Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Hipermetropia annisa-meidina 2023-05-16T10:53:56+07:00 2023-05-16T10:53:56+07:00
Hipermetropia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Hipermetropia

Oleh :
dr. Novita
Share To Social Media:

Diagnosis hipermetropia perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan penurunan tajam penglihatan saat melihat dekat. Pada pemeriksaan mata dapat ditemukan penurunan visus. Pemeriksaan cahaya, funduskopi, dan pemeriksaan strabismus mungkin diperlukan dalam proses diagnostik. Pemeriksaan penunjang yang mungkin diperlukan adalah retinoskopi.[2]

Anamnesis

Anamnesis pada hipermetropia disesuaikan dengan usia dari penderita saat mengalami kondisi ini. Karena usia sangat menentukan bagaimana seseorang dapat mengekspresikan keluhan yang dialaminya serta usaha akomodasi dari pasien. Keluhan yang dialami oleh pasien bervariasi dimulai dari tidak bergejala hingga bergejala.[1,2]

Deviasi Bola Mata

Deviasi bola mata biasanya pertama kali diketahui oleh orang tua pasien, terutama pada anak-anak. Deviasi yang paling sering adalah esotropia. Deviasi bola mata atau mata juling disebabkan oleh akomodasi berkepanjangan pada kondisi hipermetropia, biasanya tanpa disertai diplopia. Pada anak-anak pra-sekolah, apabila kondisi ini dibiarkan dapat menyebabkan amblyopia.[1,2]

Astenopia

Astenopia ditandai oleh mata lelah disertai dengan nyeri kepala bagian frontal atau frontotemporal, fotofobia, dan mata berair. Kondisi ini biasa dialami saat penggunaan atau paparan gawai terlalu lama pada mata.[1,2]

Penurunan Tajam Penglihatan

Pada anak yang lebih tua, pasien bisa mengeluhkan penglihatan buram. Kondisi ini dirasakan pada saat melihat benda pada jarak dekat.[1,2]

Gangguan Mata Berulang

Hordeolum atau konjungtivitis berulang bisa terjadi pada pasien hipermetropia. Hal ini biasanya disebabkan oleh kebiasaan menggosok-gosok mata menggunakan tangan yang tidak bersih.[1,2]

Presbiopia Prematur

Pasien dengan hipermetropia bisa mengalami presbiopia prematur. Seiring dengan bertambahnya usia, pasien akan mengalami penurunan kemampuan melihat dalam jarak dekat yang bermakna. Presbiopia muncul lebih awal, sebelum usia 40 tahun, pada pasien dengan hipermetropia. Gangguan akomodasi juga akan semakin progresif dan menyebabkan hendaya bermakna bagi pasien.[1,2]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada pasien yang mengalami hipermetropia adalah pemeriksaan mata, terutama tajam penglihatan.

Pemeriksaan Visus

Pemeriksaan visus atau tajam penglihatan merupakan salah satu pemeriksaan rutin pada mata. Pemeriksaan dilakukan menggunakan bantuan Snellen Chart atau Random E Test Chart pada pasien yang buta huruf, dan Simplified Testing untuk anak-anak. Mula-mula pasien diminta membaca Snellen chart dari jarak 6 meter (visus normal 6/6), kemudian dilakukan pemeriksaan penglihatan dalam jarak dekat 30 cm.

Pada hipermetropia pasien mengalami kesulitan dalam melihat dalam jarak dekat. Pada anak-anak sering kali pemeriksaan visus jarak dekat memberikan hasil normal. Hal ini dikarenakan upaya akomodasi mata pada anak-anak masih kuat untuk melihat benda dengan jelas, serta kondisi penyulit seperti katarak dan penyakit retina jarang terjadi pada anak-anak.[8]

Pemeriksaan Cahaya

Pada pemeriksaan cahaya dapat ditemukan bola mata dan kornea tampak lebih kecil, terutama pada kasus hipermetropia tinggi. Terkadang kasus ini dapat memicu terjadinya enophthalmos.[2]

Funduskopi

Pemeriksaan funduskopi pada hipermetropia dapat ditemukan kondisi cup pada optic disc tampak kecil, tampak lipatan koroidal, dan peningkatan refleks dari retina. Batas dari diskus menjadi kabur karena pembuluh darah yang overcrowding, dan terkadang disebut sebagai kondisi pseudopapilitis atau pseudo-papiledema.[2]

Pemeriksaan Strabismus

Pada anak-anak yang mengalami hipermetropia berkepanjangan dan tidak terkoreksi dapat menyebabkan strabismus, namun pergerakan bola mata atau ekstraokular dalam batas normal. Pemeriksaan strabismus yakni melalui tes refleks kornea Hirschberg. Tes ini dapat membantu pemeriksa dalam mengetahui derajat deviasi. Setiap perpindahan 1 mm refleks cahaya dari posisi yang tepat, diperkirakan setara dengan 7 derajat pada bola bulat dan sama dengan deviasi 15 dioptri prisma.[2,9]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari hipermetropia yakni tumor orbital, retinopati, dan katarak.

Retinopati

Pada retinopati, pasien juga akan mengeluhkan penurunan tajam penglihatan seperti pada hipermetropia. Meski demikian, pasien dengan retinopati umumnya memiliki penyakit sistemik seperti hipertensi ataupun diabetes mellitus. Berbeda dengan pasien hipermetropia, gambaran funduskopi pada retinopati akan menunjukkan kelainan pada retina sesuai penyakit dasar yang menyebabkan retinopati.[10]

Tumor Orbital

Tumor orbital cukup jarang terjadi dan biasanya risikonya meningkat pada pasien yang berusia 60 tahun ke atas. Jenis tumor orbital yang paling sering ditemui yakni hemangioma kavernosa, meningioma pada optic nerve sheath dan sphenoid wings.

Keluhan yang muncul pada seseorang yang mengalami tumor orbital cukup bervariasi yakni seperti proptosis, keterbatasan pergerakan otot ekstraokular pada mata, kemosis restriktif atau paralitik, keratopati, dan neuropati optikus. Selain itu, pasien dapat mengalami nyeri periokular, kebutaan, diplopia, sensasi berdenyut pada mata, iritasi dan massa yang tampak.

Pada pemeriksaan visus dapat ditemukan hyperopic shift yang asimetris. Meskipun gejala bervariasi, namun penegakkan diagnosis dapat dengan mudah melalui pemeriksaan penunjang seperti CT Scan atau MRI.[11]

Katarak

Katarak merupakan suatu kondisi dimana kapsul pada lensa mata mengalami opasifikasi atau berawan, sehingga mengaburkan lintasan cahaya yang masuk melalui lensa ke retina mata. Gejala yang dialami biasanya pandangan kabur, diplopia, colored halos di sekitar cahaya, dan fotofobia. Berbeda dengan hipermetropia, pada pemeriksaan mata pasien katarak akan didapatkan opasifikasi lensa.[12]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada hipermetropia yakni adalah retinoskopi. Retinoskopi merupakan suatu pemeriksaan menggunakan alat yang bernama retinoskop yang akan memproyeksi cahaya ke mata. Saat cahaya digerakkan secara vertikal dan horizontal pada mata, pemeriksa akan melakukan observasi pada pergerakan cahaya yang terpantul dari belakang mata, refleks ini disebut sebagai red reflex.

Pemeriksa kemudian menempatkan lensa di depan mata dan ketika kekuatan lensa berubah, terdapat perubahan arah dan pola pantulan yang sesuai. Pemeriksa terus mengganti lensa hingga mencapai kekuatan lensa yang menunjukkan kelainan refraksi pada pasien. Oleh sebab itu, pemeriksaan retinoskopi bisa dipakai untuk menentukan seberapa besar hipermetropia yang dialami pasien dengan cepat, terutama pada anak atau pasien yang tirah baring.[2,13]

Hipermetropia terbagi menjadi 3 derajat yakni.

  • Hipermetropia ringan yaitu antara spheris +0.25 Dioptri sampai dengan Spheris +3.00 Dioptri
  • Hipermetropia sedang yaitu antara spheris +3.25 Dioptri sampai dengan Spheris +6.00 Dioptri
  • Hipermetropia tinggi yaitu jika ukuran dioptri lebih dari spheris +6.25 Dioptri[2]

Referensi

1. American Academy of Opthalmology. Hyperopia. 2022. https://eyewiki.aao.org/Hyperopia#cite_note-prima-1
2. Majumdar S, Tripathy K. Hyperopia. StatPearls. NCBI. 2022
8. American Academy of Opthalmology. Eye Exams. 2022. https://www.aao.org/eye-health/tips-prevention/eye-exams-101
9. American Academy of Opthalmology. Hirschberg Corneal Reflex Test. 2022. https://www.aao.org/image/hirschberg-corneal-reflex-test-2
10. Corcóstegui B, Durán S, González-Albarrán MO, Hernández C, Ruiz-Moreno JM, Salvador J, Udaondo P, Simó R. Update on Diagnosis and Treatment of Diabetic Retinopathy: A Consensus Guideline of the Working Group of Ocular Health (Spanish Society of Diabetes and Spanish Vitreous and Retina Society). J Ophthalmol. 2017;2017:8234186. doi: 10.1155/2017/8234186. Epub 2017 Jun 14. PMID: 28695003; PMCID: PMC5488240.
11. Murdock N, Mahan M, Chou E. Benign Orbital Tumors. StatPearls. NCBI. 2022
12. Nizami AA, Gulani AC. Cataract. StatPearls. NCBI. 2022
13. American Association for Pediatric Opthalmology and Strabismus. Retinoscopy. 2020. https://aapos.org/glossary/retinoscopy

Epidemiologi Hipermetropia
Penatalaksanaan Hipermetropia

Artikel Terkait

  • Memilih Lensa Kontak - Hard Lens atau Softlens
    Memilih Lensa Kontak - Hard Lens atau Softlens
  • Risiko Glaukoma Kronis Sudut Terbuka pada Myopia
    Risiko Glaukoma Kronis Sudut Terbuka pada Myopia
  • Prevalensi dan Penyebab Gangguan Tajam Penglihatan pada Populasi di Asia Tenggara
    Prevalensi dan Penyebab Gangguan Tajam Penglihatan pada Populasi di Asia Tenggara
  • Miopia Kontrol pada Anak dengan Kacamata Bifokal dan Progressive Addition Lens: Apakah Sudah Tepat?
    Miopia Kontrol pada Anak dengan Kacamata Bifokal dan Progressive Addition Lens: Apakah Sudah Tepat?
  • Manfaat dan Risiko Phakic IOL
    Manfaat dan Risiko Phakic IOL

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
dr.Anindita Farah Yuwana
Dibalas 06 Februari 2025, 00:10
Pitfall pada Koreksi Refraksi Anak dan Dewasa
Oleh: dr.Anindita Farah Yuwana
3 Balasan
Alo Dokter. Saya dokter iship puskesmas dan di puskesmas saya terdapat trial lens untuk koreksi refraksi. Saya ingin bertanya:1. Apakah langkah koreksi...
dr.Putu Rico Aditya Pangestu
Dibalas 25 Juli 2024, 08:37
Fakoemulsifikasi untuk penderita hipermetropia OS +5
Oleh: dr.Putu Rico Aditya Pangestu
2 Balasan
Izin diskusi dok, apakah fakoemulsifikasi pada penderita hipermetropia usia muda (24 tahun) pada salah satu mata saja merupakan solusi?Dimana pemeriksaannya...
Anonymous
Dibalas 18 Juli 2024, 09:24
Kekuatan Dioptri Softlens
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dok, maaf izin bertanya. Kalau pasien hendak menggunakan softlens apakah kekuatan lensanya perlu diturunkan dari kekuatan lensa kacamatanya atau tidak...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.