Penatalaksanaan Pemfigoid Bulosa
Pendekatan penatalaksanaan pemfigoid bulosa berfokus pada kontrol inflamasi dan pencegahan komplikasi melalui pemberian kortikosteroid topikal atau sistemik sebagai terapi utama, disesuaikan dengan luas dan beratnya lesi. Pada kasus refrakter atau dengan kontraindikasi steroid, dapat digunakan agen imunosupresif atau imunomodulator, seperti azathioprine dan rituximab.[1–3,7,8]
Kortikosteroid Topikal
Kortikosteroid topikal potensi tinggi merupakan terapi utama untuk pemfigoid bulosa lokalisata. Steroid poten seperti clobetasol propionate 0,05% yang dioleskan 1–2 kali sehari terbukti efektif mengendalikan aktivitas penyakit dengan profil keamanan yang baik karena paparan sistemik minimal.[3,8,14]
Dosis harian umumnya sekitar 20–30 gram untuk kasus derajat ringan–sedang, dan 30–40 gram/hari untuk kasus ekstensif. bergantung pada tingkat keparahan dan luas area yang terkena. Terapi diberikan pada seluruh permukaan tubuh, mencakup kulit normal maupun area dengan bula atau erosi, namun wajah dihindari. Terapi diberikan sampai tercapai kontrol aktivitas penyakit atau control of disease activity (CDA).[3,8,14]
CDA didefinisikan sebagai kondisi ketika tidak ada lesi baru atau gejala gatal yang muncul, dan lesi yang sudah ada mulai membaik. Setelah CDA tercapai, kortikosteroid topikal potensi tinggi tetap diberikan dengan dosis yang sama selama 15 hari, kemudian diturunkan secara bertahap dalam jangka waktu minimal 4 bulan hingga 12 bulan.[3,8,14]
Kortikosteroid Sistemik
Pada kasus pemfigoid bulosa ekstensif dengan keterlibatan kulit luas, biasanya lebih dari 20% luas permukaan tubuh, diperlukan terapi kortikosteroid sistemik. Prednison oral merupakan agen lini pertama dengan dosis awal 0,5–1 mg/kg/hari. Dosis ini biasanya mampu mengendalikan penyakit dalam 2 minggu, kemudian diturunkan secara bertahap untuk meminimalkan efek samping terkait kortikosteroid.[3,8,14]
Dosis kortikosteroid sistemik diturunkan secara bertahap dalam 4–6 bulan setelah memulai pengobatan dengan target mencapai terapi minimal, yakni prednison 0,1 mg/kg/hari. Jika pasien mencapai remisi lengkap dengan terapi minimal selama 3–6 bulan, penghentian pengobatan dapat dipertimbangkan, terutama pada pasien dengan kadar antibodi anti-BP180 yang rendah atau negatif. Dengan demikian, durasi total pengobatan, termasuk fase konsolidasi dan pemeliharaan, umumnya 9 hingga 12 bulan.[3,8,14]
Jika kekambuhan terjadi selama fase penurunan dosis, disarankan untuk menaikkan kembali dosis kortikosteroid ke tingkat efektif terakhir. Kekambuhan didefinisikan sebagai munculnya salah satu dari kriteria berikut:
- Munculnya tiga atau lebih lesi baru dalam sebulan, yang berupa bula, lesi eksematosa, atau plak urtikaria
- Setidaknya satu lesi besar (>10 cm) yang tidak sembuh dalam 1 minggu
- Perburukan lesi yang sudah ada
- Gatal harian menetap pada pasien yang sebelumnya telah mencapai kendali penyakit.[8]
Terapi Imunosupresi
Bagi pasien yang tidak toleran atau memiliki kontraindikasi terhadap kortikosteroid sistemik, dapat diberikan agen imunosupresif lini kedua seperti:
Azathioprine 1–3 mg/kg/hari
Mycophenolate mofetil 2 g/hari,
- Methotrexate, dimulai 5–12,5 mg per minggu. Methotrexate diberikan secara subkutan atau intramuskular tiap satu kali seminggu dengan pemantauan ketat, dan dapat ditingkatkan hingga maksimal 15 mg/minggu.[3,8,14]
Antibiotik golongan tetrasiklin 200 mg/hari per oral, yang dikombinasikan dengan nikotinamid 2 gram/hari per oral, dapat berfungsi sebagai terapi pengganti kortikosteroid pada kasus ringan hingga sedang, meskipun bukti efikasinya bervariasi. Dapson 1,5 mg/kg/hari dapat dipertimbangkan, khususnya bila pada histologi ditemukan dominasi infiltrat neutrofil.[3,8,14]
Pada kasus refrakter atau berat, agen biologis seperti rituximab (anti-CD20), omalizumab (anti-IgE), atau dupilumab (anti-IL-4Rα) menunjukkan hasil yang menjanjikan. Imunoglobulin intravena (IVIG) juga dapat digunakan pada penyakit yang resisten terhadap terapi konvensional.[3,8,14]
Pemantauan
Pasien dengan pemfigoid bulosa yang menjalani terapi imunosupresif jangka panjang memerlukan pemantauan rutin, termasuk hitung darah lengkap untuk mendeteksi sitopenia, pemeriksaan fungsi hati dan ginjal untuk menilai toksisitas, elektrolit serum, serta kadar imunoglobulin.[8]
Uji thiopurine methyltransferase (TPMT) sebaiknya dilakukan sebelum penggunaan azathioprine. Kadar gula darah dan tekanan darah harus dipantau karena efek samping kortikosteroid. Pemeriksaan kepadatan tulang penting untuk mencegah osteoporosis. Kewaspadaan terhadap infeksi juga perlu dilakukan sepanjang terapi kortikosteroid dan imunosupresi.[8]