Stop Memberikan Morfin pada Pasien dengan Gagal Jantung

Oleh :
dr. Andrian Yadikusumo, Sp.An

Manfaat pemberian morfin pada kasus gagal jantung perlu dipertanyakan. Meski ada beberapa pedoman zaman dahulu yang menyarankan pemberian morfin untuk penatalaksanaan gagal jantung, bukti yang mendukung manfaatnya masih kurang kuat. Di sisi lain, ada risiko seperti sedasi, depresi pernapasan, dan muntah yang menyebabkan aspirasi yang perlu digarisbawahi.[1,2]

Kontroversi Penggunaan Morfin pada Gagal Jantung

Morfin sering digunakan untuk mengurangi sensasi subjektif sesak napas (breathlessness) pada pasien gagal jantung. Morfin biasanya dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan secara bertahap hingga mendapat respons optimal. Meski begitu, morfin telah dikaitkan dengan kejadian tidak diinginkan seperti depresi napas, infark miokard, dan peningkatan mortalitas rumah sakit.[2,3]

Stop Memberikan Morfin pada Gagal Jantung

Persepsi sesak napas diproses di area otak yang kaya akan reseptor opioid. Atas dasar ini, pemberian opioid, seperti morfin, dianggap dapat mengurangi sensasi sesak napas, sedangkan pemberian antagonis opioid, seperti naloxone, telah dilaporkan meningkatkan sesak napas karena menghalangi kerja opioid endogen di otak.

Pada orang dengan sesak napas kronis akibat berbagai penyebab, terutama penyakit paru obstruktif kronis, morfin dosis rendah telah dilaporkan efektif menurunkan sesak napas pada penggunaan jangka pendek (7 hari). Namun, bukti yang ada masih kurang jelas untuk kasus gagal jantung, terutama gagal jantung kronis.[4]

Potensi Keuntungan Penggunaan Morfin

Morfin bisa membantu menurunkan laju napas dan memiliki efek meningkatkan suasana hati pasien yang dianggap dapat berpengaruh terhadap peningkatan kualitas hidup pasien gagal jantung fase lanjut yang tidak dalam kondisi dekompensasi. Morfin juga telah dilaporkan dapat meningkatkan efisiensi ventilasi, kemosensitivitas, dan durasi exercise testing pada pasien stabil dengan gagal jantung kronis New York Heart Association (NYHA) Kelas II/III.[2,5]

Keterbatasan Penggunaan Morfin

Meski begitu, efek dari morfin tidak spesifik menurunkan laju napas saja. Morfin juga dapat menyebabkan kejadian tidak diinginkan, mulai dari yang ringan hingga yang berat. Ini termasuk konstipasi, mual, muntah, dan depresi napas. Hal ini disebabkan adanya aktivasi dari reseptor opioid lainnya akibat pemberian morfin, baik dengan dosis rendah atau pun dosis tinggi, baik dalam bentuk lepas lambat atau sediaan standar. Lebih jauh lagi, morfin bisa menyebabkan terjadinya toleransi dan adiksi.[1-3,7]

Basis Bukti Ilmiah Manfaat atau Tidak Ada Manfaat Morfin Pada Gagal Jantung

Sebuah tinjauan sistematik terhadap uji klinis acak mengevaluasi efek penggunaan opioid terhadap sesak napas pada pasien gagal jantung. Hasil analisis menunjukkan tidak ada perbedaan signifikan antara kelompok intervensi dan plasebo. Lebih lanjut, beberapa efek samping seperti mual, muntah, konstipasi, dan penarikan diri dari studi lebih banyak pada kelompok opioid. Peneliti menyimpulkan bahwa penggunaan opioid untuk mengatasi sesak napas pada gagal jantung seharusnya menjadi pilihan terakhir jika opsi lain tidak berhasil atau dalam keadaan darurat.[1]

Dalam meta analisis lain yang mengevaluasi 20 studi dengan total 154.736 partisipan, didapatkan bahwa penggunaan opioid pada kasus gagal jantung akut meningkatkan risiko kematian di rumah sakit, penggunaan ventilasi invasif dan non-invasif, perawatan di unit rawat intensif, serta penggunaan inotropik. Namun, pada kasus gagal jantung kronis kelas II/III menurut klasifikasi NYHA, penggunaan opioid meningkatkan efisiensi ventilasi dan durasi tes latihan fisik.[5]

Dalam sebuah lain yang berupa studi retrospektif yang melibatkan 682 pasien, dilakukan evaluasi mengenai hubungan penggunaan opioid pada pasien gagal jantung kongestif dan luaran seperti durasi tinggal di rumah sakit (LOS), tingkat readmisi dalam 30 hari, serta tingkat mortalitas dalam 30 dan 90 hari setelah pulang dari rumah sakit. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa penggunaan opioid pada pasien gagal jantung kongestif tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap luaran klinis yang diukur.[6]

Efek Samping Morfin pada Pasien Gagal Jantung

Dari data di atas, bisa disimpulkan bahwa manfaat morfin dalam terapi gagal jantung tidak didukung oleh bukti yang kuat. Ditambah lagi, penggunaan morfin memiliki risiko komplikasi yang melebihi manfaat apapun.[1-3]

Depresi Napas

Reseptor opiat tersebar luas di korteks serebral, thalamus, baro dan kemoreseptor perifer di carotid bodies, dan mekanoreseptor pada jalan napas dan paru. Stimulasi reseptor–reseptor ini akan menyebabkan napas yang irregular dan napas dangkal yang dapat menimbulkan hiperkapnia dan hipoksia.[1,7]

Konstipasi

Reseptor opiat juga tersebar luas pada sistem nervus autonomik, terutama terdapat pada sistem gastrointestinal. Aktivasi reseptor ini membuat motilitas lambung menurun akibat inhibisi oleh asetilkolin pada neuron myenterik. Selanjutnya, stimulasi ini juga menurunkan sekresi klorida akibat inhibisi dari neuron submukosal sekretomotor, yang mengakibatkan penurunan laju air dalam lumen usus yang menyebabkan feses mengeras dan meningkatkan risiko konstipasi.[1,7]

Sinkop dan Hipotensi

Reseptor opiat juga terdapat pada jaringan otot jantung. Aktivitas reseptor ini menyebabkan hiperpolarisasi membran nervus vagus. Hasil ini membuat peningkatan respon parasimpatis serta vasodilatasi dan bradikardia yang menyebabkan hipotensi.[1,7,8]

Perubahan Siklus Tidur

Aktivasi reseptor opiat di formasio retikularis di pons membuat perubahan siklus tidur orang normal. Agonis opiat melalui stimulasi reseptor ini meningkatkan durasi tidur dangkal, dan menurunkan durasi tidur fase rapid eye movement (REM).[1,7,9]

Perubahan Mood

Stimulasi kronis dari morfin menurunkan fleksibilitas neuron dan produksi neuron di regio hipokampus yang menyebabkan terjadinya disregulasi mood.[1,7,10]

Toleransi Dan Adiksi

Terdapat hubungan antara adiksi dan toleransi terhadap penggunaan opiat kronis. Hal ini dikarenakan terjadinya penurunan produksi endorfin dan perubahan sistem stimulus reseptor yang membuat tubuh menjadi tidak efisien dalam menangani stressor normal yang muncul. Hal ini menyebabkan terjadinya fenomena hiperalgesia, dependensi, dan apabila tidak tertangani dengan baik dapat terjadinya adiksi.[1,7,11]

Kesimpulan

Morfin kerap diberikan pada kasus gagal jantung untuk mengatasi gejala subjektif sesak napas (breathlessness) yang dialami pasien. Morfin dianggap dapat memberikan efek penurunan laju napas, ansiolitik, dan vasodilator pada gagal jantung. Meski begitu, tidak ada bukti kuat yang mendukung manfaat pemberian morfin pada pasien gagal jantung. Ditambah lagi, morfin membawa risiko seperti depresi pernapasan, muntah yang menyebabkan aspirasi, dan penyalahgunaan

Referensi