Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Akalasia general_alomedika 2022-11-21T22:25:35+07:00 2022-11-21T22:25:35+07:00
Akalasia
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Akalasia

Oleh :
dr. Audrey Amily
Share To Social Media:

Diagnosis akalasia atau achalasia dilakukan dengan pemeriksaan motilitas esofagus. Hasil tes motilitas esofagus pada pasien akalasia bisa memperlihatkan tekanan sfingter esofagus bawah yang tidak kembali normal dalam keadaan istirahat dan tidak dapat berelaksasi dengan baik setelah proses menelan makanan.[2]

Anamnesis

Diagnosis akalasia harus mulai dicurigai pada pasien yang datang dengan keluhan sulit menelan makanan padat maupun cair. Gejala yang mungkin timbul adalah disfagia (ada pada >90% kasus), refluks atau regurgitasi (pada 70% kasus), heartburn (pada 50% kasus), dan penurunan berat badan (pada 30% kasus).[1]

Gejala yang dialami sering tidak spesifik dan menyebabkan diagnosis jadi terlambat. Untuk membantu diagnosis, dokter dapat menginterpretasikan keluhan berdasarkan sistem skoring Eckardt yang mencakup penilaian penurunan berat badan, disfagia, nyeri retrosternal, dan regurgitasi.[1,9]

Tabel 1. Sistem Skoring Eckardt

Nilai Gejala
Penurunan berat badan Disfagia Nyeri retrosternal Regurgitasi
0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1 <5 Jarang Jarang Jarang
2 5–10 Setiap hari Setiap hari Setiap hari
3 >10 Setiap makan Setiap makan Setiap makan

Sumber : dr. Audrey Amily, 2019.[9]

Total skor Eckardt ≥3 bersifat sugestif untuk adanya akalasia aktif, sedangkan skor <3 menandakan remisi. Secara lebih detail, interpretasi skor Eckardt untuk akalasia adalah sebagai berikut:

  • Skor total 0-1: stage 0
  • Skor total 2-3: stage 1
  • Skor total 4-6: stage 2
  • Skor total >6: stage 3

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat mencari tahu faktor risiko akalasia, misalnya kondisi autoimun. Pemeriksaan fisik mencakup pemeriksaan kulit untuk melihat ada tidaknya kelainan kulit seperti pada penderita lupus. Selain itu, dokter juga dapat memeriksa mulut pasien untuk melihat lesi atau kelembaban mukosa mulut, guna mencari kemungkinan pasien mengalami sindrom Sjogren.[6,8]

Pemeriksaan kardiopulmonal juga perlu dilakukan dengan cermat pada pasien akalasia agar dapat mengeksklusi penyebab nyeri dada ataupun sensasi terbakar pada dada yang disebabkan oleh faktor kardiopulmonal. Pemeriksaan neurologi juga dilakukan untuk menyingkirkan kemungkinan kelainan neurologi yang menyebabkan disfagia.[6,8]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding akalasia adalah GERD (Gastroesophageal Reflux Disease), kanker esofagus, laringomalasia, dan stroke.

GERD

Diagnosis banding utama akalasia adalah GERD dan sindrom dyspepsia. Keluhan pada kedua kondisi ini menyerupai keluhan pada akalasia, seperti regurgitasi makanan, nyeri dada, maupun sensasi terbakar pada dada.[2,3,6]

Namun, pada pasien akalasia, keluhan utama adalah disfagia. Selain itu, pada akalasia, keluhan disfagia, sensasi terbakar pada dada, dan regurgitasi makanan terus berulang meskipun pasien sudah mendapatkan obat penekan produksi asam lambung seperti proton-pump inhibitor dalam jangka waktu lama.[2,3,6]

Kanker Esofagus

Kanker esofagus sering keliru didiagnosis sebagai akalasia karena gejala awalnya tidak spesifik, yang hanya ditandai dengan disfagia kronis. Selain itu, sekitar 0,4–9,2% kejadian kanker esofagus didahului oleh akalasia. Diagnosis pasti kanker esofagus bisa ditegakkan melalui biopsi mukosa esofagus.[10]

Laringomalasia

Laringomalasia merupakan kelainan kongenital pada laring. Laringomalasia lebih sering terjadi pada anak-anak, dengan gejala utama berupa gangguan pernapasan dan gizi. Perbedaan laringomalasia dan akalasia dapat dilihat melalui distribusi usia pasien dan ada tidaknya gejala pernapasan.[11]

Stroke

Akalasia juga dapat didiagnosis banding dengan stroke. Disfagia sering ditemukan setelah stroke. Gejala ini timbul akibat gangguan area insula, gyrus prefrontal, korteks somatosensorik, dan regio precuneus. Stroke menyebabkan gangguan pada salah satu area tersebut, yang menyebabkan fungsi mekanik menelan tidak berjalan baik.[11,12]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang awal yang umumnya dilakukan untuk pasien suspek akalasia yang mengalami disfagia maupun regurgitasi makanan adalah pemeriksaan radiologis (esofagogram) atau endoskopi. Namun, pemeriksaan baku emas adalah manometri esofagus. Manometri dilakukan jika hasil esofagogram dan endoskopi inkonklusif.[4]

Pemeriksaan penunjang perlu dilakukan bila keluhan klinis sudah bertahan lama dan sudah diobati dengan obat-obatan penekan asam lambung selama ±6–8 minggu tanpa perubahan yang signifikan.[4]

Esofagogram

Pemeriksaan radiologis ini menggunakan barium swallow sebagai kontras. Gambaran khas pada akalasia adalah gambaran seperti paruh burung (bird’s beak appearance) di esofagus proksimal, yang diikuti dilatasi pada esofagus distal dan air-fluid level pada lambung. Pemeriksaan barium swallow dapat memberikan keuntungan untuk melihat morfologi esofagus. Endoskopi lalu menjadi pemeriksaan penunjang lanjutan apabila esofagogram belum dapat menegakkan diagnosis.[3,4,8]

Endoskopi

Pada akalasia stadium dini, hasil endoskopi sering ditemukan normal. Pada stadium lanjut, endoskopi dapat memberikan gambaran dilatasi esofagus yang disertai dengan stasis makanan pada gastroesophageal junction. Namun, endoskopi bukan merupakan pemeriksaan yang amat akurat untuk mendiagnosis akalasia. Sensitivitas pemeriksaan radiologis maupun endoskopi lebih rendah daripada manometri.[1,2]

Manometri

Manometri menjadi pemeriksaan baku emas untuk mendiagnosis akalasia. Hasil yang didapatkan pada manometri adalah relaksasi inkomplit dari sfingter esofagus bawah, yang ditandai dengan tekanan residual mencapai >10 mmHg dan gambaran aperistaltik sepanjang esofagus. Adanya tekanan residual di sfingter bawah esofagus menandakan kegagalan relaksasi sfingter bawah esofagus.[3]

Akalasia dibedakan menjadi 3 tipe berdasarkan pemeriksaan manometri, yaitu:

  • Akalasia klasik (tipe 1): hilangnya kontraksi esofagus secara keseluruhan
  • Akalasia dengan efek kompresi (tipe 2): adanya tekanan di esofagus yang terjadi tiba-tiba dan tidak teratur (simultaneous pressurization)

  • Akalasia spastik (tipe 3): adanya tekanan esofagus yang tinggi dengan hilangnya kontraksi esofagus (high-pressure non-peristaltic body contractions)[2,3]

Histopatologi

Berdasarkan pemeriksaan histopatologi esofagus, tampak proses inflamasi kronis yang terjadi pada pleksus Auerbach esofagus yang mengganggu kerja neuron inhibitorik dan neuron eksitatorik. Terganggunya pleksus Auerbach ini terjadi secara progresif, yang kemudian menyebabkan dilatasi esofagus. Dilatasi ini menyebabkan kerja peristaltik dari lumen mukosa esofagus terganggu, sehingga terjadi stasis makanan.[2]

 

 

Direvisi oleh: dr. Irene Cindy Sunur

Referensi

1. Moonen A, Boeckxstaens G. Current Diagnosis and Management of Achalasia. Journal of Clinical Gastroenterology. 2014;48(6):484-490.
2. Pressman A, Behar J. Etiology and Pathogenesis of Idiopathic Achalasia. Journal of Clinical Gastroenterology. 2017;51(3):195-202.
3. O’Neill O, Johnston BT, Coleman HG. Achalasia: A review of clinical diagnosis, epidemiology, treatment and outcomes. World Journal of Gastroenterology. 2013;19(35):5806-5812.
4. Pandolfino J, Gawron A. Achalasia A Systematic Review. JAMA. 2015;313(18):1841-1852.
6. Hedayanti N, Supriono. Achalasia: A Review of Etiology, Pathophysiology, and Treatment. The Indonesian Journal of Gastroenterology, Hepatology, and Digestive Endoscopy. 2016;17(1):1-6.
7. Agrusa A, Romano G, Frazzetta G, et al. Achalasia Secondary to Submucosal Invasion by Poorly Differentiated Adenocarcinoma of the Cardia, Siewer II: Consideration on Preoperative Workup. Case Reports in Surgery. 2014:1-5.
8. Swaney J, Smith Y, Sachai W. Primary Achalasia: Practice Implications. The Journal for Nurse Practitioners. 2016;12(7):473-478.
9. Swanström LL. Achalasia: treatment, current status and future advances. Korean J Intern Med. 2019 Nov;34(6):1173-1180.
10. Aguilera M, Troche JMR. Achalasia and esophageal cancer: risks and links. Clinical Expert Gastroenterology. 2018;11:309-316.
11. Olgun Y, Ozay H, Cakir A, Erdag T. Laryngomalacia: Our Clinical Experience. Turk Arch Otorhinolaryngol. 2016;54(4):150-153.
12. Vaezi, Michael, et al. ACG Clinical Guideline: Diagnosis and Management of Achalasia. American Journal of Gastroenterology. 2013;108(8):1238-1249.

Epidemiologi Akalasia
Penatalaksanaan Akalasia
Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 11 Mei 2025, 19:30
Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau Aquabides berapa ml ya dok ?
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Maaf dok, izin bertanya bila ada pasien gonore. Lalu mau diberikan Injeksk Ceftriaxon.  Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau...
Anonymous
Dibalas 10 jam yang lalu
Salbutamol dan metilprednisolon tablet
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Alo dokter, izin bertanya ada pasien bumil minum salbutamol hanya 3 tablet berturut-turut dan metilprednisolon 4mg 1 tablet saat asthmanya kambuh. Pasien UK...
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:20
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.