Epidemiologi Pemfigoid Bulosa
Menurut data epidemiologi, pemfigoid bulosa memiliki insiden global sekitar 34,2 kasus per 1 juta orang-tahun. Angka insidensi dilaporkan lebih tinggi di Eropa dibandingkan di Asia seperti Indonesia. Pemfigoid bulosa lebih banyak ditemukan pada individu lanjut usia dibandingkan kelompok usia yang lebih muda.[1,4,5,9]
Global
Insiden global pemfigoid bulosa bervariasi namun umumnya rendah dan berbeda secara geografis. Tingkat insidensi secara global diperkirakan sekitar 34,2 kasus per 1 juta orang-tahun. Insiden dilaporkan lebih tinggi di Eropa dengan jumlah 10,3 kasus per 1 juta orang, dibandingkan Asia dengan 5,6 kasus per 1 juta orang.
Penyakit ini seringkali dialami oleh pasien usia lanjut dan jarang dijumpai pada pasien anak. Individu berusia >80 tahun berisiko 6 kali lipat untuk mengalami kondisi ini dibanding usia 60–69 tahun. Tidak ada perbedaan signifikan terkait prevalensi kondisi ini pada wanita dibanding pria.[1,4,5,9]
Indonesia
Belum ada data angka kejadian pemfigoid bulosa nasional di Indonesia. Berdasarkan sebuah studi kecil di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, pemfigoid bulosa merupakan diagnosis penyakit autoimun bula kedua terbanyak selama kurun waktu 2011–2018. Rerata usia pasien adalah 60 tahun, dengan sebagian besar pasien datang dengan keluhan erupsi bula (67,4%), terutama di ekstremitas bawah (48,8%).[11]
Mortalitas
Pemfigoid bulosa memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas signifikan, terutama pada pasien lansia dengan komorbiditas kronis. Lesi kulit dan pruritus meningkatkan risiko infeksi sekunder dan gangguan kualitas hidup. Mortalitas umumnya berkaitan dengan komplikasi infeksi, sepsis, efek samping terapi imunosupresif, dan eksaserbasi penyakit sistemik
Angka mortalitas 1 tahun diperkirakan berkisar 23,5 %, dipengaruhi oleh faktor usia pasien, komorbiditas, serta gangguan neurologis. Kadar antibodi anti-BP180 sirkulasi yang tinggi dan keterlibatan mukosa juga berkorelasi dengan luaran yang lebih buruk.[9,12]