Pedoman penanganan sindrom koroner akut dipublikasikan oleh American College of Cardiology/American Heart Association pada tahun 2025. Pedoman ini berisikan beberapa pembaruan dari pedoman sebelumnya yang dipublikasikan tahun 2016. Pembaruan mencakup penekanan pada penggunaan dual antiplatelet therapy (DAPT) pasca rumah sakit selama minimal 12 bulan untuk pasien dengan risiko perdarahan rendah.
Pedoman ini juga merekomendasikan pendekatan radial untuk intervensi koroner perkutan (PCI). Pada pasien dengan syok kardiogenik, revaskularisasi segera tetap menjadi prioritas penanganan. Untuk pencegahan sekunder, disarankan pemantauan profil lipid dan penambahan obat penurun lipid nonstatin jika kadar LDL tetap tinggi meskipun sudah dengan statin maksimal.[1]
Tabel 1. Tentang Pedoman Klinis Ini
Penyakit | Sindrom Koroner Akut |
Tipe | Penatalaksanaan |
Yang Merumuskan | American College of Cardiology/American Heart Association |
Tahun | 2025 |
Negara Asal | Amerika Serikat |
Dokter Sasaran | Spesialis Penyakit Dalam, Dokter Jaga IGD |
Penentuan Tingkat Bukti
Penentuan tingkat bukti dilakukan melalui tinjauan literatur dari berbagai basis data medis, termasuk MEDLINE, EMBASE, dan Cochrane Library. Tinjauan ini mencakup penelitian yang melibatkan subjek manusia dan diterbitkan dalam bahasa Inggris, dengan kata kunci yang mencakup berbagai aspek terkait sindrom koroner akut. Bukti yang ditemukan digunakan untuk menyusun rekomendasi dalam bentuk tabel bukti yang merangkum kualitas dan kekuatan data ilmiah.
Kekuatan bukti (Level of Evidence/LOE) ditentukan berdasarkan jenis, jumlah, dan konsistensi data dari uji klinis dan sumber lain, sedangkan Kelas Rekomendasi (Class of Recommendation/COR) menunjukkan kekuatan saran berdasarkan perbandingan manfaat dan risiko. Pedoman ini disusun oleh komite penulis multidisipliner yang melibatkan berbagai organisasi profesi terkait, serta melalui proses peer review.[1]
Rekomendasi Utama untuk Diterapkan dalam Praktik Klinis Anda
Sindrom koroner akut (SKA) merupakan suatu kumpulan gejala yang disebabkan oleh disrupsi plak aterosklerosis tidak stabil pada arteri yang menyebabkan trombosis arteri koroner, baik secara parsial maupun komplit. Sindrom koroner akut terdiri dari 3 manifestasi klinis, yaitu angina pektoris tidak stabil, ST-segment elevation myocardial infarction (STEMI), dan non-STEMI.
Untuk diagnosis sindrom koroner akut, gabungan dari temuan pemeriksaan fisik, anamnesis, pemeriksaan penunjang berupa elektrokardiogram dan kardiak troponin masih merupakan yang direkomendasikan dalam pedoman ini. Lebih lanjut, pedoman ini juga menyatakan bahwa sindrom koroner akut merupakan kondisi yang dinamis dan manifestasi klinis pasien dapat berubah dari satu jenis manifestasi klinis menuju ke jenis lainnya.[1]
Standar Terapi Medis untuk STEMI dan NSTEMI
Dalam pedoman klinis ini, pemberian oksigen direkomendasikan pada pasien dengan saturasi oksigen <90%. Rekomendasi lain mencakup:
Loading aspirin dengan inhibitor P2Y12 oral dapat digunakan untuk menurunkan luaran kardiovaskular yang kurang baik. Inhibitor P2Y12 pilihan adalah prasugrel atau ticagrelor, sedangkan clopidogrel direkomendasikan jika kedua obat tersebut tidak bisa digunakan atau jika pasien perlu menjalani fibrinolisis.
- Antikoagulan direkomendasikan menggunakan unfractionated heparin (UFH) pada pasien yang akan menjalani terapi intervensi. Bila revaskularisasi tidak dilakukan dalam waktu dekat, maka pemberian enoxaparin maupun fondaparinux dapat dipertimbangkan.
- Pada pedoman ini, beta bloker kembali direkomendasikan untuk mengurangi risiko infark miokard ulangan dan aritmia Sementara itu, ACE inhibitor atau penyekat angiotensin (ARB) dengan tambahan antagonis reseptor mineralokortikoid dipertimbangkan jika fraksi ejeksi ≤40%.[1]
Manajemen Lipid pada Pasien Sindrom Koroner Akut
- Pemberian statin intensitas tinggi direkomendasikan pada pasien sindrom koroner akut untuk menurunkan luaran kardiovaskular yang kurang baik.
- Target kendali lipid adalah kolesterol LDL <55 mg/dL.
- Jika kolesterol LDL ≥70 mg/dL, maka direkomendasikan menggunakan kombinasi obat pengontrol kolesterol.[1]
Terapi Reperfusi pada STEMI
- Pasien STEMI yang dirawat di rumah sakit yang memiliki fasilitas PCI dianjurkan menjalani intervensi koroner primer dalam 12 jam sejak gejala muncul. Intervensi masih dianggap masuk akal untuk dilakukan dalam 12–24 jam atau bahkan lebih dari 24 jam jika terdapat iskemia berkelanjutan atau aritmia yang mengancam jiwa.
- Pada pasien dengan syok kardiogenik atau ketidakstabilan hemodinamik, revaskularisasi darurat melalui PCI atau Coronary Artery Bypass Graft (CABG) tetap diindikasikan tanpa memandang waktu sejak onset gejala.
- Bila pasien datang ke rumah sakit tanpa fasilitas PCI dan waktu ke rumah sakit PCI kurang dari 120 menit atau terdapat kontraindikasi terhadap fibrinolisis, rujukan diperlukan.
- Fibrinolisis direkomendasikan jika waktu ke PCI melebihi 120 menit, diikuti dengan rujukan segera.
Angiografi dan PCI penyelamatan direkomendasikan bila fibrinolisis gagal, dan angiografi dini (2–24 jam) dianjurkan bila ada niat melakukan PCI setelah fibrinolisis berhasil.[1]
Terapi Reperfusi pada NSTEMI
Pedoman ini juga menjabarkan seleksi dan pemilihan waktu yang baik untuk terapi reperfusi pada pasien NSTEMI. Pedoman praktik klinis ini menjabarkan bahwa pasien dengan manifestasi klinis tidak stabil atau risiko sangat tinggi perlu menjalani terapi reperfusi invasif segera. Di sisi lain, pada pasien dengan manifestasi klinis risiko rendah, terapi reperfusi invasif secara rutin maupun selektif dapat dipertimbangkan.[1]
Teknik Reperfusi di Catheterization Laboratory
Dalam pedoman ini, kembali ditekankan bahwa akses vaskular radial lebih diutamakan dibandingkan femoral untuk menurunkan risiko perdarahan, komplikasi vaskular, dan kematian. Selain itu, aspirasi thrombektomi secara manual tidak direkomendasikan lagi.
Penggunaan pencitraan secara intravaskular, baik dalam bentuk intravascular ultrasound (IVUS) atau Optical Coherence Tomography (OCT) direkomendasikan pada pasien yang akan menjalani pemasangan stent di arteri koroner kiri utama maupun lesi kompleks. Pemasangan stent pada pembuluh darah yang tidak menyebabkan STEMI direkomendasikan untuk dilakukan pada pasien yang diseleksi dengan hemodinamik stabil untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. [1]
Pencegahan Sudden Cardiac Death pasca Sindrom Koroner Akut
- Pada pasien pasca infark miokard, pemasangan implantable cardioverter defibrillator direkomendasikan pada pasien dengan fraksi ejeksi ≤40% minimal 40 hari pasca infark miokard akut dan 90 hari pasca terapi revaskularisasi.
- Penggunaan alat pacu jantung permanen diindikasikan pada pasien dengan manifestasi gangguan ritme bradiaritmia[1]
Pencegahan Sekunder dan Tata Laksana Jangka Panjang
Pedoman ini menjelaskan bahwa penggunaan DAPT seyogyanya dilakukan dalam waktu 1 tahun. Jika pasien telah terbiasa menggunakan ticagrelor, maka penggunaan ticagrelor monoterapi pasca PCI dapat digunakan untuk menurunkan risiko perdarahan.
Selain itu, penggunaan kombinasi DAPT dengan inhibitor pompa proton dapat digunakan untuk mengurangi risiko perdarahan gastrointestinal. Pada kasus tertentu dengan penggunaan kombinasi antiplatelet dan antikoagulan sebanyak 3 jenis obat, maka aspirin seyogyanya dihentikan dalam waktu 1-4 minggu untuk mengurangi risiko perdarahan.[1]
Perbandingan dengan Pedoman Klinis di Indonesia
Pedoman klinis sindrom koroner akut di Indonesia dikeluarkan oleh Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI) pada tahun 2024. Pedoman klinis PERKI lebih menekankan pada tata laksana farmakologis awal secara praktis dan kontekstual, khususnya pada penggunaan aspirin, oksigen, nitrat, opioid, dan beta bloker intravena. PERKI menyarankan aspirin segera diberikan dalam dosis loading 160–320 mg saat diagnosis kerja ditegakkan.
PERKI juga memberikan batasan tegas bahwa oksigen hanya diberikan jika saturasi <90%, mirip dengan ACC/AHA. Selain itu, pedoman PERKI membahas penggunaan nitrat sebagai terapi simptomatik, yang tidak boleh digunakan sebagai alat diagnosis, serta menekankan risiko penggunaannya.[2]
Kesimpulan
American College of Cardiology/American Heart Association mempublikasikan pedoman penanganan sindrom koroner akut pada tahun 2025. Rekomendasi utama dari pedoman ini adalah:
Dual antiplatelet therapy (DAPT) dengan ticagrelor atau prasugrel lebih disarankan dibanding clopidogrel bagi pasien sindrom koroner akut. Durasi minimal 12 bulan, kecuali pasien berisiko perdarahan tinggi. Strategi pengurangan risiko perdarahan termasuk peralihan ke monoterapi ticagrelor atau penghentian aspirin dini.
- Terapi penurun lipid intensif direkomendasikan untuk semua pasien, dimulai dengan statin intensitas tinggi. Jika target LDL ≥70 mg/dL tidak tercapai, tambahan agen non-statin dianjurkan.
- Strategi PCI yang disarankan meliputi penggunaan akses radial dan penggunaan pencitraan intrakoroner untuk panduan pada lesi koroner kompleks.
- Revaskularisasi menyeluruh disarankan untuk pasien STEMI maupun NSTEMI dengan penyakit multivessel. Pilihan antara CABG dan PCI bergantung pada kompleksitas klinis dan komorbiditas masing-masing pasien.