Penatalaksanaan Anafilaksis
Penatalaksanaan anafilaksis harus dilakukan secepatnya, dalam hitungan menit, untuk menurunkan risiko fatalitas. Hal pertama yang dilakukan adalah menghilangkan paparan alergen, misalnya dengan menghentikan infus obat yang dicurigai mencetuskan reaksi. Kemudian lakukan survey primer dan berikan injeksi epinefrin.
Tata Laksana Awal
Anafilaksis adalah kondisi emergensi yang membutuhkan penanganan segera. Tindakan pertama yang dilakukan adalah manajemen jalan napas. Klinisi harus mengidentifikasi obstruksi jalan napas, misalnya edema perioral atau adanya suara napas tambahan. Intubasi mungkin dibutuhkan untuk memastikan patensi jalan napas.
Posisi
Pasien diposisikan berbaring dengan kedua tungkai diangkat untuk meningkatkan aliran balik vena. Ketika ada gangguan pernapasan, pasien dapat diposisikan duduk dengan kedua tungkai diangkat. Pasien hamil bisa diposisikan berbaring pada sisi kiri dengan posisi kepala menunduk. Hindari perubahan posisi bangun secara mendadak. Pasien tidak boleh bangun atau berjalan.[1,4]
Epinefrin
Epinefrin harus diberikan sedini mungkin sebelum memberikan terapi lain. Epinefrin diberikan secara intramuskular pada posisi otot vastus lateralis paha. Satu ampul epinefrin berisi 1 mg per 1 mL dalam konsentrasi 1:1000. Dosis epinefrin adalah 0,15 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 25-30 kg dan 0,3 mg untuk anak lebih dari 30 kg dan dewasa. Apabila tidak ada perubahan dalam 5 menit, maka ulangi injeksi epinefrin intramuskular dan berikan cairan intravena. Epinefrin dapat diberikan hingga gejala membaik.[1,4,13]
Epinefrin Autoinjector
Epinefrin bisa diberikan dengan autoinjector. Dosisnya adalah:
- 0,15 mg untuk anak 7,5 hingga 20 kg
- 0,3 mg untuk anak 20 hingga 50 kg
- 0,3 mg atau 0,5 mg untuk anak dengan berat di atas 50 kg dan pasien dewasa.
Apabila dibutuhkan dosis kedua, sebaiknya epinefrin diberikan dengan injeksi untuk mengantisipasi kegagalan autoinjector. Tingkatkan dosis menjadi 0,5 mg pada remaja dan dewasa.[1,4,13]
Pemberian Epinefrin Infus Kontinu
Pada pasien yang membutuhkan injeksi berulang, klinisi bisa mempertimbangkan pemberian intravena kontinu. Pemberian dimulai dari 0,1 mg (konsentrasi 1:10.000) dalam 5-10 menit. Apabila dibutuhkan dosis tambahan, infus epinefrin dimulai dalam dosis 1 mcg/menit dan titrasi bertahap sampai ada respon yang diinginkan. Hentikan apabila pasien mengalami aritmia atau nyeri dada.[1,4,13]
Dekontaminasi dan Oksigenasi
Zat pencetus atau yang diduga mencetuskan reaksi anafilaksis harus disingkirkan segera untuk mencegah perburukan progresif dari gejala pasien. Pasien diberikan oksigen aliran tinggi 10 liter per menit dengan non rebreathing mask.[1,4]
Cairan
Pada pasien dengan gangguan sirkulasi berat, diberikan cairan kristaloid intravena. Pada anak dengan berat badan <25-30 kg diberikan cairan 10 ml/kg maksimal 500 ml per pemberian dan bisa diulang ketika dibutuhkan. Untuk dewasa dan anak >30 kg diberikan 500 ml bolus, dan bisa diulang ketika dibutuhkan. Cairan yang dapat digunakan antara lain ringer laktat dan cairan salin normal.
Cairan juga dapat diberikan pada anafilaksis berat dengan gangguan pernapasan yang membutuhkan pemberian epinefrin dosis kedua. Cairan albumin dan hipertonik tidak diindikasikan untuk anafilaksis.[1,4]
Antihistamin
Antihistamin berguna untuk gejala kutaneus, dan sejauh ini efek untuk gejala selain kutaneus belum terkonfirmasi. Umumnya antihistamin yang diberikan adalah diphenhiydramine 25-50 mg intravena atau intramuskular. Antihistamin tidak mencegah gejala anafilaksis, dan membutuhkan waktu 1-3 jam untuk bekerja.[2,4]
Kortikosteroid
Kortikosteroid sering digunakan karena diduga mencegah gejala berulang dan reaksi fase lambat, namun hingga saat ini efektivitas kortikosteroid belum jelas. Kortikosteroid diduga bermanfaat untuk gejala pernapasan. Methylprednisolone 80-125 mg intravena atau hidrokortison 250-500 mg intravena bisa diberikan dalam fase akut dan kemudian diberikan prednison oral 1 mg/kg/hari dalam dosis terbagi selama 3-5 hari.[1,2,4]
Obat Inhalasi
Inhalasi beta agonis dan epinefrin diberikan pada obstruksi bronkus, serta edema laring atau faring. Pasien dengan riwayat asthma atau penyakit pernapasan lain berisiko lebih tinggi mengalami bronkospasme. Pemberian inhalasi dilakukan dengan nebulizer bersama dengan oksigen. Inhalasi epinefrin tidak menggantikan injeksi dan hanya sebagai terapi tambahan.[1,4]
Pemantauan Pasien
Kondisi anafilaksis berisiko mengalami gejala yang memanjang dan reaksi bifasik (terjadi serangan anafilaksis berulang). Umumnya pasien diobservasi selama 4 jam setelah memberikan dosis epinefrin terakhir. Pasien dengan gangguan pernapasan harus dipantau selama 6-8 jam, dan pasien dengan hipotensi dipantau selama 12-24 jam.[4,13]
Terdapat beberapa faktor yang menjadi pertimbangan observasi lebih lama pada pasien menurut European Academy of Allergy and Clinical Immunology.
Faktor pasien antara lain:
- Anafilaksis pada pasien dengan asthma berat
- Pasien yang datang pada malam hari, atau mereka yang mungkin tidak dapat merespon perburukan gejala
- Pasien pada daerah dimana sulit mendapatkan penanganan emergensi
- Pasien dengan riwayat reaksi bifasik
Faktor terkait reaksi bifasik yang mungkin meningkatkan risiko reaksi bifasik:
- Keterlibatan multiorgan
- Gangguan pernapasan berat
- Pasien yang membutuhkan >1 dosis epinefrin untuk menangani anafilaksis
- Disebabkan oleh alergen dengan absorbsi kontinu, misalnya makanan
- Tidak diketahui penyebabnya[4]
Pasien dengan risiko serangan bifasik harus diberikan autoinjector epinefrin untuk berjaga-jaga dan diedukasi mengenai penggunaannya ketika muncul gejala. Dokumentasikan paparan makanan, obat, dan sengatan binatang dalam 2-4 jam sebelum muncul reaksi anafilaksis.[4,13]
Penulisan pertama oleh: dr. Khrisna Rangga Permana