Pemberian Antidotum Acetylcysteine pada Keracunan Paracetamol dengan Ketentuan Regimen 12 Jam dibandingkan Regimen Standar 21 Jam

Oleh :
dr.Krisandryka

Regimen standar pemberian N-acetylcysteine (NAC) pada kasus keracunan paracetamol adalah 21 jam, tetapi terdapat studi yang menunjukkan bahwa regimen lebih pendek memiliki efikasi sebanding dan profil keamanan yang lebih baik. NAC merupakan terapi utama keracunan paracetamol. Efikasi terapi dilaporkan hampir 100% jika diberikan dalam 8 jam pasca konsumsi paracetamol.

Pada kasus ingesti toksik paracetamol lebih dari 200 mg/kg, paracetamol akan diubah menjadi metabolit beracun yang disebut N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI) dalam hati. NAPQI dapat menyebabkan kerusakan sel hati. NAC bertindak sebagai prekursor glutathione, meningkatkan kadar glutathione dalam sel hati. Glutathione adalah antioksidan alami yang membantu menetralkan NAPQI. NAC juga dapat langsung berinteraksi dengan NAPQI, mengubahnya menjadi senyawa yang lebih aman.[1,2]

Antidotum Acetylcysteine pada Keracunan Paracetamol

Regimen Standar Pemberian N-acetylcysteine pada Kasus Keracunan Paracetamol

Regimen standar pemberian N-acetylcysteine (NAC) pada kasus keracunan paracetamol adalah melalui infus intravena regimen 21 jam. Berdasarkan regimen ini, NAC dilarutkan dalam dextrose 5% diberikan 150 mg/kg selama 1 jam, dilanjutkan 50 mg/kg selama 4 jam, dan 100 mg/kg selama 16 jam.

Regimen tersebut dihubungkan dengan insidensi efek samping yang lebih tinggi, khususnya reaksi anafilaktoid. Reaksi tersebut membuat pasien tidak nyaman, mengakibatkan terapi dihentikan sementara waktu, memerlukan terapi antihistamin, dan memperpanjang lama perawatan. Di samping itu, risiko eror saat pemberian lebih tinggi karena kompleksitas regimen tersebut. Atas dasar ini, muncul beberapa studi yang membandingkan efikasi dan reaksi efek samping regimen standar 21 jam dengan regimen yang lebih singkat.[1-3]

Hasil Studi Terkait Regimen 12 Jam Pemberian N-acetylcysteine pada Kasus Keracunan Paracetamol

Sebuah studi (2019) membandingkan pemberian N-acetylcysteine (NAC) dengan regimen 12 jam dari studi The Scottish and Newcastle Anti-emetic Pre-treatment for Paracetamol Poisoning (SNAP) dengan regimen standar 21 jam pada 3.340 pasien dengan overdosis paracetamol. Dalam studi ini, 1.488 pasien diberikan regimen standar, sedangkan 1.852 diberikan regimen SNAP. Regimen SNAP terdiri dari pemberian NAC intravena sebanyak 100 mg/kg selama 2 jam, lalu dilanjutkan dengan 200 mg/kg selama 10 jam.

Hasil studi ini menunjukkan tidak ada perbedaan jumlah kasus disfungsi hepar pada kedua kelompok. Namun, 163 pasien (11%) pasien dari kelompok 21 jam mengalami reaksi anafilaktoid akibat NAC yang memerlukan terapi antihistamin, jauh lebih banyak dibandingkan pasien dari kelompok SNAP yakni 37 pasien (2%). Studi tersebut menyimpulkan bahwa regimen SNAP memiliki efikasi sama dengan regimen standar untuk mencegah cedera hepar akibat keracunan paracetamol, tetapi memiliki efek samping lebih sedikit.[2]

Sebuah studi retrospektif (2022) juga membandingkan perbedaan efek samping antara regimen SNAP dan regimen standar 21 jam pada 294 kasus keracunan paracetamol. Hasilnya menunjukkan bahwa efek samping reaksi anafilaktoid lebih banyak terjadi pada kelompok 21 jam (15,4%) dibandingkan kelompok SNAP (5,3%). SNAP juga dihubungkan dengan penurunan signifikan lama perawatan sebanyak 7,9 jam.[4]

Studi lain (2019) dilakukan pada 100 pasien yang berisiko rendah cedera hepar akibat keracunan paracetamol. Kelompok perlakuan mendapat NAC intravena sebanyak 250 mg/kg selama 12 jam, sedangkan kelompok kontrol mendapat 300 mg/kg NAC intravena selama 20 jam. Hasil studi menunjukkan tidak ada perbedaan parameter laboratorium fungsi hepar antara kedua kelompok. Studi tersebut menyimpulkan bahwa menghentikan NAC dengan melihat hasil pemeriksaan laboratorium 12 jam pasca terapi dapat dilakukan dan relatif aman pada pasien dengan risiko rendah cedera hepar akibat keracunan paracetamol.[5]

Aplikasi di Indonesia

Saat ini, belum ada konsensus ataupun pedoman khusus di Indonesia mengenai regimen pemberian N-acetylcysteine (NAC) untuk mengatasi keracunan paracetamol. Namun, dari beberapa studi yang ada terkait pemberian NAC, pada praktiknya di Indonesia masih menganut regimen standar 21 jam. Berdasarkan bukti yang dijabarkan di atas, sebaiknya dilakukan perubahan menjadi regimen dengan durasi yang lebih pendek.[6,7]

Kesimpulan

Regimen standar pemberian N-acetylcysteine (NAC) selama 21 jam telah digunakan sejak lama dalam penanganan kasus keracunan paracetamol. Meski begitu, beberapa studi baru telah mengevaluasi keamanan dan efikasi regimen yang lebih pendek, khususnya regimen 12 jam. Studi-studi tersebut mengindikasikan bahwa regimen terapi yang lebih pendek menghasilkan efikasi sebanding dan memiliki profil efek samping yang lebih baik dibandingkan regimen standar.

Referensi