Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Penatalaksanaan Parkinson general_alomedika 2023-12-21T14:46:47+07:00 2023-12-21T14:46:47+07:00
Parkinson
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Penatalaksanaan Parkinson

Oleh :
dr.Krisandryka
Share To Social Media:

Tujuan utama penatalaksanaan penyakit Parkinson adalah menangani gejala motorik dan nonmotorik sehingga meningkatkan kualitas hidup pasien. Penatalaksanaan yang efektif meliputi kombinasi farmakologis dan nonfarmakologis untuk memaksimalkan luaran klinis. Hingga saat ini, belum ditemukan terapi untuk memperlambat progresivitas penyakit Parkinson atau memberi efek neuroprotektif.[5,7]

Terapi Farmakologis Gejala Motorik

Sebelum memulai terapi, dokter perlu berdiskusi dengan pasien dan keluarga mengenai kondisi klinis pasien (gejala-gejala yang dirasakan, komorbid, risiko polifarmasi), kebutuhan dan gaya hidup pasien, serta potensi manfaat dan kerugian masing-masing pilihan terapi. Levodopa merupakan obat yang paling banyak digunakan pada penyakit Parkinson. Obat lain yang bisa digunakan adalah agonis dopamin seperti pramipexole, inhibitor MAO-B seperti selegiline, inhibitor CMOT seperti entacapone, dan amantadine.[14]

Tabel 1. Potensi Manfaat dan Kerugian Agonis Dopamin, Inhibitor MAO-B, Inhibitor COMT, dan Amantadin

  Agonis Dopamin Inhibitor MAO-B Inhibitor COMT Amantadin
Perbaikan gejala motorik Ya Ya Ya Belum terbukti
Perbaikan aktivitas sehari-hari Ya Ya Ya Belum terbukti
Risiko efek samping Sedang Rendah Cukup besar Belum terbukti
Risiko halusinasi Lebih berisiko Rendah Rendah Belum terbukti
Contoh Pramipexole, ropinirole, rotigotine Selegiline, rasagiline Entacapone, tolcapone, opicapone

Sumber: dr. Krisandryka Wijaya, Alomedika, 2022.[14]

Pemilihan Terapi pada Penyakit Parkinson

Terapi lini pertama untuk pasien Parkinson tahap awal dengan gejala motorik yang mengganggu kualitas hidup adalah levodopa. Pada pasien Parkinson tahap awal dengan gejala motorik yang tidak mempengaruhi kualitas hidup, pilihan obat yang dapat diberikan adalah agonis dopamin, levodopa, atau inhibitor MAO-B. Agonis dopamin turunan ergot tidak direkomendasikan sebagai terapi lini pertama Parkinson.

Pada pasien yang mengalami diskinesia atau fluktuasi gejala motorik, namun sudah mendapat terapi levodopa dengan optimal, dapat diberikan agonis dopamin, inhibitor MAO-B, atau inhibitor COMT sebagai terapi adjuvan. Agonis dopamin turunan ergot, seperti lisuride, tidak direkomendasikan, kecuali jika gejala tetap tidak terkontrol dengan terapi levodopa dan terapi adjuvan lainnya. Amantadin dapat dipertimbangkan jika diskinesia tidak membaik dengan terapi lainnya.[3,14]

Berikut beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemberian terapi:

  • Obat-obat antiparkinson tidak boleh dihentikan tiba-tiba untuk menghindari risiko akinesia akut atau sindrom neuroleptik maligna.
  • Pada pasien yang dirawat di rumah sakit atau panti jompo, perlu diingat agar obat diberikan sesuai jadwal (jika perlu, pasien boleh menyimpan obat sendiri).
  • Penggantian jadwal obat hanya boleh dilakukan setelah berdiskusi dengan dokter spesialis.
  • Edukasi pasien dan keluarga, baik secara lisan maupun tulisan, mengenai risiko pemberian obat. Agonis dopamin dapat meningkatkan risiko gangguan kontrol impuls, tidur berlebih, dan onset tidur mendadak, sedangkan semua terapi Parkinson dapat meningkatkan risiko gejala psikotik, seperti halusinasi dan delusi.[14]

Levodopa

Pada penyakit Parkinson, levodopa dapat digunakan bersama carbidopa. Dosis awal yang diberikan adalah levodopa 100 mg dengan carbidopa 25 mg, diberikan per oral 3 kali sehari dalam bentuk kombinasi.[7]

Agonis Dopamin

Saat ini, agonis dopamin yang disukai dalam penanganan Parkinson adalah golongan non-ergot, seperti pramipexole 0,125 mg, per oral, 3 kali sehari, dititrasi setiap minggu. Pilihan lain adalah ropinirole 0,25 mg, per oral, 3 kali sehari, dititrasi setiap minggu. Sediaan transdermal rotigotine 2 mg setiap 24 jam juga bisa menjadi alternatif.[7]

Monoamin Oksidase B Inhibitor (MAO-B Inhibitor)

MAO-B inhibitor yang dapat dipilih adalah selegiline 5 mg 2 kali sehari per oral; rasagiline 1 mg sekali sehari di pagi; ataupun safinamide 50 mg per oral sekali sehari.[7]

Catechol-O- Methyltransferase Inhibitor (COMT Inhibitor)

Pilihan COMT inhibitor pada Parkinson adalah entacapone 200 mg diberikan bersama setiap dosis levodopa; opicapone 50 mg diberikan malam hari; serta tolcapone 100 mg 3 kali sehari.[7]

Terapi Farmakologi Gejala Non-Motorik

Pasien Parkinson dengan daytime sleepiness atau onset tidur mendadak dianjurkan agar tidak mengemudi dan melakukan pekerjaan berisiko. Dokter spesialis dapat menyesuaikan terapi untuk mengurangi risiko tersebut.[14]

Daytime Sleepiness

Modafinil dapat dipertimbangkan sebagai terapi excessive daytime sleepiness pada pasien Parkinson, hanya jika etiologi fisik dan farmakologis yang reversibel sudah disingkirkan. Pasien Parkinson yang mendapat modafinil harus dievaluasi setiap 12 bulan.[14]

Gangguan Perilaku Tidur

Pada pasien Parkinson dengan gangguan perilaku tidur fase REM, dapat diberikan clonazepam atau melatonin. Levodopa atau agonis dopamin oral dapat dipertimbangkan untuk pasien Parkinson dengan akinesia nokturnal, dan jika kedua obat tersebut tidak efektif, dapat dipertimbangkan pemberian rotigotine.[14]

Hipotensi Ortostatik

Jika pasien Parkinson mengalami hipotensi ortostatik, dokter perlu meninjau ulang riwayat pengobatan. Hipotensi ortostatik dapat disebabkan oleh obat antihipertensi, dopaminergik, antikolinergik, dan antidepresan. Midodrine dapat dipertimbangkan untuk pasien Parkinson dan hipotensi ortostatik setelah mempertimbangkan kontraindikasi dan kebutuhan monitoring. Jika midodrine tidak efektif, tidak dapat ditoleransi, atau merupakan kontraindikasi, pertimbangkan pemberian fludrocortisone setelah mempertimbangkan risiko kardiovaskular dan interaksi obat.[8,14]

Hipotensi ortostatik juga dapat diatasi dengan menghindari faktor-faktor pemicu seperti makan dalam jumlah besar, alkohol, serta obat-obatan, meningkatkan asupan garam pada hipotensi ortostatik simptomatik.[8]

Gejala Psikotik

Pada kunjungan pasien, dokter perlu menanyakan pada pasien dan keluarga mengenai adanya gejala psikotik (halusinasi atau delusi). Dokter dapat mengurangi dosis obat-obat antiparkinson yang dapat memicu halusinasi atau delusi setelah mempertimbangkan keparahan penyakit dan risiko efek withdrawal.[14]

Quetiapine dapat diberikan untuk menangani halusinasi dan delusi pada pasien Parkinson tanpa gangguan kognitif. Jika terapi standar tidak efektif, dapat dipertimbangkan pemberian clozapine. Clozapine juga dapat dipertimbangkan sebagai manajemen delirium hiperaktif pada pasien parkinson apabila terapi medikamentosa diperlukan. Olanzapine tidak direkomendasikan. Obat-obatan antipsikotik lainnya, seperti fenotiazin dan butyrophenones dapat memperburuk gejala motorik Parkinson. Halusinasi dan delusi tidak perlu diterapi selama masih dapat ditoleransi dengan baik oleh pasien dan keluarga.[8,14]

Dementia

Untuk pasien yang mengalami dementia Parkinson, obat yang dapat diberikan adalah inhibitor kolinesterase atau memantine jika kolinesterase tidak dapat ditoleransi atau merupakan kontraindikasi.[14]

Terapi Nonfarmakologi

Pasien Parkinson tahap awal sebaiknya direkomendasikan untuk melakukan fisioterapi, khususnya yang mengalami gangguan keseimbangan atau fungsi motorik, juga terapi okupasi untuk pasien yang mengalami kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien juga dianjurkan untuk melakukan terapi wicara, khususnya jika mengalami masalah komunikasi, menelan, atau masalah saliva.[8,14]

Nutrisi dalam diet pasien Parkinson juga perlu diperhatikan. Diet redistribusi protein, di mana mayoritas protein dikonsumsi pada makan berat terakhir dalam sehari, dapat diterapkan untuk pasien Parkinson yang mengalami fluktuasi gejala motorik dan sudah mengonsumsi levodopa. Pasien juga dianjurkan untuk mengonsumsi suplemen vitamin D.[14]

Pembedahan

Terapi pembedahan merupakan tata laksana terakhir pada Parkinson yang sudah pada tahap lanjut yang tidak dapat terkontrol dengan obat.

Operasi Neuroablatif Lesi

Operasi neurabalatif lesi adalah prosedur tindakan untuk mendestruksi area pada otak yang mempengaruhi gejala dari penyakit Parkinson.

Destruksi dilakukan dengan termokoagulasi menggunakan generator radiofrekuensi pada target spesifik di otak. Terdapat 3 macam tindakan dari operasi neurabalatif lesi yaitu :

  • Thalomotomi: Destruksi dilakukan pada thalamus yaitu ventralis intermedius (VIM) untuk mengurangi tremor
  • Pallidotomi: Destruksi dilakukan pada globus pallidus interna (GPi) untuk mengurangi gejala kardinal pada Parkinson dan diskinesia.
  • Subthalamotomi: Destruksi dilakukan pada bagian Subthalamic Nucleus (STN), yang bertujuan mengurangi gejala kardinal, dan fluktuasi motorik serta diskinesia.

Operasi neuroablatif lesi tidak boleh dilakukan pada kedua sisi sekaligus karena komplikasi akan meningkat, seperti gangguan bicara, menelan dan kognisi. Tindakan ini kini sudah banyak ditinggalkan karena munculnya tindakan deep brain stimulation yang memiliki banyak keunggulan dibandingkan prosedur ini.[3,14]

Deep Brain Stimulation

Prosedur bedah ini dilakukan dengan melakukan implantasi satu atau lebih dari elektroda pada area spesifik di otak, seperti  subthalamic nucleus (STN), globus pallidus interna (GPi), dan thalamus. Hal ini bertujuan untuk mengubah atau menghilangkan pola abnormal dari sinyal saraf pada area yang dilakukan implantasi tersebut.

Indikasi deep brain stimulation pada STN dan GPi adalah :

  • Komplikasi motorik yang refraktori dengan terapi medis
  • Tidak ada komorbiditas yang signifikan
  • Tidak ada gangguan kejiwaan yang signifikan
  • Responsif terhadap levodopa

Stimulasi pada kedua area tersebut dapat memperbaiki keluhan akibat gejala kardinal dan dyskinesia pada Parkinson. Stimulasi pada GPi juga memberikan manfaat lain seperti memperbaiki fungsi bicara dan menelan.

Indikasi dari deep brain stimulation pada thalamus yaitu untuk pasien dengan tremor yang sangat parah, namun hal ini jarang untuk dilakukan. Prosedur operasi ini merupakan pilihan utama dibanding prosedur bedah lainnya  karena terbukti lebih superior. Deep brain stimulation memiliki beberapa keuntungan seperti tidak merusak jaringan otak, reversibel, dapat disesuaikan dengan progresivitas penyakit, dan dapat dilakukan bilateral secara bersamaan tanpa peningkatan efek samping.[3,14]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Catherine Ranatan

Referensi

3. Hauser RA. Parkinson Disease. Medscape, 2020. https://emedicine.medscape.com/article/1831191-overview
5. Kouli A, Torsney KM, Kuan WL. Parkinson’s Disease: Etiology, Neuropathology, and Pathogenesis. In: Stoker TB, Greenland JC, editors. Parkinson’s Disease: Pathogenesis and Clinical Aspects. Brisbane (AU): Codon Publications; 2018 Dec 21. Chapter 1. doi: 10.15586/codonpublications.parkinsonsdisease.2018.ch1
7. Armstrong MJ, Okun MS. Diagnosis and Treatment of Parkinson Disease: A Review. JAMA. 2020 Feb 11;323(6):548-560. doi: 10.1001/jama.2019.22360. PMID: 32044947.
8. Grimes D, Fitzpatrick M, Gordon J, et al. Canadian guideline for Parkinson disease. CMAJ. 2019;191(36):E989-E1004. doi:10.1503/cmaj.181504
14. National Institute for Health and Care Excellence. 2017. Parkinson’s disease in adults: NICE guideline. https://www.nice.org.uk/guidance/ng71

Diagnosis Parkinson
Prognosis Parkinson

Artikel Terkait

  • Deteksi Demensia Pada Pasien Parkinson Dengan MoPaRDS
    Deteksi Demensia Pada Pasien Parkinson Dengan MoPaRDS
  • Gut-Brain Axis: Mitos atau Fakta
    Gut-Brain Axis: Mitos atau Fakta
  • Inflammatory Bowel Disease Meningkatkan Risiko Parkinson
    Inflammatory Bowel Disease Meningkatkan Risiko Parkinson
  • Cedera Otak Traumatik dan Peningkatan Risiko Terjadinya Penyakit Parkinson
    Cedera Otak Traumatik dan Peningkatan Risiko Terjadinya Penyakit Parkinson
  • Red Flags Tremor
    Red Flags Tremor

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 22 Februari 2025, 17:06
Membedakan Penyebab Tremor
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo Dokter, mohon diskusinya nih.. Bagaimana ya cara membedakan tremor yang disebabkan oleh Parkinson dari tremor akibat Penyakit Wilson? Apakah cukup dari...
dr. Timotius Agung Soripada
Dibalas 04 September 2024, 13:44
Hubungan antara penggunaan NSAID dengan munculnya parkinson
Oleh: dr. Timotius Agung Soripada
1 Balasan
Alo teman sejawat, saya mhn informasi apakah ada hubungan antara penggunaan NSAID dengan penyakit Parkinson?
Anonymous
Dibalas 27 November 2023, 13:41
Pasien lansia 130 tahun dengan parkinson
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Izin diskusi dok Pasien lansia usia 130 tahun dengan parkinson, keluhan saat ini, demam disertai batuk dan nyeri menelan, sehingga penurunan nafsu makan....

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.