Pemeriksaan kedokteran nuklir bermanfaat untuk mendeteksi proses infeksi atau inflamasi di tahap awal/dini, sehingga dapat berperan dalam diagnosis penyakit tuberkulosis. Seperti diketahui, tuberkulosis (TB) tidak hanya melibatkan organ paru, tetapi juga dapat melibatkan berbagai organ ekstraparu dengan lokasi infeksi multipel.[4]
Penegakkan diagnosis TB ekstraparu lebih sulit karena lokasi infeksi seringkali sulit diakses untuk pengambilan sampel jaringan. Oleh karena itu, diperlukannya metode pencitraan non-invasif dalam mendeteksi dan menentukan lokasi infeksi tuberkulosis secara cepat dan tepat.[3,4]
Pemeriksaan Penunjang dalam Diagnosis Tuberkulosis
Sebenarnya, pencitraan anatomis (seperti rontgen toraks) tidak dapat digunakan untuk menegakan diagnosis infeksi TB pada tahap awal perjalanan penyakit. Pencitraan anatomis baru dapat secara signifikan menilai kerusakan jaringan yang ditimbulkan oleh infeksi bakteri Mycobacterium tuberculosis pada tahap lanjut.
Kultur sputum merupakan standar baku emas dalam menegakkan diagnosis TB paru. Namun, pemeriksaan ini memerlukan inkubasi selama 2–8 minggu dan sangat dipengaruhi oleh jumlah bakteri pada sampel jaringan yang diperiksa. Saat ini, WHO merekomendasi pemeriksaan GeneXpert yang dapat secara cepat mendeteksi DNA Mycobacterium dari sputum atau sampel jaringan.
Pemeriksaan GeneXpert juga secara simultan dapat menilai mutasi genetik bakteri terhadap resistensi rifampisin. Akan tetapi, pemeriksaan ini hanya dapat dilakukan di laboratorium dengan peralatan yang memadai, serta keberhasilannya ditentukan oleh kualitas serta kecukupan pengambilan sampel jaringan.[2-4]
Pencitraan Kedokteran Nuklir
Pemeriksaan kedokteran nuklir terutama digunakan untuk mendiagnosis TB ekstraparu. Teknik pencitraan di kedokteran nuklir menggunakan radiofarmaka bersifat noninvasif, sensitif, dan cepat untuk mendeteksi proses inflamasi di tahap awal. Pencitraan di kedokteran nuklir menggunakan dua kamera, yaitu kamera SPECT (single photon emission tomography) dan kamera PET (positron emission tomography).[4]
Pencitraan Diagnostik SPECT
Radiofarmaka yang secara klinis sudah pernah digunakan bersama kamera SPECT untuk mendeteksi infeksi TB antara lain Tc-99m MIBI, Tc-99m tetrofosmin, thallium 201, Ga-67 citrate, dan Tc-99m ciprofloxacin. Namun, penggunaan radiofarmaka tersebut memiliki keterbatasan, yaitu tidak spesifik mendeteksi Mycobacterium.
SPECT dengan Tc-99m Ethambutol:
Ethambutol merupakan antibiotik spesifik Mycobacterium, yang bekerja menghambat asam mikolat pada membran sel. Studi oleh Verma et al menunjukan bahwa ethambutol yang ditandai dengan technetium-99m (Tc-99m) secara spesifik akan ditangkap/diambil oleh M. tuberculosis, sehingga lokasi bakteri dapat tercitra menggunakan kamera SPECT.
Penelitian in vivo menunjukan biodistribusi radiofarmaka Tc-99m ethambutol konsisten dengan farmakokinetik ethambutol sebagai obat antituberkulosis. Tangkapan Tc-99m ethambutol pada lesi tuberkulosis bersifat menetap, karena terikat pada asam mikolat di dinding sel Mycobacterium. Sementara, tangkapan ethambutol pada lesi non-tuberkulosis akan cepat dilepaskan. Tangkapan Tc-99m ethambutol tidak ditemukan pada kasus TB dorman[3,5].
Kartamihardja et al meneliti performa diagnostik Tc-99m ethambutol scan dalam mendeteksi dan menentukan lokasi infeksi TB. Sebanyak 168 pasien tersangka TB menjalani pemeriksaan SPECT setelah 1 jam dan 4 jam penyuntikan Tc-99m ethambutol.[3]
Hasil penelitian mendapatkan nilai sensitivitas 93,9%, spesifisitas 85,7%, nilai prediktif positif 93,9%, nilai prediktif negatif 85,7%, dan akurasi 91,4%, untuk kasus TB paru. Sementara, untuk kasus TB ekstraparu, mendapatkan nilai sensitivitas 95,5%, spesifisitas 77,8%, nilai prediktif positif 97,9%, nilai prediktif negatif 63,6%, dan akurasi 85,1%.[3]
Gambar 1. Keterangan A: citra anterior dan posterior seluruh tubuh pada individu normal yang menunjukan biodistribusi Tc-99m ethambutol; B: citra anterior dan posterior seluruh tubuh pasien penderita TB paru yang menunjukan tangkapan patologis di lobus superior paru kanan.(Sumber: Kartamihardja et al, 2018)
Prayudi et al melaporkan peran pencitraan SPECT Tc-99m ethambutol dalam menegakan diagnosis TB pada pasien dengan gejala sesak nafas progresif, batuk, demam, dan nyeri dada. Pasien ini memiliki hasil CT scan toraks gambaran tree-in-bud di lobus superior paru kanan, masa peribronkial kanan, efusi pleura kanan, dan limfadenopati multipel. Hasil kultur sputum dan Xpert MTB-RIF assay negatif.[6]
Dari hasil pencitraan SPECT Tc-99m ethambutol, ditemukan penangkapan radioaktivitas yang meningkat dengan berjalannya waktu di paru kanan, beberapa kelenjar getah bening, dan tulang. Hasil tersebut sesuai untuk infeksi TB diseminata.[6]
Laporan oleh Prayuri et al ini menunjukkan bahwa deteksi TB di negara endemis, termasuk Indonesia, cukup sulit. TB disebutkan sebagai great imitator, misalnya TB paru yang memiliki manifestasi klinis menyerupai berbagai penyakit paru, seperti keganasan paru. Gejala klinis TB dan keganasan paru antara lain demam, batuk, hemoptisis, penurunan berat badan, dan anoreksia[6].
Pencitraan Diagnostik PET
PET fluorine-19 fluorodeoxyglucose (PET FDG) merupakan salah satu teknik pencitraan kedokteran nuklir 3 dimensi, non-invasif, dan sensitif dalam menilai aktivitas metabolisme keganasan. FDG merupakan analog glukosa dan dapat memasuki sel layaknya glukosa, melalui glucose transporter (GLUT). Di dalam sel, FDG akan difosforilasi menjadi glucose-6 phosphate oleh enzim heksokinase, kemudian terperangkap dalam sel dan tidak dimetabolisme lebih jauh.
Akumulasi FDG dalam jaringan dapat diukur secara semikuantitatif, dengan menggunakan nilai standardized uptake value (SUV). Inflamasi adalah respon jaringan terhadap injury, termasuk iritasi, infeksi, atau trauma. Tubuh merespon stimulus dengan mengaktifkan kaskade inflamasi, berupa hiperemia lokal, pelepasan protein seperti fibrin dan immunoglobulin, dan infiltrasi sel inflamasi.
Proses inflamasi juga mengakumulasi FDG, karena aktivasi sel darah putih (neutrofil dan limfosit), yang menunjukan ekspresi GLUT tinggi (khususnya GLUT-1 dan GLUT-3). Sebagai komponen utama respon tubuh terhadap infeksi, makrofag juga menunjukan peningkatan regulasi GLUT-1 yang akan mengakumulasi FDG. Peningkatan akumulasi FDG juga terjadi melalui pelepasan sitokin dan growth factors pada proses inflamasi.[7,8]
Yudistiro et al melaporkan pemanfaatan PET FDG pada pasien dengan riwayat diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL) yang diduga mengalami kekambuhan keganasan. Hasil pemeriksaan PET FDG awal menunjukan akumulasi FDG pada kelenjar getah bening (leher, mediastinum, dan aksila), hepar, mesokolon, dan tulang.[9]
Akan tetapi, hasil biopsi eksisi kelenjar getah bening leher memberikan hasil limfadenitis granulomatosa akibat tuberkulosis. Setelah pemberian obat anti tuberkulosis (OAT) selama 1 tahun, klinis pasien menunjukan respon positif dan konfirmasi PET FDG menunjukan respon metabolik lengkap. Hal ini menunjukan PET FDG dapat memberikan informasi infeksi tuberkulosis.[9]
Gambar 2. Keterangan A: citra PET FDG pre-terapi OAT; B: citra PET FDG pasca terapi OAT yang menunjukan respon metabolik lengkap.(sumber: Ryan et al, 2020)
Kesimpulan
Penegakan diagnosis tuberkulosis secara dini dan diikuti dengan pengobatan yang adekuat akan dapat mencegah transmisi tuberkulosis (TB). Pemeriksaan kultur bakteri, sebagai pemeriksaan baku emas dalam diagnosis TB, memerlukan waktu cukup lama (minimal 2‒8 minggu). Pemeriksaan GeneXpert dapat secara cepat mendeteksi DNA Mycobacterium. Selain itu, keberhasilan pemeriksaan GeneXpert dipengaruhi oleh kualitas dan kecukupan pengambilan sampel jaringan.
Radiofarmaka Tc-99m ethambutol terikat pada asam mikolat di dinding sel Mycobacterium, sehingga dapat digunakan bersama kamera SPECT untuk mendeteksi dan menentukan lokasi infeksi TB paru dan ekstraparu. Performa diagnostik kedokteran nuklir ini cukup baik dalam waktu cepat.
Selain SPECT dengan radiofarmaka Tc-99m ethambutol, pemeriksaan PET FDG memungkinkan penilaian akumulasi FDG secara semikuantitatif, sehingga dapat digunakan untuk memantau dan menilai respon terapi infeksi TB. FDG merupakan analog glukosa akan terakumulasi pada proses infeksi dan inflamasi.
Pemeriksaan kedokteran nuklir dalam penyakit tuberkulosis sangat bermanfaat untuk mendiagnosis TB, terutama TB ekstraparu dan kasus TB di daerah endemis.