Pemilihan analgesik oral untuk nyeri dental akut perlu mempertimbangkan potensi manfaat dan risiko pada masing-masing pasien. Nyeri dental adalah tanda peringatan yang diaktivasi akibat kerusakan jaringan dental selama proses patologis. Pendekatan farmakologi nyeri dental, atau odontogenik, difokuskan tidak hanya untuk menghilangkan rasa sakit tetapi harus dapat menekan faktor penyebab nyeri, dengan pencapaian tingkat analgesia yang memuaskan pada dosis serendah mungkin.[1-3]
Obat analgesik oral untuk tata laksana nyeri dental akut dapat diklasifikasikan menjadi opioid dan nonopioid. Analgesik nonopioid meliputi obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan paracetamol. OAINS dapat dibagi lagi menjadi selektif siklooksigenase (COX)-1 dan selektif COX-2.[3,4]
Obat Antiinflamasi Nonsteroid (OAINS)
Obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) bekerja dengan mengurangi produksi prostaglandin melalui penghambatan enzim siklooksigenase (COX). OAINS menghambat COX-1 dan COX-2 pada derajat yang berbeda. Obat golongan ini memiliki khasiat terapeutik berupa antiinflamasi, analgesik, dan antipiretik.[3,5] Saat ini, telah banyak OAINS tersedia di pasaran, misalnya aspirin, ibuprofen, naproxen, ketoprofen, indometacin, diklofenak, ketorolac, dan piroxicam.[2,3,6]
Meskipun aman jika digunakan dalam waktu singkat, OAINS dapat menyebabkan mulas, mual, muntah, diare, dan efek samping serius seperti ulkus peptikum dan perforasi lambung. Hal ini terjadi karena kerja OAINS dapat menghambat produksi prostaglandin di mukosa lambung, menyebabkan penurunan sekresi lendir dan bikarbonat, serta peningkatan sekresi asam lambung.
Pada pasien yang berisiko tinggi penyakit gastrointestinal, OAINS dapat diresepkan dalam kombinasi dengan agen pelindung mukosa lambung atau inhibitor sekresi asam lambung, seperti inhibitor pompa proton (PPI). Namun, perlu diketahui bahwa studi terbaru menunjukkan penggunaan PPI dapat mempotensiasi perdarahan dan enteropati. Perubahan mikrobiota usus dan risiko kanker akibat PPI juga menyebabkan obat ini tidak dapat digunakan dalam jangka panjang.
Penggunaan OAINS perlu dihindari pada pasien dengan risiko gangguan ginjal, usia lanjut, penyakit kardiovaskular, dan hipertensi.[3,7-9]
Ibuprofen
Telah banyak bukti ilmiah melaporkan bahwa penggunaan jangka pendek ibuprofen sangat efektif untuk mengatasi nyeri derajat ringan-sedang dan merupakan salah satu analgesik yang paling sering diresepkan oleh dokter gigi. Untuk nyeri dental ringan, dosis ibuprofen yang dianjurkan adalah 200-400 mg setiap 4-6 jam. Dalam kisaran dosis ini, potensi efek samping gastrointestinal, hepar, atau kardiovaskular ibuprofen dilaporkan lebih rendah dibandingkan OAINS lain.
Jika dosis tersebut tidak memberikan efek analgesia yang cukup, dosis dapat ditingkatkan menjadi 400-600 mg.[3, 4]
Naproxen
Naproxen memiliki durasi yang lebih lama dan efek antiinflamasi yang lebih kuat dibandingkan ibuprofen. Tetapi, naproxen memiliki risiko efek samping dan toksisitas gastrointestinal lebih tinggi. Oleh karena itu, naproxen dapat dijadikan alternatif pada kasus dimana nyeri tidak dapat dihilangkan dengan ibuprofen dosis adekuat.
Naproxen dapat diberikan dalam dosis 375-500 mg dua kali sehari. Dosis maksimal 1500 mg per hari. Pengobatan diberikan dalam jangka pendek.[3,4,7]
Inhibitor Selektif COX-2
Obat inhibitor selektif COX-2 dikembangkan untuk menghindari efek samping gastrointestinal dan perdarahan yang disebabkan oleh penghambat COX-1. Beberapa contoh obat inhibitor selektif COX-2 adalah celecoxib, etoricoxib, dan polmacoxib.
Walaupun insidensinya rendah, golongan obat ini dapat meningkatkan risiko trombosis dan menyebabkan efek samping kardiovaskular, seperti penyakit jantung iskemik, gagal jantung, hipertensi, dan stroke. Oleh karenanya, pemberian harus hati-hati, terutama pada pasien berisiko tinggi penyakit kardiovaskular.[3,5,6]
Paracetamol
Paracetamol memiliki aktivitas antiinflamasi minimal. Efek penghambatan pada aktivitas COX perifer rendah, dan memiliki risiko rendah untuk menginduksi efek samping gastrointestinal dan kardiovaskular, serta tidak memperpanjang waktu perdarahan. Paracetamol juga aman digunakan pada wanita hamil.
Pada kasus nyeri dental akut, paracetamol dapat digunakan sebagai obat alternatif pada individu yang tidak dapat mentolerir OAINS. Tetapi, perlu diketahui bahwa paracetamol yang digunakan dalam dosis berlebihan dapat menyebabkan intoksikasi dan kerusakan hati serius. Paracetamol tidak boleh dikonsumsi lebih dari 4 gram per hari. Paracetamol juga tidak direkomendasikan pada pasien dengan alcohol use disorder dan penyakit hati derajat berat.
Pada nyeri dental akut, paracetamol juga dapat digunakan untuk nyeri ringan dan dapat dikombinasikan dengan OAINS atau analgesik opioid untuk meningkatkan efikasi.[1,3,4]
Opioid
Dalam praktik kedokteran gigi, analgesik opioid dipilih pada nyeri derajat sedang hingga berat. Analgesik opioid yang paling umum diresepkan adalah hidrokodon, codeine, oksikodon, dan tramadol. Opioid dapat menyebabkan berbagai efek samping, termasuk mual, muntah, konstipasi, retensi urin, depresi napas, penurunan kesadaran, gangguan tidur, ketergantungan, dan kecanduan.
Meskipun secara historis potensi dan kemanjuran analgesik nonopioid dianggap lebih rendah daripada opioid, berbagai bukti ilmiah menunjukkan bahwa analgesik nonopioid lebih efektif dalam mengurangi nyeri gigi pasca operasi. Namun, jika analgesik nonopioid gagal menghilangkan rasa sakit, pemberian opioid dapat dipertimbangkan.
Dalam praktik kedokteran gigi, obat analgesik opioid lebih sering diresepkan dalam kombinasi dengan paracetamol atau OAINS dibandingkan pemberian opioid secara tunggal. Dosis standar opioid dalam kedokteran gigi adalah:
- Codeine 30-60 mg
- Hidrokodon 5-10 mg
- Oksikodon 5-10mg
Sementara itu, tramadol dinilai memiliki efek samping yang lebih rendah dibandingkan analgesik opioid lain. Tramadol sering digunakan untuk meredakan nyeri bedah mulut akut dengan dosis 50 mg.[3,5,7]
Faktor Pertimbangan Pemilihan Analgesik Oral pada Nyeri Dental Akut
Dalam memilih analgesik oral untuk nyeri dental akut, dokter perlu memikirkan usia pasien, prosedur dental yang dilakukan, dan riwayat kesehatan sistemik pasien.
Usia Pasien
Secara umum, paracetamol dan OAINS lebih dipilih pada anak, dan opioid hanya diberikan pada kasus nyeri yang sangat berat. Pada pasien anak, perlu dipastikan dosis yang diberikan sesuai dengan usia dan berat badan.
Sementara itu, lansia biasanya memerlukan pembatasan dosis analgesik opioid karena adanya potensi penurunan metabolisme dan ekskresi yang berpengaruh pada farmakokinetik dan farmakodinamik obat. OAINS tidak disarankan penggunaannya pada lansia, sedangkan paracetamol masih dapat diberikan.
Prosedur Dental yang Dilakukan
Prosedur dental dapat menginduksi nyeri pada pasien. Dokter bisa memperkirakan derajat nyeri yang akan timbul, sehingga dapat memberikan analgesik yang sesuai. Sebagai contoh, tindakan frenektomi, gingivektomi, scaling, dan prosedur endodontik rutin umumnya menyebabkan nyeri derajat ringan. Sementara itu, operasi periodontal, implant kompleks, dan bony impaction surgery parsial atau penuh umumnya menyebabkan nyeri derajat berat.
Riwayat Sistemik Pasien
Ada beberapa kondisi sistemik yang perlu dipertimbangkan dalam memilih analgesik pada pasien dengan nyeri dental. Insufisiensi hepar dan ginjal dapat mempengaruhi metabolisme dan eliminasi obat tertentu, misalnya paracetamol dan ibuprofen, sehingga diperlukan penyesuaian dosis atau penggantian ke obat analgesik lainnya.
Pada penggunaan OAINS, risiko efek samping gastrointestinal dan kardiovaskular juga perlu dipertimbangkan. Pasien dengan peningkatan risiko iritasi gastrointestinal atau kejadian trombosis perlu diawasi selama penggunaan OAINS.[1,2,4]
Tabel 1. Rangkuman Dosis Analgesik pada Nyeri Dental
Penyebab Nyeri | Analgesik | Dosis Dewasa | Potensi Efek Samping |
Nyeri dental akut | Ibuprofen | 200-400 mg setiap 6-8 jam | Ulkus gaster, perdarahan, diare, hepatotoksisitas, alergi, ruam kulit, urtikaria, hepatotoksisitas, infark miokard, atherothrombosis, gagal jantung, stroke iskemik Opioid: depresi napas, penyalahgunaan. |
Ketoprofen | 25-75 mg setiap 6-8 jam | ||
Diklofenak | 50 mg 3 kali sehari | ||
Naproxen | 500 mg, diikuti 250 mg setiap 6-8 jam | ||
Paracetamol | 500-1000 mg 3 kali sehari | ||
Celecoxib | 200 mg 2 kali sehari | ||
Codeine/Paracetamol | 30-60/325-650 mg setiap 4-6 jam | ||
Nyeri pasca operasi, nyeri orthodontik, nyeri dari jaringan pulpal atau periapikal | Ibuprofen | 200-400 mg setiap 6-8 jam | Efek samping terkait OAINS pada umumnya |
Ibuprofen/paracetamol | 400/1000 mg setiap 6-8 jam | ||
Naproxen | 220 mg setiap 12 jam | ||
Operasi impaksi molar ketiga, Pengobatan kanal saraf | Diklofenak/Paracetamol | 100/1000 mg dosis tunggal, dilanjutkan observasi 8 jam | Mual, mengantuk, sakit kepala |
Ibuprofen/Paracetamol | 600/1000 mg 30 menit sebelum atau setelah tindakan | ||
Ekstraksi molar ketiga, nyeri berat, pengobatan endodontik, dan kelainan sendi temporomandibula | Hidrokodon | 10 mg setiap 4-6 jam | Mual, sedasi, konstipasi, adiksi, gangguan tidur |
Oksikodon | 5 mg setiap 6 jam | ||
Codeine | 60 mg setiap 6 jam | ||
Tramadol | 50-75 mg setiap 4-6 jam | ||
Nyeri dental sangat berat | Oksikodon/ ibuprofen | 5/400 mg setiap 6 jam | Mual, sedasi, konstipasi, adiksi, gangguan tidur |
Oksikodon/paracetamol | 5/500 mg setiap 6 jam | ||
Hidrokodon/paracetamol | 5/325 mg atau 7,5/500 mg setiap 4-6 jam |
Sumber: Krasniqi et al, 2017.[2]
Kesimpulan
Dalam memberi analgesik pada kasus nyeri dental akut, dokter perlu mempertimbangkan usia pasien, prosedur dental yang dilakukan, dan riwayat sistemik pasien. Secara umum, obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) dan paracetamol adalah pilihan pada kasus nyeri ringan-sedang. Opioid dapat digunakan pada kasus nyeri berat atau jika ada kontraindikasi pemberian OAINS dan paracetamol.