Perkembangan yang didapat dari riset menunjukkan berbagai potensi obat antihiperglikemik selain insulin dalam tata laksana diabetes mellitus tipe 1. Selama ini, terapi insulin menjadi titik tumpu utama dalam penatalaksanaan hiperglikemia pada DM tipe I. Hal ini didasarkan pada patogenesis diabetes melitus (DM) tipe I yang melibatkan penurunan sekresi insulin endogen dan destruksi autoimun sel beta pankreas.
Namun, terapi insulin tidak lepas dari berbagai efek samping over insulinization yang meliputi hipoglikemia dan overweight. Penambahan dosis insulin tanpa membatasi suplai kalori akan memicu pertumbuhan massa jaringan lemak, sehingga turut menimbulkan resistensi insulin.
Berbagai penelitian terkini telah mengungkapkan hal baru dalam patogenesis DM tipe I, yakni adanya keterlibatan resistensi insulin dan manfaat obat antihiperglikemik selain insulin sebagai terapi pelengkap pada DM tipe I. Obat antihiperglikemik yang dimaksud adalah golongan amylin analog, biguanid, incretin mimetics (agonis reseptor glucagon like peptide-1 dan inhibitor dipeptydil peptidase-4), serta inhibitor sodium-glucose transport (SGLT).[1-7]
Amylin Analog
Amylin disekresi bersama insulin dari sel beta pankreas dan berfungsi untuk menghambat sekresi glukagon post prandial, memperlambat pengosongan lambung, dan meningkatkan satiety (rasa kenyang). Pasien diabetes melitus (DM) tipe I mengalami kekurangan insulin maupun amylin endogen. Pramlintide merupakan analog sintetik amylin. Manfaat klinis pramlintide meliputi penurunan glukosa post prandial dan mengontrol HbA1c tanpa menambah berat badan.[1-7]
Efikasi dan keselamatan pramlintide pada DM tipe 1 sudah dievaluasi oleh banyak percobaan. Hasil dari percobaan klinis tersebut menunjukkan bahwa pramlintide dapat menurunkan HbA1c, mengurangi berat badan, mengurangi kadar gula post prandial, dan menurunkan dosis insulin.[1,3-7]
Efek samping penggunaan pramlintide yang paling sering dilaporkan pada percobaan klinis fase III adalah mual, anoreksia, muntah, dan nyeri kepala. Memulai pramlintide satu kali sehari dan dititrasi bertahap menjadi tiga kali sehari dapat menurunkan frekuensi efek samping tersebut.
Pramlintide dapat menimbulkan hipoglikemia saat diberikan bersama insulin. Untuk mengantisipasi hal tersebut, dosis insulin perlu disesuaikan menurut jumlah karbohidrat yang dikonsumsi.[1,3-6]
Biguanid
Biguanid bermanfaat untuk mengurangi glukoneogenesis hepar, mengurangi absorpsi glukosa intestinal, dan meningkatkan pengambilan glukosa di jaringan perifer sehingga menurunkan resistensi insulin. Biguanid dapat menurunkan kadar glukosa puasa dan post prandial. Obat golongan biguanid yang sudah diuji untuk terapi pelengkap DM tipe 1 adalah metformin.[1-9]
Sejumlah penelitian menemukan bahwa pemberian metformin belum konsisten dalam menurunkan HbA1c pasien DM tipe I. Namun, metformin terbukti mampu mengurangi dosis insulin, dan menurunkan berat badan. Selain itu, hasil studi REMOVAL menunjukkan bahwa metformin dapat mengurangi progresi aterosklerosis dan kadar kolesterol low density lipoprotein (LDL) pada pasien DM tipe 1.[1-8]
Efek samping pemberian metformin yang paling sering dilaporkan adalah diare, mual, muntah, dan rasa tidak nyaman pada perut. Selain itu, ada pula risiko asidosis laktat pada pasien insufisiensi ginjal. Petrie et al melaporkan risiko defisiensi vitamin B12 pada penggunaan metformin jangka panjang. Kombinasi metformin dan terapi insulin intensif dapat menimbulkan hipoglikemia jika dosis insulin tidak disesuaikan.[1,3-8]
Incretin Mimetic
Incretin mimetic diwakili oleh golongan agonis reseptor glucagon like peptide-1 (GLP-1) dan inhibitor dipeptydil peptidase-4 (DPP-4). Mereka bekerja dengan meniru efek inkretin endogen yang berperan dalam meningkatkan sekresi insulin post prandial, menghambat apoptosis sel beta pankreas, menurunkan sekresi glukagon, memperlambat pengosongan lambung, dan meningkatkan rasa kenyang. [1,3-7]
Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa agonis reseptor GLP-1 (liraglutide) bermanfaat pada DM tipe 1 dalam hal mengurangi dosis insulin, menurunkan berat badan, serta mengurangi HbA1c tapi tidak ditemukan efek perbaikan sel beta pankreas (kadar c-peptide tidak meningkat).
Raman et al dan Hari Kumar et al mengevaluasi penggunaan exenatide pada pasien DM tipe 1 menemukan bahwa exenatide mampu mengurangi dosis insulin, mengurangi HbA1c dan menurunkan berat badan. Sedangkan untuk inhibitor DPP-4 (sitagliptin, vildagliptin saxagliptin), data awal penelitian menunjukkan adanya penurunan kadar glukagon, peningkatan kadar GLP-1, dan penurunan dosis insulin tetapi dampaknya belum signifikan untuk penurunan HbA1c.[1,3-7]
Efek samping yang paling sering dilaporkan pada penggunaan liraglutide adalah mual, distensi abdomen, supresi nafsu makan, dispepsia, diare, dan muntah. Namun keluhan tersebut bersifat transien dan akan hilang setelah satu minggu dengan titrasi dosis. Selain itu, penelitian ADJUNCT ONE dan ADJUNCT TWO menemukan bahwa penggunaan liraglutide meningkatkan risiko ketosis. Risiko hipoglikemia tidak bertambah pada kombinasi liraglutide dan insulin. Efek samping penggunaan inhibitor DPP-4 pada pasien DM tipe 1 antara lain hipoglikemia, mual, dan infeksi saluran kemih. Tidak ada laporan ketoasidosis pada penggunaan inhibitor DPP-4.[1,3-7]
Inhibitor SGLT
Inhibitor sodium-glucose transport (SGLT) terdiri dari inhibitor SGLT-2 dan dual inhibitor SGLT (SGLT-1 dan 2). Inhibitor SGLT-2 berperan dalam menghambat reabsorpsi glukosa pada tubulus proksimal ginjal. Sedangkan inhibitor dual SGLT-1 dan2 menghambat absorpsi glukosa di intestinal maupun ginjal. Penggunaan inhibitor SGLT bermanfaat untuk menurunkan ekskursi kadar glukosa post prandial.[1,3-7]
Masih ada keterbatasan data penelitian tentang penggunaan agen inhibitor SGLT-2 pada DM tipe 1. Data awal penelitian menunjukkan bahwa dapaglifozin, canaglifozin dan empaglifozin dapat mengurangi kadar glukosa puasa dan HbA1c. Selain itu, canaglifozin dan empaglifozin dapat pula menurunkan berat badan.
Efek samping penggunaan inhibitor SGLT-2 pada DM tipe 1 serupa dengan DM tipe 2 yakni masalah terkait volume seperti dehidrasi, infeksi saluran kemih, dan hipoglikemia. Namun, ada beberapa penelitian yang melaporkan kejadian ketoasidosis pada penggunaan inhibitor SGLT-2.[1,3-6]
Belum lama ini, dilakukan penelitian terhadap sotaglifozin (inhibitor dual SGLT-2 dan SGLT-1) pada pasien DM tipe 1. Data awal penelitian menemukan bahwa sotaglifozin mampu menurunkan dosis insulin, kadar HbA1c, berat badan, dan tekanan darah sistolik. Efek samping yang dilaporkan adalah diare, mual, hipoglikemia, dan efek samping serius ketoasidosis.[1,3-6]
Integrasi Obat Antihiperglikemik Selain Insulin pada Pedoman DM tipe I
Berdasarkan data percobaan klinis yang ada, baik FDA dan pedoman klinis terkini American Diabetes Association (tahun 2019), telah mengesahkan penggunaan pramlintide untuk penanganan DM tipe 1. Obat antihiperglikemik lainnya masih berada dalam status evaluasi. Penggunaan pramlintide dimaksudkan sebagai terapi adjunctive (pelengkap) bersama insulin pada penatalaksanaan hiperglikemia pasien DM tipe 1 dan tidak diberikan secara terpisah.[4,9]
Kesimpulan
Meskipun sebagian besar masih dalam status evaluasi untuk efikasi dan keamanan, sejumlah obat antihiperglikemik bukan insulin yang sering digunakan pada kasus diabetes mellitus tipe 2 ditemukan berpotensi sebagai terapi pelengkap dalam penatalaksanaan hiperglikemia pada pasien DM tipe 1. Obat-obatan ini digunakan bersamaan dengan insulin dan dilaporkan mampu menurunkan kadar HbA1c, berat badan, dan tekanan darah. Golongan obat antihiperglikemik yang dimaksud adalah golongan amylin analog, biguanid, incretin mimetics, serta inhibitor sodium-glucose transport (SGLT).