syndrome. Circ Arrhythm Electrophysiol. 2017;10:e005222. DOI: 10.1161/CIRCEP.117.005222
12. Olgin JE, Tomaselli GF, Zipes DP. Ventricular Arrhythmias. In: Zipes DP, Libby P, Bonow RO, Mann DL, Tommaselli, Braunwald E, editors. Braunwald's Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular Medicine. 11th ed. Philadelphia: Elsevier; 2019.p.753-71.
13. Thygesen K, Alpert JS, Jaffe AS. Fourth universal definition of myocardial infarction. European Heart Journal: 2019; 40:237-69
14. Adler Y, Charron Ph, Imazio M. 2015 ESC Guideline for the diagnosis and management of pericardial diseases. European Heart Journal: 2015;2921-64.
15. Weiss JN, Shivkumar K. Electrophysiology of Hypokalemia and Hyperkalemia. Circ Arrhythm Electrophysiol. 2017;10:e004667. DOI: 10.1161/CIRCEP.116.004667
18. Dizon JM. Brugada Syndrome. Medscape. 2020
19. Webb SR. Present Status of Brugada Syndrome. J Am Coll Cardiol 2018;72:1046-59

Epidemiologi Sindrom Brugada
Penatalaksanaan Sindrom Brugada

Artikel Terkait

  • Diagnosis Banding Elevasi Segmen ST pada Elektrokardiografi
    Diagnosis Banding Elevasi Segmen ST pada Elektrokardiografi
Diskusi Terkait
dr. Riko Saputra
Dibalas 05 Maret 2019, 15:54
Bagaimana tatalaksana brugada syndrome?
Oleh: dr. Riko Saputra
7 Balasan
Alo dokter, mohon konsultasi jika menemukan pasien dengan brugada syndrome, tatalaksana apa yang harus diberikan?
dr. Willy
Dibalas 14 April 2018, 14:22
Perubahan EKG pada Pasien Pielonefritis
Oleh: dr. Willy
2 Balasan
Dear TS, Saat ini saya sedang menangani seorang pasien wanita 42 tahun, yang mengeluh demam dan berdebar-debar. OS terdiagnosa pielonefritis dan sedang...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.