Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Diabetes Insipidus general_alomedika 2024-08-26T09:44:32+07:00 2024-08-26T09:44:32+07:00
Diabetes Insipidus
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Diabetes Insipidus

Oleh :
dr. Reren Ramanda
Share To Social Media:

Diagnosis diabetes insipidus dapat dicurigai pada pasien dengan poliuria, polidipsia, dan nokturia. Pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan hidronefrosis, dehidrasi, atau pembesaran vesika urinaria. Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis dapat dilakukan dengan water deprivation test.

Anamnesis

Poliuria, polidipsia, dan nokturia adalah keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien diabetes insipidus. Volume urin pada diabetes insipidus dapat berkisar antara 3–20 L. Jumlah minum harian pasien dapat diukur dengan menanyakan jumlah gelas air yang dikonsumsi per hari. Penting pula ditanyakan mengenai riwayat seringnya buang air kecil dan riwayat minum di malam hari. Bila poliuria dan polidipsia hanya terjadi pada siang hari, kemungkinan keluhan merupakan polidipsia fisiologis.

Bentuk paling umum dari diabetes insipidus adalah diabetes insipidus sentral akibat trauma atau tindakan operasi pada regio pituitari dan hipotalamus. Gejala klinis sering bermanifestasi dalam bentuk trifasik.

Fase pertama adalah poliuria selama 4–5 hari akibat inhibisi hormon arginine vasopressin (AVP). Fase kedua adalah fase antidiuretik selama 5–6 hari akibat pelepasan dari hormon yang tersimpan, menyebabkan peningkatan osmolalitas urine. Fase ketiga adalah fase permanen, di mana AVP yang disimpan telah terpakai seluruhnya dan sel yang menghasilkan AVP tidak mampu berproduksi lagi.

Pada bayi, gejala diabetes insipidus dapat berupa iritabilitas, keterlambatan pertumbuhan, hipertermia, dan penurunan berat badan. Pada anak, gejala yang sering muncul adalah enuresis, anoreksia, konstipasi, vomitus, demam, iritabilitas, dan gagal tumbuh.[2,4,7]

Pemeriksaan Fisik

Temuan pemeriksaan fisik bervariasi tergantung keparahan dan kronisitas penyakit. Pasien diabetes insipidus bisa saja tidak menunjukkan tanda abnormal pada pemeriksaan fisik. Namun, pada beberapa kasus mungkin tampak hidronefrosis, ditandai dengan nyeri punggung, nyeri yang menjalar ke inguinal, serta pembesaran vesika urinaria, dan tanda-tanda dehidrasi.[2]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding diabetes insipidus adalah sindrom Barter, yang dapat dibedakan dengan adanya riwayat polihidramnion, dan diabetes melitus tipe I, yang disebabkan tubuh tidak mampu memproduksi insulin. Diagnosis banding lain adalah polidipsia primer yang dapat dibedakan dengan indirect water deprivation test (WDT).

Sindrom Barter

Sindrom Barter dapat memiliki gejala yang mirip dengan diabetes insipidus akibat keadaan hipokalemia dan hiperkalsiuria yang menyebabkan berkurangnya jumlah aquaporin (AQP2).

Namun, perbedaan sindrom Barter dan diabetes insipidus herediter adalah pada riwayat antenatal. Pada sindrom Barter, terdapat riwayat polihidramnion, yang tidak ditemukan pada diabetes insipidus.[4]

Diabetes Mellitus Tipe I

Gejala diabetes mellitus tipe I serupa dengan diabetes insipidus, yaitu poliuria, polidipsia, tetapi pada diabetes melitus juga disertai dengan polifagia dan penurunan berat badan. Untuk membedakan dengan diabetes insipidus, dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah. Pada diabetes mellitus akan didapatkan hasil glukosa darah yang lebih tinggi dari normal.[8]

Polidipsia Primer

Polidipsia primer merupakan kondisi medis yang diakibatkan konsumsi air berlebihan, sehingga terjadi poliuria dengan urin yang terdilusi, dan pada akhirnya menyebabkan hiponatremia. Untuk membedakan dengan diabetes insipidus, dapat dilakukan water deprivation test (WDT) indirek. Pada polidipsia primer, hasil WDT akan menunjukkan adanya peningkatan osmolalitas urin, biasanya menjadi 600–700 mOSm/ kg, tetapi tidak disertai dengan peningkatan osmolalitas plasma.[10,11]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosis diabetes insipidus dapat dilakukan setelah poliuria dikonfirmasi. Sebab, keluhan poliuria terkadang sering disalahartikan, dan sesungguhnya merupakan urinary urgency, inkontinensia urin, infeksi salurah kemih, atau benign prostatic hyperplasia. Poliuria didefinisikan sebagai urine output lebih dari 3 L/24 jam pada orang dewasa dan lebih dari 2 L/m2 pada anak-anak.

Setelah poliuria terkonfirmasi, pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan, antara lain analisis water deprivation test, analisis urin 24 jam, hypertonic saline examination, dan evaluasi kelenjar pituitari menggunakan magnetic resonance imaging (MRI).

Water Deprivation Test

Pemeriksaan water deprivation test (WDT) dikenal juga dengan nama tes dehidrasi. Pada pemeriksaan ini, pasien dipuasakan dari makan dan minum sekitar 8 jam atau hingga berat badan berkurang 3%. Pada pasien dengan fungsi hipofisis posterior dan ginjal yang normal, osmolalitas urine meningkat menjadi 800–1200 mOSm/kg.

Pada pasien yang dengan diabetes insipidus, urin tetap tidak dapat terkonsentrasi, meskipun tubuh dalam keadaan dehidrasi. Pada pasien diabetes insipidus, nilai osmolalitas <300 mOsm/kg, dengan osmolalitas plasma >300 mOsm/kg atau nilai natrium >146 mmol/L.[7,11]

WDT biasanya diikuti dengan pemberian desmopressin 2 mikrogram, untuk membedakan antara central diabetes insipidus (CDI) dan nephrogenic diabetes insipidus (NDI). Pada CDI, setelah pemberian desmopressin, osmolalitas urin akan meningkat di atas 300 mOsm/kg. Sedangkan pada NDI, osmolalitas urin tetap tidak meningkat sebab ginjal tidak merespon efek desmopressin.[4,5,7,11]

Analisis Urin 24 Jam

Lakukan pengumpulan urin 24 jam dengan kondisi pasien terdehidrasi semaksimal yang bisa ditoleransi. Jika urinary specific gravity ≤1,005 dan osmolalitas urine ≤200 mOsm/kg, maka pasien dapat didiagnosis mengalami diabetes insipidus. Modalitas terbaik adalah pengukuran osmolalitas, karena osmolalitas yang didapat dari perhitungan manual kurang bisa diandalkan.[2]

Hypertonic Saline Examination

Pemeriksaan ini dilakukan dengan pemberian NaCl 5% dengan kecepatan 0,05 mL/kg/menit intravena selama 2 jam. Kadar serum natrium dan kadar plasma arginine vasopressin (AVP) diukur sebelum dan tiap 30 menit setelah memulai injeksi.

Kadar serum natrium biasanya meningkat hingga 10 mEq/L dan kadar plasma AVP meningkat sesuai dengan peningkatan kadar natrium pada orang normal. Sebaliknya, peningkatan pelepasan AVP pada pasien dengan cranial diabetes insipidus (CDI) hanya sangat minimal atau bahkan tidak terjadi.[12]

Evaluasi Pituitari

Pada MRI orang normal, pencitraan T1-weighted akan menampakkan sinyal hiperintens di pituitari posterior. Pada pasien dengan CDI dan kebanyakan pasien NDI, sinyal ini tidak tampak.

Selain itu, pengukuran hormon-hormon pituitari, termasuk AVP, perlu dilakukan pada pasien yang mengalami cedera otak traumatik, dan dicurigai memiliki komplikasi diabetes insipidus.[2]

 

 

 

 

Direvisi oleh: dr. Livia Saputra

Referensi

2. Khardori, Romesh. Diabetes Insipidus. Medscape. 2022. https://emedicine.medscape.com/article/117648-overview#a6
4. Bockenhauer, Detlef and Bichet DG. Pathophysiology, diagnosis and management of nephrogenic diabetes insipidus. Nat Rev Nephrol. 2015 Oct;11(10):576-88. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/26077742
7. Mutter CM, Smith T, Menze O, Zakharia M, Nguyen H. Diabetes Insipidus: Pathogenesis, Diagnosis, and Clinical Management. Cureus. 2021 Feb 23;13(2):e13523. doi: 10.7759/cureus.13523.
8. Khardori R. Type 1 Diabetes Mellitus. Medscape. 2022 https://emedicine.medscape.com/article/117739-overview#a1
10. Kotagiri R, Kutti Sridharan G. Primary Polydipsia. StatPearls. 2022 https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK562251/
11. Gubbi S, Hannah-Shmouni F, Koch CA, et al. Diagnostic Testing for Diabetes Insipidus. StatPearls. 2019. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK537591/
12. Arima, Hiroshi et al. Central diabetes insipidus. Nagoya J Med Sci. 2016 Dec;78(4):349-358. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/28008190

Epidemiologi Diabetes Insipidus
Penatalaksanaan Diabetes Insipidus
Diskusi Terkait
dr. Intan Fajriani
Dibuat 04 Maret 2022, 07:25
Live Webinar Alomedika - Peran Pemantauan Glukosa Mandiri saat COVID-19. Sabtu, 5 Maret 2022 ( 10.00 - 11.00 WIB )
Oleh: dr. Intan Fajriani
0 Balasan
ALO, Dokter!Jangan lewatkan Live Webinar dengan topik, "Peran Pemantauan Glukosa Mandiri saat COVID-19."Narasumber:dr. Johanes Purwoto, Sp.PD, K-EMD,...
dr.Nana
Dibalas 01 April 2021, 21:14
Pasien wanita usia 47 tahun dengan keluhan sering buang air kecil namun nilai gula darah dan hasil pemeriksaan urin normal
Oleh: dr.Nana
2 Balasan
Pasien perempuan usia 47 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan sering kecing baik pada pagi hari ataupun malam hari. Nyeri saat BAK disangkal. Sering haus...
Anonymous
Dibalas 29 September 2020, 00:12
Pasien laki-laki usia 27 tahun dengan keluhan sering buang air kecil
Oleh: Anonymous
3 Balasan
Alo dokter. Izin konsul.Laki laki usia 27 tahun datang dengan keluhan sering bak. Hal ini telah dialami os lebih kurang selama 12 tahun.Dalam sehari os bisa...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.