Pilihan Pemeriksaan Radiologi untuk Stroke Hemoragik

Oleh :
dr. Anyeliria Sutanto, Sp.S

Dalam menentukan diagnosis stroke hemoragik, pemeriksaan radiologi seperti CT scan kepala menjadi penting untuk mengidentifikasi lokasi dan tingkat keparahan perdarahan otak. Stroke hemoragik merupakan stroke akibat pecahnya pembuluh darah. Stroke hemoragik dibagi menjadi perdarahan intraserebral (ICH) dan perdarahan subaraknoid (SAH). ICH terjadi karena pecahnya pembuluh darah pada parenkim otak, sedangkan SAH terjadi akibat pecah pembuluh darah pada ruang subaraknoid.[1]

Peran Pemeriksaan Radiologi Pada Stroke Hemoragik

Gejala stroke hemoragik bergantung pada lokasi perdarahan serta penyebab hemoragik. Gejala utama biasanya berupa nyeri kepala, defisit neurologis fokal, kejang, serta penurunan kesadaran. Onset stroke hemoragik biasanya akut dan progresif, meskipun pada kasus stroke hemoragik akibat massa onset dapat lebih lambat. Pada pasien yang dicurigai mengalami stroke, pemeriksaan radiologi atau pencitraan otak sangat diperlukan untuk membedakan stroke hemoragik dari stroke iskemik serta mengetahui volume perdarahan.

Radiologi untuk Stroke Hemoragik

Modalitas pencitraan yang paling banyak digunakan adalah CT scan kepala. Pemeriksaan ini merupakan baku emas untuk deteksi stroke hemoragik akut karena ketersediaan yang luas, pemeriksaan yang cepat, akurasi diagnostik tinggi, serta kemudahan penggunaan. CT scan sebaiknya dilakukan pada fase hiperakut yakni 0-6 jam dari onset.[1-5]

Pilihan pemeriksaan lain adalah CT angiografi (CTA) dan MRI otak. CT angiografi digunakan untuk mengidentifikasi penyebab perdarahan yang dapat diobati seperti aneurisma, malformasi AV, dan trombosis vena serebral. Sementara itu, MRI dapat mendeteksi adanya patologi lain, etiologi yang mendasari, serta mendeteksi transformasi dari stroke iskemik ke stroke hemoragik.[6]

Gambaran Stroke Hemoragik pada Berbagai Modalitas Radiologi

Seperti telah disebutkan sebelumnya, CT scan kepala merupakan pemeriksaan yang paling banyak digunakan pada pasien dengan gejala stroke. Non-contrast CT scan (NCCT) biasanya adalah yang menjadi pilihan, terutama di instalasi gawat darurat.[2]

Non-Contrast CT Scan

Non-contrast CT scan (NCCT) sering menjadi modalitas pertama yang dilakukan pada pasien yang dicurigai mengalami stroke untuk mendeteksi atau mengeksklusi stroke hemoragik. Pada NCCT, kasus stroke hemoragik onset hiperakut akan menunjukkan gambaran hiperdens dikelilingi dengan gambaran hipodens yang menunjukkan adanya edema.

NCCT dapat menentukan apakah suatu perdarahan bersifat akut, subakut, atau kronis berdasarkan atenuasi hematoma pada Hounsfield unit (HU). NCCT juga dianggap sebagai baku emas dalam mengukur volume hematoma. Perhitungan volume hematoma dapat dilakukan dengan metode ABC/2. Beberapa studi melaporkan bahwa estimasi volume hematoma bisa tidak tepat, terutama jika bentuk ICH tidak teratur.

Selain itu, telah ada beberapa studi yang berupaya mengidentifikasi penanda deskriptif ICH pada NCCT. Ini mencakup blend sign, hipodensitas, swirl sign, black hole sign, islands sign, satellite sign, dan fluid lever. Ada beberapa bukti mengindikasikan bahwa penanda ini merupakan prediktor yang dapat diandalkan untuk stroke hemoragik meskipun tingkat akurasi yang disampaikan antar studi masih bervariasi.[2]

CT Angiografi

CT angiografi (CTA) utamanya dilakukan untuk mengidentifikasi penyebab perdarahan yang bisa diobati, seperti aneurisma dan malformasi AV. CTA juga dapat dilakukan sebagai modalitas tambahan untuk menilai perluasan perdarahan yang ditandai dengan adanya ekstravasasi kontras aktif, akumulasi kontras pada hematoma, serta spot sign pada CTA. CTA biasanya dilakukan hingga dua hari setelah pemeriksaan NCCT.[4-6]

CTA memiliki sensitivitas mencapai 95% dan spesifisitas mencapai 100% dalam mendeteksi malformasi vaskular dan kelainan lain yang bisa mendasari terjadinya stroke hemoragik. Lebih lanjut, adanya spot sign pada CTA memiliki sensitivitas 51% dan spesifisitas 88% dalam mendeteksi perluasan perdarahan pada stroke hemoragik. Pemeriksaan ini telah banyak menggantikan penggunaan digital subtraction angiography (DSA) pada praktik klinis.[2,6]

MRI Otak

Pemeriksaan lainnya yang dapat dilakukan adalah MRI. MRI dengan echo-planar gradient echo atau susceptibility-weighted sequences dapat mendeteksi stroke hemoragik dengan akurasi yang tinggi. Studi yang membandingkan akurasi MRI dan CT scan pada deteksi ICH akut menunjukkan bahwa pemeriksaan MRI memiliki nilai akurasi yang sebanding dengan CT scan untuk mendeteksi perdarahan akut dan lebih akurat dalam deteksi ICH kronis dibandingkan CT scan.

Keuntungan penggunaan MRI adalah dapat membedakan transformasi stroke infark ke hemoragik dengan stroke hemoragik primer. Pemeriksaan ini juga bisa membantu mengidentifikasi penyebab perdarahan, seperti malformasi vaskuler termasuk kavernoma, tumor, dan trombosis vena serebral. Meski begitu, penggunaan MRI dibatasi oleh ketersediaan, waktu yang lebih lama untuk melakukan pemindaian, tidak cocok untuk pasien yang tidak stabil, dan kontraindikasi pada pasien yang menggunakan alat pacu jantung dan implan bedah lainnya.[2,5,6]

Computed Tomography Perfusion (CTP)

CTP jarang digunakan dalam diagnosis stroke hemoragik. Meski begitu, pemeriksaan ini dapat digunakan untuk memperoleh informasi lebih lanjut tentang aliran darah dan perfusi otak. Pemeriksaan ini bermanfaat dalam mengevaluasi volume dan kecepatan aliran darah, waktu transit, dan ketersediaan oksigen di dalam jaringan otak.

Keunggulan CTP adalah kemampuannya untuk memberikan informasi dinamis tentang perfusi otak dengan cepat. Ini memungkinkan deteksi dini dan evaluasi yang lebih akurat terkait dengan perdarahan. Di sisi lain, pemeriksaan ini memiliki paparan radiasi yang tinggi dan interpretasi pemeriksaannya cukup sulit dikuasai. Pemeriksaan ini juga tidak selalu dapat membedakan dengan jelas antara perdarahan dan infark.[2,6]

Digital Subtraction Angiography (DSA)

Saat ini, peran DSA telah banyak digantikan oleh CTA. DSA dapat dilakukan ketika hasil pemeriksaan pencitraan non-invasif, seperti CT scan atau MRI, tidak memberikan gambaran yang memadai atau ketika diperlukan informasi yang lebih rinci tentang pembuluh darah otak. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dalam situasi darurat ketika diperlukan intervensi cepat, seperti dalam kasus ruptur aneurisma yang menyebabkan SAH atau ICH.

Keunggulan utama DSA adalah kemampuan untuk memberikan gambaran yang sangat rinci dan real-time tentang aliran darah dan struktur pembuluh darah, memungkinkan identifikasi langsung sumber perdarahan atau masalah vaskular lainnya. Pemeriksaan ini juga memungkinkan diagnosis dan terapi dengan endovascular coiling untuk dilakukan dalam satu prosedur. Namun, keterbatasannya adalah sifat invasif dari prosedur ini, yang melibatkan penyisipan kateter ke dalam pembuluh darah. Prosedur ini dapat menyebabkan komplikasi seperti infeksi atau kerusakan pada pembuluh darah, serta memaparkan pasien pada radiasi yang tinggi.[2,6]

Kesimpulan

Pada pasien yang dicurigai mengalami stroke, pemeriksaan radiologi sangat penting untuk menegakkan diagnosis stroke hemoragik atau iskemik. Di instalasi gawat darurat, non-contrast CT scan (NCCT) umumnya menjadi pilihan pertama untuk keperluan diagnostik karena cara pemeriksaan yang mudah, ketersediaan yang luas, dan hasil pemeriksaan yang cepat. Lebih lanjut, jika diperlukan identifikasi sumber perdarahan yang lebih rinci atau evaluasi mengenai penyebab yang mendasari perdarahan otak, dapat dilakukan pemeriksaan tambahan seperti CT angiografi, MRI otak, CT perfusi, dan digital subtraction angiography (DSA).

Referensi