Farmakologi Glimepiride
Secara farmakologi, glimepiride bekerja dengan cara menginduksi sekresi insulin dari sel beta pankreas. Obat ini hanya dapat bekerja jika sel beta pankreas masih dapat menghasilkan insulin. Oleh karena itu, penggunaan hanya dianjurkan untuk pasien diabetes mellitus tipe 2 dan tidak dianjurkan untuk pasien diabetes mellitus tipe 1.
Farmakodinamik
Glimepiride dapat dikategorikan sebagai sulfonilurea generasi kedua ataupun ketiga tergantung pada sumber yang dikutip. Sulfonilurea generasi kedua termasuk gliclazide, glipizide, glibenclamide, dan glimepiride.
Semua sulfonilurea memiliki struktur kimia yang mirip tetapi sulfonilurea generasi kedua memiliki kapasitas binding pada sel beta yang lebih selektif, sehingga memiliki potensi yang lebih tinggi dan dapat diberikan dalam dosis yang lebih rendah daripada generasi pertama. Sulfonilurea generasi pertama seperti tolbutamide dan chlorpropamide sudah tidak dipakai lagi.[6,7]
Cara Kerja
Cara kerja utama sulfonilurea adalah dengan menaikkan kadar insulin plasma melalui: (1) stimulasi sekresi insulin dari sel beta pankreas; dan (2) penurunan clearance insulin di hati. Efek kedua ini terjadi setelah kenaikan sekresi insulin.[7]
Sulfonilurea bekerja dengan cara menempel di reseptor khusus pada ATP-dependent channel yang terletak di permukaan sel beta pankreas. Penempelan ini menyebabkan depolarisasi, sehingga kalium keluar dari sel dan kalsium masuk ke sel. Masuknya kalsium ke sitosol menyebabkan kontraksi filamen aktin dan miosin, yang diperlukan untuk eksositosis insulin.[6,7]
Down-Regulation
Apabila sulfonilurea terus menerus diberikan, down-regulation reseptor ATP-dependent channel mungkin terjadi. Fenomena ini dapat menghilang dengan penghentian obat sementara tetapi dapat timbul kembali dengan pemberian obat ulang. Pemberian monoterapi sulfonilurea secara terus menerus dapat menurunkan efektivitasnya.[7,8]
Efek Farmakodinamik Lainnya
Obat golongan sulfonilurea yang menghambat pembukaan ATP-dependent channel kalium dapat memberikan efek buruk pada jantung dengan menghambat ischemic preconditioning, yaitu suatu respons adaptif miokard yang menghambat pembentukan infark akibat iskemia dan reperfusi.
Obat-obat sulfonilurea (terutama glibenclamide) ditemukan dapat berperan sebagai penghambat ATP dependent channel kalium pada otot halus, miosit kardiak, dan endotel vaskular. Namun, glimepiride telah ditemukan tidak menghambat ischemic preconditioning pada jantung. Glimepiride hanya menyebabkan perubahan jantung yang minimal. Kejadian aritmia ventrikuler dan gangguan tekanan darah juga lebih sedikit daripada sulfonilurea lain.[6,9,12]
Perbedaan Farmakodinamik Glimepiride dengan Sulfonilurea Lain
Glimepiride menempel pada protein 65-kDa di sel beta, sedangkan sulfonilurea lain menempel pada protein 140-kDa. Glimepiride juga memiliki afinitas yang lebih rendah terhadap reseptor sel beta. Karena afinitasnya lebih rendah, insiden hipoglikemia akibat glimepiride lebih rendah (7%) daripada glipizide atau glyburide (33%).[6,9]
Farmakokinetik
Sulfonilurea diabsorbsi di usus setelah pemberian peroral. Setelah absorbsi, hampir seluruh obat terikat oleh protein plasma (>99,5%), terutama albumin. Untuk glimepiride, ekskresi terutama terjadi melalui urine.
Absorbsi
Sulfonilurea diabsorbsi di usus setelah konsumsi oral sebanyak 100%. Hiperglikemia dapat menurunkan absorbsi sulfonilurea karena dapat menurunkan motilitas (hal yang sama juga terjadi dengan pemasukan makanan). Oleh sebab itu, untuk memperbaiki absorbsi, konsumsi sulfonilurea sebaiknya dilakukan sekitar 30 menit sebelum makan.
Studi glimepiride dosis tunggal menunjukkan bahwa konsentrasi puncak obat dapat tercapai dalam 2–3 jam setelah pemberian. Ketika obat dikonsumsi dengan makanan, rerata konsentrasi puncak obat dan area under the curve (AUC) masing-masing bisa menurun sekitar 8% dan 9%.[7,9,10]
Distribusi
Setelah absorbsi, hampir seluruh sulfonilurea terikat oleh protein plasma (>99,5%), terutama albumin. Volume distribusi obat adalah 113 mL/kg dan total body clearance adalah 47,8 mL/menit.[7,10]
Metabolisme
Hasil metabolisme glimepiride adalah derivat sikloheksil hidroksi metil (M1) dan derivat karboksil. Sitokrom P450 2C9 berperan dalam transformasi glimepiride menjadi M1. M1 memiliki sepertiga aktivitas farmakologi glimepiride. Namun, dampak M1 pada tingkat gula darah manusia hingga saat ini belum diketahui pasti. M2 bersifat inaktif.[10]
Eliminasi
Waktu paruh glimepiride adalah 5–8 jam dan metabolitnya dapat bertahan aktif hingga 3–6 jam. Sekitar 80% ekskresi terjadi melalui urine. Efek biologis glimepiride sering kali lebih lama daripada waktu paruhnya karena ada interaksi reseptor dan pembentukan metabolit aktif (M1). Efeknya pun berlangsung lebih lama, terutama pada pasien-pasien dengan gagal ginjal.[7]
Resistensi
Pemberian sulfonilurea secara terus menerus dapat menyebabkan down-regulation dari reseptor ATP-dependent channel dan mengurangi efektivitasnya. Namun, glimepiride menempel pada protein yang berbeda di reseptor ATP-dependent channel kalium dan memiliki afinitas yang lebih rendah daripada sulfonilurea lainnya. Oleh sebab itu, risiko resistensinya juga lebih rendah daripada sulfonilurea lain.[6,7,9]
Sulfonilurea bekerja secara langsung pada sel beta pankreas dan dapat menyebabkan disfungsi sel-sel tersebut secara progresif (perburukan sekresi insulin). Sulfonilurea dapat memberikan hasil gula darah yang baik saat pemberian pertama tetapi dapat memperparah diabetes mellitus pada jangka panjang. Fenomena ini dikenal sebagai “kegagalan sekunder”. Pasien yang sudah lama memakai sulfonilurea juga memiliki respons yang lebih buruk terhadap penggunaan insulin saat pergantian terapi.[7]
Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur