Pendahuluan Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik adalah destruksi prematur sel darah merah, yang dapat bersifat kronik atau mengancam nyawa. Pasien dengan anemia hemolitik dapat datang dengan gejala anemia, ikterus, hematuria, dyspnea, takikardia, dan terkadang hipotensi. Gejala yang muncul akan merefleksikan penyebab yang mendasari hemolisis.
Normalnya, sel darah merah memiliki usia sekitar 120 hari. Mekanisme yang dapat menyebabkan destruksi prematur sel darah merah adalah deformabilitas sel yang buruk, sehingga menyebabkan sel terperangkap di pembuluh darah kecil dan limpa, serta merangsang fagositosis sel. Mekanisme lain yang dapat menyebabkan anemia hemolitik antara lain destruksi yang dimediasi antibodi, fragmentasi akibat mikrotrombi atau trauma mekanis, oksidasi, atau destruksi seluler langsung. [1-3]
Beratnya manifestasi klinis anemia hemolitik tergantung pada onset hemolisis dan derajat kerusakan eritrosit yang terjadi. Bila hemolisis ringan, pasien dapat tanpa gejala. Sedangkan pada hemolisis yang berat, pasien dapat mengalami komplikasi kardiopulmonal yang mengancam nyawa. [1]
Dalam mendiagnosis anemia hemolitik, perlu dipertimbangkan terlebih dulu penyebab hemolisis yang dapat mengancam nyawa, misalnya malaria, mikroangiopati thrombotik, dan anemia hemolitik autoimun berat. Selain itu, dokter juga perlu berhati-hati agar tidak melewatkan kemungkinan late presentation hemolytic anemia. [3]
Tata laksana anemia hemolitik tergantung dengan jenis hemolisis. Beberapa modalitas tata laksana anemia hemolitik adalah transfusi darah, terapi eritropoietin, splenektomi, dan terapi farmakologi spesifik, misalnya obat antimalaria. [1]