Association of Childhood Exposure to Nitrogen Dioxide and Polygenic Risk Score for Schizophrenia with the Risk of Developing Schizophrenia
Horsdal HT, Agerbo E, McGrath JJ, et al. Association of Childhood Exposure to Nitrogen Dioxide and Polygenic Risk Score for Schizophrenia With the Risk of Developing Schizophrenia. JAMA Network Open, 2019. 2(11):e1914401. PMID: 31675084
Abstrak
Latar belakang: Schizophrenia adalah salah satu gangguan kejiwaan yang erat kaitannya dengan pola genetik yang diwariskan. Studi terbaru mengindikasikan bahwa paparan nitrogen dioksida (NO2) selama anak-anak berhubungan dengan peningkatan risiko kejadian schizophrenia di masa mendatang. Namun, belum diketahui pasti apakah peningkatan risiko schizophrenia terkait paparan NO2 ini berhubungan dengan risiko genetik yang lebih besar sekaligus paparan NO2 lebih tinggi.
Objektif: Studi ini menguji hubungan antara paparan NO2 masa kanak dan kecenderungan genetik schizophrenia (sebagaimana diukur dengan skor risiko poligenik) dengan risiko terjadinya schizophrenia.
Desain, setting, dan partisipan: Studi ini menggunakan desain kohort berbasis populasi dengan mengikutkan individu yang mengalami schizophrenia (berdasarkan standar International Statistical Classification of Diseases and Related Health Problems, Tenth Revision kode F20) dan sebuah subkohort yang diseleksi secara acak. Menggunakan register data nasional, semua individu yang lahir di Denmark antara 1 Mei 1981 hingga 31 Desember 2002 dipantau sejak ulang tahun ke-10 hingga kemunculan pertama kali schizophrenia, emigrasi, kematian, atau tanggal 31 Desember 2012, manapun yang timbul lebih dulu. Analisis statistik dilakukan sejak 24 Oktober 2018 hingga 17 Juni 2019.
Paparan: Paparan NO2 individual selama masa kanak diperkirakan sebagai rerata paparan harian berdasarkan alamat tempat tinggal, terhitung sejak lahir hingga ulang tahun ke-10. Skor risiko poligenik dihitung sebagai penambahan risiko alel pada selected single-nucleotide polymorphisms berdasarkan material genetik yang didapat dari sampel darah kering dari Danish Newborn Screening Biobank dan rangkuman data statistik Psychiatric Genomics Consortium genome-wide association study.
Luaran utama dan pengukuran: Luaran utama adalah kejadian schizophrenia. Perkiraan adjusted hazard ratios (AHRs) schizophrenia diukur dengan weighted Cox proportional hazards regression models dengan tingkat kepercayaan 95% berdasarkan paparan.
Hasil: Dari 23.355 individu yang terlibat dalam studi ini, 11.976 (51.3%) berjenis kelamin pria dan berkebangsaan Denmark. Selama masa studi, 3.531 terdiagnosis schizophrenia. Skor risiko poligenik yang lebih tinggi berhubungan dengan paparan NO2 masa kanak yang lebih tinggi (ρ = 0,0782; 95% CI, 0,065-0,091; P < .001). Peningkatan jumlah paparan NO2 sebesar 10-μg/m3 per hari saat masa kanak (AHR, 1,23; 95% CI, 1,15-1,32) dan peningkatan skor risiko poligenik (AHR, 1,29; 95% CI, 1,23-1,35) berhubungan secara independen dengan peningkatan risiko schizophrenia.
Kesimpulan dan relevansi: Temuan dalam studi ini menunjukkan bahwa hubungan antara paparan NO2 terhadap kejadian schizophrenia hanya sedikit disamarkan oleh skor risiko poligenik schizophrenia yang lebih tinggi pada individu yang tinggal di daerah dengan kadar NO2 lebih besar. Temuan studi ini menunjukkan manfaat skor risiko poligenik dalam studi epidemiologi.
Ulasan Alomedika
Studi genomik melaporkan bahwa schizophrenia sangat bersifat poligenik. Jika berdiri sendiri, gen-gen terkait schizophrenia hanya meningkatkan risiko dalam skala kecil, namun secara kumulatif gen ini dapat meningkatkan risiko secara signifikan.
Selain dari faktor genetik, faktor lingkungan, termasuk paparan nitrogen dioksida (NO2), juga telah dilaporkan berkaitan dengan peningkatan risiko schizophrenia. NO2 sering ditemui di jalan raya dan dari sisa pembakaran. Kadar NO2 berbeda tergantung letak geografis, tetapi diperkirakan lebih tinggi di negara berkembang seperti Indonesia.
Ulasan Metode Penelitian
Studi ini adalah kohort berbasis populasi dengan data yang diambil dari register nasional di Denmark. Peneliti mencoba mengukur pengaruh paparan NO2 dan faktor poligenik terhadap risiko menderita schizophrenia pada individu yang lahir dari kehamilan tunggal antara 1 Mei 1981 hingga 31 Desember 2005.
Dalam studi ini, peneliti ingin mengetahui apakah paparan NO2 pada masa kanak mempengaruhi skor risiko poligenik schizophrenia; apakah paparan NO2 masa kanak dan skor risiko schizophrenia berhubungan dengan kemunculan schizophrenia; apakah skor risiko poligenik mengubah hubungan antara paparan NO2 dengan kemunculan schizophrenia; serta apakah skor risiko poligenik dan paparan NO2 saling berinteraksi dalam mempengaruhi kemunculan schizophrenia.
Taksiran paparan NO2 diukur berdasarkan riwayat tempat tinggal, termasuk perpindahan tempat tinggal per individu, dalam 10 tahun pertama kehidupan pasien. DNA didapatkan dari sampel yang ada pada Danish Newborn Screening Biobank, kemudian digunakan untuk menghitung skor risiko poligenik. Subjek studi dipantau sejak ulang tahun ke-10 hingga ia dirawat akibat schizophrenia, emigrasi, kematian, atau akhir masa pemantauan pada 31 Desember 2012.
Analisis statistik dilakukan dengan menggunakan model regresi weighted Cox proportional hazard, termasuk menyesuaikan kovariat seperti faktor demografi, diagnosis, tingkat pendidikan, dan status pekerjaan orang tua.
Ulasan Hasil Penelitian
Populasi studi melibatkan 23.355 orang, dengan 51,3% di antaranya berjenis kelamin laki-laki. Dari jumlah ini, 3.531 subjek didiagnosis schizophrenia selama masa pemantauan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa paparan NO2 di masa kanak yang lebih tinggi dan skor risiko poligenik yang lebih tinggi berhubungan secara independen terhadap kemunculan schizophrenia. Implikasi dari hasil ini adalah paparan terhadap polusi NO2 dapat meningkatkan risiko schizophrenia secara independen (walaupun seseorang tidak memiliki kecenderungan genetik).
Peningkatan risiko schizophrenia dihubungkan dengan peningkatan paparan NO2 pada masa kanak sebesar 10 ug/m3. Hasil studi menunjukkan bahwa untuk setiap peningkatan paparan NO2 sebesar 10 ug/m3, risiko schizophrenia meningkat sebesar 20%. Anak yang terpapar NO2 di atas 25 ug/m3 memiliki risiko schizophrenia 60% lebih tinggi dibandingkan anak yang terpapar < 10 ug/m3. Dalam analisis kategorikal, ditemukan bahwa hubungan ini bersifat dose-response.
Kelebihan Penelitian
Studi ini menggunakan data dari register nasional yang lengkap dan terintegrasi. Oleh karenanya, jumlah sampel yang didapat bisa besar, serta bias seleksi dan informasi bisa diminimalisir. Peneliti juga mengupayakan melengkapi informasi demografi yang berhubungan dengan perubahan tempat tinggal untuk semua subjek studi sejak kelahiran hingga berusia 10 tahun yang akan mempengaruhi data paparan NO2.
Selain memperkirakan kadar paparan NO2, pada studi ini juga dilakukan analisis skor poligenik schizophrenia. Dengan adanya pengukuran ini, peneliti mampu memeriksa efek dari paparan NO2, secara terpisah dari kecenderungan genetik, terhadap risiko munculnya schizophrenia.
Limitasi Penelitian
Pada studi ini, peneliti mengukur paparan NO2 dalam 10 tahun pertama kehidupan saja. Padahal, paparan pada tahun-tahun berikutnya juga bisa mempengaruhi risiko pasien menderita schizophrenia.
Walaupun peneliti menggunakan alamat tempat tinggal saat masa kanak untuk menentukan paparan NO2, informasi perubahan kadar paparan (misalnya paparan saat di day care atau sekolah) tidak diperhitungkan.
Skor risiko poligenik yang digunakan pada studi ini bisa mengidentifikasi berbagai alel berisiko, namun tidak termasuk varian atau mutasi langka yang mungkin saja berperan penting dalam kemunculan schizophrenia.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Studi ini mengimplikasikan bahwa polusi udara dapat meningkatkan risiko schizophrenia. WHO menyatakan bahwa pencemaran udara merupakan salah satu faktor risiko gangguan kesehatan terbesar di dunia. Data tahun 2016 memperkirakan sekitar 4,2 juta orang meninggal tiap tahun akibat paparan polusi udara. Kematian ini tertinggi didapatkan di Asia Tenggara dan area Pasifik Barat.[1]
Di Indonesia, polusi udara adalah hal yang masih menjadi masalah serius, terutama di kota besar.[2] Polusi udara di Indonesia banyak dikaitkan dengan polusi akibat kendaraan. Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia tahun 2018 mencapai 146.858.759 unit.[3] Emisi nitrogen dioksida sendiri, banyak berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti pada kendaran bermotor.[4]
Hasil penelitian di Denmark ini harusnya menjadi perhatian karena, bukan tidak mungkin seiring peningkatan polusi udara di Indonesia, angka kejadian schizophrenia akan semakin meningkat juga.