Pendahuluan Vaksin Rabies
Vaksin rabies diberikan pada kasus gigitan hewan penular rabies. Berbagai macam hewan dapat menularkan rabies pada manusia, antara lain kucing, anjing, kera, kelelawar, rakun, sigung, dan musang. Namun, di Indonesia hewan penular utama adalah anjing.[1]
Terdapat tiga tipe utama vaksin rabies, yaitu vaksin jaringan saraf (nerve tissue vaccines), vaksin kultur sel (cell culture vaccines/ CCV), dan vaksin telur berembrio (embryonated egg vaccines/ CCEEV). Vaksin jaringan saraf merupakan vaksin yang sudah tua, menyebabkan lebih banyak efek samping dan kurang imunogenik. Oleh karena itu, vaksin ini sudah tidak direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan dan digantikan oleh CCV dan CCEEV.[2]
Untuk menentukan apakah seseorang memerlukan vaksinasi rabies pasca pajanan, dokter perlu menilai status imunisasi pasien serta kategori luka. WHO membagi kategori paparan menjadi 3 kategori berikut:
- Kategori 1: Menyentuh atau memberi makan hewan penular rabies, ataupun kontak kulit intak dengan hasil sekresi atau ekskresi hewan tersebut, misalnya terjilat (tidak ada paparan)
- Kategori 2: Gigitan pada kulit yang tidak terlindungi, garukan atau luka lecet ringan tanpa perdarahan, serta luka kecil di tangan, badan, dan kaki (terjadi paparan)
- Kategori 3: gigitan atau cakaran yang dalam atau pada kulit yang tidak intak, kontaminasi membran mukosa dengan saliva dari jilatan hewan penular rabies, luka di atas areab bahu (muka, kepala, leher), luka pada jari tangan atau kaki dan genitalia, luka yang lebar dan dalam, luka multipel, serta paparan terhadap kelelawar (paparan berat)[11]
Cell Culture Vaccines (CCV)
Terdapat beberapa jenis cell culture vaccine (CCV) untuk vaksinansi rabies, antara lain human diploid cell vaccine (HDCV), purified chick embryo cell vaccine (PCECV), purified vero cell rabies vaccine (PVRV), dan primary hamster kidney cell vaccine (PHKCV).
Human Diploid Cell Vaccine (HDCV)
Human diploid cell vaccine (HDCV) mengandung strain Pitman-Moore L503 atau Flury dari virus rabies yang ditumbuhkan pada kultur sel diploid manusia MRC-5, dikonsentrasikan dan diinaktivasi dengan β-propiolactone. Vaksin ini diberikan intramuskular, tidak mengandung pengawet atau stabilisator.
Purified Chick Embryo Cell Vaccine (PCECV)
Purified chick embryo cell vaccine (PCECV) merupakan vaksin steril yang diliofilisasikan dan diperoleh dengan menumbuhkan strain virus Flury LEP-25 pada kultur primer fibroblast ayam. Virus diinaktivasi oleh β-propiolactone, dimurnikan dan dikonsentrasikan dengan sentrifugasi zonal.
Purified Vero Cell Rabies Vaccine (PVRV)
Purified vero cell rabies vaccine (PVRV) mengandung vaksin rabies strain Wistar yang diinaktifkan dan diliofilisasi pada sel kultur Vero. Virus diinaktivasi oleh β-propiolactone dan dimurnikan oleh ultrasentrifugasi.
Primary Hamster Kidney Cell Vaccine (PHKCV)
Primary hamster kidney cell vaccine (PHKCV) menggunakan strain Beijing dan diinaktifkan dalam formalin dan diserap ke aluminium hidroksida. Vaksin ini juga mengandung thiomersal 0,01% dan albumin manusia 10 mg.
Embryonated Egg-Based Vaccines (EEV)
Purified duck embryo vaccine (PDEV) menggunakan sel embrio bebek sebagai substrat, diinaktifkan oleh β-propiolactone dan dimurnikan dengan ultrasentrifugasi. PDEV mengandung thiomersal.
Food and Drug Administration (FDA) Amerika Serikat menyetujui penggunaan human diploid cell vaccine (HDCV) dan purified vero cell rabies vaccine (PVRV).[2] Sementara itu, Indonesia saat ini menggunakan 2 macam vaksin yaitu purified chick embryo cell vaccine (PCECV) dan purified vero cell rabies vaccine (PVRV).[1]
Tabel 1. Deskripsi Singkat Vaksin Rabies
Perihal | Deskripsi |
Kelas | Vaksin, Serum, dan Imunoglobulin[3] |
Subkelas | Vaksin[3] |
Akses | Resep |
Wanita hamil | FDA: belum dikategorikan[4-7] TGA: B2[8] |
Wanita menyusui | Boleh diberikan[4,5] |
Anak-anak | Boleh diberikan[4,5] |
FDA | Approved[4,5] |