Farmakologi Pirimetamin
Farmakologi pirimetamin adalah sebagai obat antiparasit, antimalaria, dan antagonis asam folat. Pirimetamin menginhibisi dihidrofolat reduktase dan menginhibisi sintesis asam tetrahidrofolat sebagai prekursor asam nukleat, dengan afinitas yang lebih tinggi terhadap parasit dibanding manusia. Obat ini aktif melawan malaria dalam bentuk eritrositik dan merupakan skizontisida kerja lambat.[1,9]
Farmakodinamik
Pirimetamin adalah senyawa antiparasit yang digunakan sebagai salah satu obat pada terapi malaria falciparum inkomplikata yang resisten terhadap klorokuin. Pirimetamin adalah antagonis asam folat yang bekerja menghambat prekursor asam nukleat yang penting untuk pertumbuhan parasit. Aktivitas ini bersifat sangat selektif terhadap plasmodium dan Toxoplasma gondii.
Pirimetamin juga mempunyai aktivitas skizontisidal darah dan jaringan melawan malaria pada manusia. Akan tetapi, lebih efektif pada skizon eritrositik. Senyawa ini tidak menghancurkan gametosit, tetapi menahan sporogoni pada nyamuk. Adapun aktivitas pirimetamin terhadap Toxoplasma gondii lebih baik bila digunakan bersama golongan sulfonamid.[13]
Farmakokinetik
Pirimetamin merupakan antagonis asam folat. Obat ini digunakan dalam tata laksana malaria dan toxoplasmosis.
Absorpsi
Pirimetamin diabsorpsi dengan baik. Kadar puncak terjadi dalam 2–6 jam setelah pemberian.[10]
Distribusi
Pirimetamin didistribusikan secara luas, utamanya di sel darah, ginjal, paru, hepar, dan limpa. Pirimetamin juga terdeteksi di cairan serebrospinal, mampu melewati sawar plasenta dan diekskresikan di ASI. Pirimetamin berikatan sebanyak 80–90% dengan protein plasma. Volume distribusi pirimetamin adalah 2,32–7,20 liter/kg.[1,4,10,11,14]
Metabolisme
Pirimetamin dimetabolisme di hepar menjadi beberapa metabolit yang belum diidentifikasi. Waktu puncak plasma didapatkan dalam 1,5–8 jam.[1,4,10]
Eliminasi
Eliminasi pirimetamin dilakukan melalui ginjal, 20–30% dalam bentuk obat yang tidak berubah. Waktu paruh eliminasi terjadi pada 80–95 jam.[1,4,10]
Resistensi
Studi telah melaporkan potensi resistensi obat pirimetamin pada parasit dengan mutasi gen dihidrofolat reduktase (gen Pfdhfr) terutama di area transmisi tinggi malaria di Afrika.
Meski demikian, WHO tetap merekomendasikan terapi profilaksis malaria pada ibu hamil dan bayi di negara dengan prevalensi mutasi gen Pfdhfr malaria falciparum kurang dari 50%. Terapi profilaksis ini terdiri dari pirimetamin dan sulfadoksin. Belum ada data resistensi parasit terhadap pirimetamin di Indonesia.[4–8]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli