Teknik Pemeriksaan Pemulangan Neonatus
Teknik pemeriksaan pemulangan neonatus dilakukan secara menyeluruh mulai dari keadaan umum, pertambahan berat badan, pemeriksaan fisik dari kepala hingga kaki, serta skrining pendengaran, penglihatan, dan hipotiroid.
Persiapan Pasien
Persiapan yang perlu dilakukan sebelum pemeriksaan pemulangan neonatus meliputi anamnesis orang tua, informed consent, serta persiapan pencahayaan dan suhu yang kondusif untuk pemeriksaan. Upaya pencegahan infeksi perlu diterapkan ketika pemeriksaan dilakukan.[2-4]
Anamnesis
Dokter perlu terlebih dahulu melakukan anamnesis lengkap mengenai kondisi maternal, riwayat obstetri, riwayat sosial dan keluarga sebelum melakukan pemeriksaan pemulangan neonatus. Hal yang perlu ditanyakan saat anamnesis:
- Usia ibu saat mengandung, riwayat penyakit ibu dan obat-obatan yang rutin dikonsumsi
Riwayat penggunaan alkohol, obat-obatan terlarang, dan merokok
- Medikamentosa yang digunakan saat kehamilan dan efek terhadap neonatus, misalnya antidepresan
- Riwayat kehamilan sebelumnya (ikterus neonatorum, inkompatibilitas ABO, dan kondisi genetik)[2-6]
Dokter juga perlu menanyakan riwayat penyakit saat kehamilan, seperti diabetes gestasional dan hipertensi gestasional. Selain itu, proses kelahiran neonatus juga perlu diketahui, yang mencakup aspek berikut:
- Usia gestasi
- Metode persalinan, lamanya persalinan, intervensi, dan komplikasi persalinan
- Obat-obatan yang diberikan saat lahir, seperti vitamin K, vaksinasi hepatitis B, antibiotik
Hal lain yang perlu ditanyakan saat anamnesis adalah data lahir berupa berat lahir, panjang badan, frekuensi BAK, dan apakah mekonium sudah keluar.
Dokter juga perlu mengedukasi pentingnya ASI untuk tumbuh kembang anak, termasuk rute pemberiannya, tanda-tanda bayi lapar, dan kemampuan menghisap bayi. Ibu perlu mengerti tanda-tanda pemberian ASI yang adekuat, yaitu kenaikan berat badan, frekuensi BAK, dan warna urine yang normal.[2-6]
Salah satu syarat pemulangan neonatus menurut American Academy of Paediatric adalah bayi telah berhasil minum minimal 2 kali, urinasi spontan, dan mengeluarkan feses setidaknya 1 kali.[2]
Edukasi penting lainnya adalah tentang perlekatan yang benar antara payudara dan mulut bayi agar proses menyusui efektif. Penurunan berat badan setelah kelahiran juga perlu dinilai. Penurunan berat badan yang normal adalah 1–2% dari berat lahir per hari, maksimal 10% pada hari ke-5.[2-6]
Informed Consent
Jelaskan kepada orang tua tentang tujuan, prosedur, dan limitasi pemeriksaan neonatus. Konfirmasi nama dan jenis kelamin bayi serta berikan kesempatan orang tua untuk bertanya sebelum memberikan lembar informed consent untuk ditandatangani.
Pencahayaan dan Suhu
Siapkan pencahayaan dan kehangatan yang cukup untuk pemeriksaan neonatus
Pencegahan Infeksi
Cegah terjadinya infeksi silang dengan menerapkan prosedur standar pencegahan infeksi (mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan prosedur, menggunakan sarung tangan, menggunakan peralatan pemeriksaan yang higienis).[2-6]
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan untuk melakukan pemeriksaan pemulangan neonatus adalah:
- Stetoskop
- Senter
- Oftalmoskop
- Depresor lidah
- Pita pengukur
- Tabel pertumbuhan
- Dokumentasi pada buku tumbuh kembang dan vaksinasi anak
- Lampu kepala (opsional)[2-6]
Posisi Pasien
Proses pemeriksaan neonatus sebaiknya dilakukan secara sistematis, yaitu dimulai dari kepala hingga kaki (head to toe) atau dimulai dari depan hingga belakang (front to back). Neonatus dibaringkan di meja pemeriksaan dalam keadaan tanpa pakaian (pastikan kehangatan terjaga). Neonatus sebaiknya diperiksa dalam keadaan tenang, tidak sedang tidur, dan tidak sedang menangis atau lapar.[2-6]
Prosedural
Prosedural pemeriksaan pemulangan neonatus perlu dilakukan secara sistematis sebagai berikut:
Keadaan Umum
Aspek yang perlu diperhatikan dari keadaan umum neonatus adalah sebagai berikut:
- Nilai kesadaran dan respons bayi, apakah bayi tampak letargi atau iritabel
- Identifikasi apakah ada tampilan dismorfik
Status Tumbuh Kembang
Timbang bayi dan nilai pertambahan/penurunan berat badan apakah dalam batas normal. Dokumentasikan status tumbuh kembang neonatus dengan memplot berat badan, panjang badan, dan lingkar kepala bayi pada grafik pertumbuhan WHO.
Kulit
Perhatikan aspek-aspek berikut ini pada pemeriksaan kulit neonatus:
- Inspeksi warna kulit bayi apakah terdapat jaundice, pucat, atau sianosis
- Identifikasi variasi dan lesi kulit: petekie yang tidak sesuai dengan trauma jalan lahir, hemangioma multipel, Mongolian spot
- Nilai turgor kulit
Red flags: ikterus yang terjadi kurang dari 24 jam kehidupan, sianosis sentral[2-6]
Aktivitas dan Tonus
- Evaluasi postur, tonus otot (pada dada dan ekstremitas), dan variasi yang ada, seperti hipotonia, pergerakan nonsimetris, flaccid, tremor
Kepala dan Leher
Pemeriksaan yang perlu dilakukan pada kepala dan leher adalah sebagai berikut:
- Nilai bentuk dan kesimetrisan kepala. Sefalhematom dan kaput suksadenum dapat ditemukan akibat partus lama atau distosia
- Ukur lingkar kepala (ada tidaknya makrosefali dan mikrosefali) serta ukuran fontanel. Abnormalitas pada salah satu atau kedua pengukuran tersebut dapat mengindikasikan kelainan kongenital atau trauma kepala
- Evaluasi apakah ada lesi atau laserasi pada kulit kepala. Meningokel dan ensefalokel yang kecil dapat disalahartikan sebagai lesi kulit seperti hemangioma atau kista dermoid
- Nilai ukuran fontanel. Fontanel yang besar dapat berkaitan dengan hipotiroidisme, sindrom tertentu, dan kelainan tulang
- Nilai apakah ada sutura yang menyatu
- Nilai apakah ada massa pada leher
Red flags: fontanel membesar, menonjol, atau cekung[2-6]
Wajah
Mulai pemeriksaan dengan memperhatikan struktur wajah. Periksa kesimetrisan, pergerakan, dan kelengkapan komponen wajah.
Mata:
- Lakukan pemeriksaan pupil dengan menilai ukuran, kesimetrisan, dan refleks cahaya
- Periksa red reflex menggunakan oftalmoskop
- Identifikasi kelainan yang mungkin ada, seperti katarak kongenital dan sekret
Hidung:
- Nilai posisi serta kesimetrisan septum dan lubang hidung.
- Periksa patensi hidung dan perhatikan pola pernapasan serta apakah ada pernapasan melalui melalui cuping hidung.
- Tanda bahaya yang perlu diamati adalah lubang hidung nonpaten atau atresia koana, terutama atresia bilateral.
Mulut:
- Periksa ukuran, kesimetrisan, dan pergerakan, bibir, gusi, permukaan bukal, lidah, dan uvula
- Pastikan refleks menyusu dan rooting
- Identifikasi apakah ada kelainan, seperti labioschisis/labiopalatoschizis, paralisis wajah, tongue tie, atau natal teeth
Telinga:
Pada pemeriksaan telinga, periksa posisi, ukuran, struktur dan patensi meatus auditorius eksterna, kartilago terbentuk sempurna. Perhatikan apakah ada respons terhadap suara, dan apakah ada cairan yang keluar dari telinga
Selain itu, dokter juga harus memeriksa ukuran rahang dan leher pasien. Nilai apakah ada mikrognatia, dan periksa struktur serta kesimetrisan leher pasien. Dokter juga harus memeriksa range of movement (ROM) leher pasien, serta ada tidaknya deformitas, pembesaran tiroid, atau massa lain pada leher.[2-6]
Ekstremitas Atas
Pada ekstremitas atas, lakukan pemeriksaan seperti berikut:
- Pastikan ukuran, proporsi, dan kesimetrisan kedua ekstremitas neonates
- Periksa struktur dan jumlah jari
- Perhatikan apakah ada fraktur klavikula, hipotonus, paralisis (Erb’sdan Klumpke’s palsy), kontraktur, dan gambaran garis tangan abnormal (Down Syndrome)[2-6]
Dada dan Kardiorespiratori
Berikut ini yang perlu dilakukan pada pemeriksaan dada:
- Inspeksi bentuk, ukuran, dan kesimetrisan dada
- Pada bayi perempuan, periksa jaringan payudara, jumlah dan posisi papila mammae
- Inspeksi pergerakan dada saat inspirasi dan ekspirasi, penggunaan otot bantu napas, serta retraksi dada
- Hitung laju napas dan auskultasi bunyi napas
- Perhatikan tanda bahaya berupa tanda gagal napas dan episode apnea pada neonatus
- Periksa dan hitung denyut nadi femoralis/brachialis dan perhatikan ritme nadi, apakah reguler atau ireguler
- Lakukan pemeriksaan jantung dengan mendengarkan bunyi jantung pada 4 lokasi (batas sternum kanan atas, batas sternum kiri atas, batas sternum kiri bawah, dan antara ruang interkostal ke-5 dan ke-6 pada garis midklavikula)
- Ukur saturasi oksigen menggunakan oksimetri
- Perhatikan apakah ada varietas pada nadi (jumlah denyut per menit, ritme, dan regularitas), murmur pada bunyi jantung, dan warna kulit pucat/mottling
- Tanda bahaya jika nadi lemah atau tidak teraba[2-6]
Abdomen
Pemeriksaan abdomen yang perlu dilakukan adalah sebagai berikut:
- Inspeksi bentuk dan kesimetrisan
- Palpasi apakah ada pembesaran liver, limpa, ginjal, dan vesika urinaria
- Auskultasi bising usus
- Inspeksi umbilikus dan arterinya
- Nyeri tekan pada seluruh lapang abdominal, hernia inguinal, pembuluh darah pada umbilikus, eritema atau tanda inflamasi pada sekitar umbilikus
Red flags: organomegali, gastroschisis/omfalokel/exomphalos[2-6]
Genitourinaria
Tanyakan pada ibu apakah neonatus sudah urinasi. Neonatus yang belum urinasi dalam 24 jam pertama kehidupan termasuk dalam tanda bahaya.
Aspek pemeriksaan genitalia yang perlu dinilai pada neonatus laki-laki adalah:
- Penis dan kulit penutup penis
- Testis: Perhatikan apakah testis sudah turun dan apakah posisi testis normal. Evaluasi juga ada tidaknya hipospadia, testis yang teraba di kanalis inguinalis, massa patologis berupa hidrokel.
- Nilai ukuran dan warna skrotum
Red flags: kriptorkismus bilateral, bentuk genitalia ambigu, torsio testis[2-6]
Aspek pemeriksaan genitalia yang perlu dinilai pada neonatus perempuan adalah:
- Periksa klitoris, labia, dan himen pasien
- Periksa posisi dan patensi anus, serta tanyakan apakah neonates sudah mengeluarkan mekonium atau belum
- Salah satu tanda bahaya pada neonatus adalah jika belum mengeluarkan mekonium/feses dalam 24 jam pertama kehidupan[2-7]
Pelvis
Pemeriksaan pelvis dilakukan di tempat yang datar dan keras. Lakukan pemeriksaan manuver Ortolani dan Barlow untuk mendeteksi ada tidaknya dislokasi panggul.[6,8]
Pemeriksaan Barlow:
- Neonatus diposisikan dalam keadaan supinasi dengan keadaan pelvis dan lutut fleksi 90°. Jari telunjuk dan tengah pemeriksa diletakkan pada paha lateral dan ibu jari pemeriksa diletakkan di bagian medial. Tangan kontralateral pemeriksa digunakan untuk menstabilisasi pelvis dan ekstremitas neonatus yang tidak sedang diperiksa
- Kemudian, lakukan gerakan adduksi (gerakan ke arah medial) dan tekan ke arah posterior
- Hasil positif jika teraba dislokasi bonggol femur keluar dari acetabulum[6,8]
Pemeriksaan Ortolani:
- Posisi neonatus dan pemeriksa sama seperti pemeriksaan Barlow untuk menstabilkan pelvis.
- Kemudian, masukkan kaput femur ke acetabulum dengan mengabduksikan paha neonatus (gerakan ke arah lateral) dan tarik ke arah anterior
- Jika terdengar bunyi klik artinya pemeriksaan Ortolani positif dan merepresentasikan reduksi dari dislokasi panggul kembali ke acetabulum[6,8]
Ekstremitas Bawah
Inspeksi ekstremitas bawah: panjang, proporsi, kesimetrisan, struktur dan jumlah jari. Perhatikan kesimetrisan panjang femur dan panjang kaki. Perhatikan apabila ada kontraktur/hipotonia dan talipes equinovarus (club foot).
Punggung
Aspek pemeriksaan punggung pada neonatus adalah:
- Kolum vertebra
- Kurvatura spinal dan kesimetrisan yang dinilai dari skapula dan bokong
- Kulit
- Perhatikan apakah ada spina bifida, kurvatura spinal yang patologis, dan spinal yang tidak intak[2-6]
Neurologis
Pemeriksaan neurologis saat pemeriksaan pemulangan neonatus adalah sebagai berikut:
- Inspeksi postur, tonus otot, pergerakan, tingkah laku, dan pergerakan saat menangis
- Periksa refleks primitif neonatus: refleks Moro, refleks menghisap, refleks menggenggam
- Perhatikan apabila ada kelemahan ekstremitas, tangisan melengking, tidak menangis, tidak merespons terhadap stimulus, atau tidak ada refleks.
Red flags: kejang, penurunan kesadaran[2-6]
Skrining
Skrining yang perlu dilakukan untuk pemeriksaan pemulangan neonatus adalah skrining pendengaran, skrining retinopathy of prematurity, serta skrining hipotiroid.
Skrining Pendengaran Neonatus:
Skrining pendengaran neonatus hanya menunjukkan ada tidaknya respons terhadap stimulus dengan intensitas tertentu, tetapi tidak dapat mengukur beratnya gangguan pendengaran atau membedakan jenis tuli (tuli konduktif atau sensorineural). Alat yang digunakan untuk skrining adalah otoacoustic emissions (OAE) atau automated auditory brainstem response (AABR).
OAE dilakukan pada bayi berusia 2 hari. Bila hasilnya baik dan bayi tidak memiliki faktor risiko, lakukan pemeriksaan AABR atau click 35 dB pada usia 1–3 bulan. Bila hasilnya baik, follow-up lanjutan tidak diperlukan
Bila hasil OAE refer, dilakukan pemeriksaan lanjutan (ABR click atau tone B500 Hz atau auditory steady-state response / ASSR, timpanometri frekuensi tinggi). Bila terdapat neuropati auditorik, lakukan rehabilitasi pendengaran pada usia 6 bulan.[2-7]
Bila hasil OAE lolos dan bayi memiliki faktor risiko, atau bila hasil OAE refer:
- Pada usia 3 bulan, lakukan pemeriksaan otoscopy, timpanometri, OAE, AABR
- Bila hasilnya lolos, lakukan pemantauan perkembangan bicara dan audiologi setiap 3–6 bulan sampai usia 3 tahun (sampai anak bisa bicara)
- Bila hasilnya refer, lakukan pemeriksaan lanjutan (ABR click dan tone B 500 Hz atau ASSR, timpanometri frekuensi tinggi). Bila terdapat tuli saraf, lakukan rehabilitasi pendengaran saat usia 6 bulan[2-7]
Skrining Retinopathy of Prematurity (ROP):
ROP sering terjadi pada bayi prematur, sehingga perlu dilakukan skrining agar terapi yang sesuai dapat dimulai sedini mungkin dan dapat mencegah terjadinya kebutaan. Skrining ROP dilakukan pada beberapa kondisi, yaitu:
- Bayi baru lahir dengan berat ≤1500 gram atau usia gestasi ≤34 minggu
- Bayi dengan risiko tinggi, seperti mendapat FiO2 tinggi, transfusi berulang, kelainan jantung bawaan, gangguan pertumbuhan janin, infeksi/sepsis, gangguan napas, asfiksia, dan perdarahan otak.
Skrining ini direkomendasikan pada neonatus dengan kriteria sebagai berikut:
- Masa gestasi >30 minggu: 2–4 minggu setelah lahir
- Masa gestasi ≤30 minggu: 4 minggu setelah lahir
- Tidak dapat memfiksasi dan mengikuti objek pada usia 3 bulan
- Riwayat katarak kongenital, retinoblastoma, penyakit metabolik dalam keluarga.[2-7]
Skrining Hipotiroid:
Hipotiroid kongenital yang tidak terdeteksi sejak dini dapat menyebabkan gangguan retardasi mental berat di kemudian hari. Maka sangat penting untuk melakukan skrining rutin hipotiroid kongenital terlebih jika ada faktor risiko pada neonatus (riwayat keluarga). Skrining dilakukan saat neonatus berusia 24–72 jam.
Caranya adalah dengan meneteskan sedikit darah pasien pada kertas saring khusus. Setelah bercak darah mengering, lakukan pemeriksaan kadar hormon thyroid stimulating hormone (TSH).[2-7]
Follow Up
Follow up harus dilakukan sesegera mungkin apabila neonatus menunjukkan tanda bahaya. Neonatus harus dikonsultasikan dengan dokter yang bersangkutan pada hari yang sama saat abnormalitas ditemukan. Neonatus yang menunjukkan tanda bahaya tidak memenuhi kriteria pemulangan neonatus.
Follow up pada neonatus dengan kondisi dan potensi gangguan kesehatan dapat dilakukan sesuai dengan urgensi masing-masing kasus. Pada neonatus dengan abnormalitas yang tidak mengancam nyawa, pertimbangkan untuk:
- Konsultasi dengan sejawat yang lebih senior
- Pemeriksaan lanjutan, misalnya pemeriksaan laboratorium atau CT scan
- Konsultasikan kepada spesialis di bidang yang bersangkutan
- Periksa kembali neonatus pada 6 minggu ke depan atau lebih cepat sesuai indikasi masing-masing kasus
Selain itu, jelaskan keadaan neonatus kepada orang tua/keluarga pasien dan pentingnya untuk kembali dilakukan follow up menyangkut keadaan neonatus tersebut. Penjelasan dapat diberikan baik secara verbal maupun tertulis.[2-8]