Patofisiologi GERD
Patofisiologi gastroesophageal reflux disease atau GERD melibatkan paparan asam pada esofagus akibat relaksasi sfingter esofagus transien (TLESR), resistensi epitel, serta sensitivitas viseral.
TLESR adalah momen singkat dari penghambatan tonus sfingter esofagus bagian bawah yang tidak tergantung pada proses menelan. Sebetulnya TLESR bersifat fisiologis, tetapi ada peningkatan frekuensi pada fase postprandial dan hal ini berkontribusi besar terhadap refluks asam pada pasien dengan GERD. Faktor lain yang berpengaruh pada timbulnya GERD mencakup penurunan tekanan sfingter esofagus bagian bawah (LES), adanya hernia hiatus, gangguan pembersihan esofagus, dan pengosongan lambung yang tertunda.[5,6]
Penurunan Fungsi Barier Antirefluks
Barier antirefluks adalah suatu zona anatomis bertekanan tinggi yang dibentuk oleh sfingter esofagus bagian bawah (LES) dan krural diafragma. Fungsi barier dipertahankan oleh katup gastroesofageal dan didukung oleh ligamen frenoesofageal serta serabut otot menyilang pada kardia lambung. Perbedaan tekanan antara esofagus dengan cavitas lambung menjadi faktor penting untuk mencegah refluks.[5,6]
Transient Lower Esophageal Sphingter Relaxation (TLESR)
Saat ini diyakini bahwa transient lower esophageal sphincter relaxation (TLESR) merupakan mekanisme utama terjadinya GERD. Mekanisme ini diperantarai oleh nervus vagus dan dipengaruhi oleh adanya distensi lambung bagian proksimal, makanan, atau gas yang memicu aktivasi mekanoreseptor yang berdekatan dengan kardia lambung.[7]
Saat terjadi distensi lambung, serabut aferen nervus vagus di sekitar esophagogastric junction (EGJ) teraktivasi, kemudian impuls saraf ditransmisikan menuju nukleus traktus solitarius. Hal ini selanjutnya memicu transmisi sinyal antara nukleus traktus solitarius dan nukleus motorik dorsal nervus vagus. Akibatnya, impuls saraf ditransmisikan di sepanjang serabut eferen nervus vagus menuju LES dan krural diafragma menghasilkan relaksasi LES, pemendekan esofagus, dan penurunan tekanan krural diafragma.[6]
Hernia Hiatus
Hernia hiatus adalah migrasi proksimal LES yang berkaitan dengan krural diafragma yang utamanya terjadi karena melemahnya atau ruptur ligamen frenoesofageal. Hernia hiatus menyebabkan gangguan secara anatomi dan fisiologi barier antirefluks melalui beberapa mekanisme, yaitu mengurangi panjang dan tekanan LES, mengganggu augmentasi krural diafragma yang berhubungan dengan penurunan peristaltik esofagus, meningkatkan luas penampang EGJ, serta bertindak sebagai reservoir yang memungkinkan refluks dari kantung hernia ke esofagus saat menelan.[7,8]
Terganggunya Fungsi Klirens Esofagus
Proses klirens bolus dan asam di dalam esofagus dilakukan secara mekanik oleh gerakan peristaltik dan secara kimia oleh pH alkali dari saliva yang ikut tertelan. Oleh karenanya, dapat dikatakan bahwa memanjangnya proses klirens esofagus disebabkan oleh 2 hal utama, yaitu gangguan pengosongan esofagus karena disfungsi peristaltik dan gangguan pada fungsi saliva.[5,7]
Gangguan Pengosongan Esofagus
Gerakan peristaltik primer esofagus dalam keadaan normal dipicu oleh proses menelan. Kontraksi peristaltik esofagus dapat secara efektif membersihkan muatan asam dari isi lambung atau duodenum yang mengalir kembali ke dalam esofagus. Selain itu, pengosongan esofagus bagian distal juga dibantu oleh peristaltik sekunder, yaitu gerakan peristaltik yang tidak dipicu oleh proses menelan malainkan diperantarai oleh stimulus mekanoreseptor yang berespon terhadap distensi dinding esofagus bagian distal.[5-7]
Gangguan Fungsi Saliva
Saliva berperan dalam proses klirens esofagus melalui netralisasi asam. Saliva mengandung bikarbonat yang akan menetralisasi asam dan growth factor seperti epidermal growth factor yang mendukung perbaikan dan pertahanan mukosa. Sekresi saliva diaktivasi oleh suatu refleks spesifik esofagosaliva. Keberadaan asam dalam esofagus akan memicu kemoreseptor esofagus untuk menstimulasi kelenjar saliva.[5,9]
Penulisan pertama oleh: dr. Josephine Darmawan