Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Gagal Jantung general_alomedika 2023-07-14T14:12:02+07:00 2023-07-14T14:12:02+07:00
Gagal Jantung
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Gagal Jantung

Oleh :
dr.Eveline Yuniarti
Share To Social Media:

Diagnosis gagal jantung perlu dicurigai pada pasien yang mengalami sesak saat berbaring dan beraktivitas, edema, pergeseran iktus kordis, dan abnormalitas suara jantung pada auskultasi. Temuan kardiomegali pada rontgen toraks dan perubahan kontraktilitas otot jantung pada echocardiography dapat menunjang diagnosis.[1-3]

Anamnesis

Dalam anamnesis perlu digali mengenai onset gejala, riwayat gaya hidup, serta penyakit sebelumnya yang mungkin menjadi faktor risiko dan etiologi gagal jantung. Beberapa penyakit yang berkaitan dengan gagal jantung adalah hipertensi, obesitas, diabetes mellitus, dislipidemia, dan infark miokard. Penelusuran riwayat penyakit keluarga sebaiknya minimal melintasi 3 generasi sebelumnya dan sebaiknya dibuatkan diagram pohon keluarga (genetic family tree pedigree).[1,2]

Sesak

Sesak yang bertambah berat merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien dengan gagal jantung. Gejala ini disebabkan oleh peningkatan tekanan pengisian ventrikel maupun penurunan curah jantung. Namun, gejala ini dapat disamarkan akibat perubahan gaya hidup pasien, misalnya dengan membatasi aktivitas yang memerlukan kebutuhan energi lebih tinggi. Untuk mengungkap hal ini, anamnesis perlu diarahkan agar pasien menceritakan kapasitas latihan fisik pasien dari waktu ke waktu agar dokter mendapat gambaran penurunan kapasitas fisik yang tersamarkan tersebut.

Sesak saat istirahat atau berbaring lebih sering dikeluhkan oleh kelompok pasien gagal jantung yang sedang dalam perawatan di rumah sakit. Pasien biasanya menggambarkan perlunya berbaring dengan kepala sedikit lebih tinggi dari badan guna mengurangi sesak (ortopnea) maupun adanya sesak yang muncul ketika berbaring ke sisi kiri (trepopnea).

Sesak saat berbaring yang kemudian membuat pasien terbangun dan terjadi 1-2 jam setelah pasien tidur (paroxysmal nocturnal dyspnea) juga merupakan indikator penting gagal jantung. Seluruh varian gejala sesak tersebut adalah manifestasi kongesti paru akibat peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri yang berlanjut sebagai hipertensi vena pulmonalis.[1-3]

Mudah Lelah

Semakin berat derajat gagal jantung, semakin sedikit aktivitas yang dapat dilakukan pasien. Pada kondisi lanjut, bahkan berpakaian pun dapat memicu sesak dan kelelahan. Pasien dapat mudah lelah, mudah mengantuk, dan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dan siap beraktivitas kembali setelah berolahraga atau aktivitas berat. Toleransi olahraga dan aktivitas pasien sangat berkurang.[1-3]

Anamnesis Lainnya

Sementara itu, riwayat penambahan berat badan, lingkar perut, cepat kenyang, dan pembengkakan ekstremitas dan skrotum menggambarkan adanya kongesti jantung kanan. Kongesti jantung kanan juga dapat menimbulkan gejala berupa nyeri perut kanan atas yang tidak spesifik akibat kongesti hati.[1-3]

Pemeriksaan Fisik

Hasil pemeriksaan fisik akan mengonfirmasi data yang didapatkan dari anamnesis pasien sekaligus membantu dalam menentukan derajat keparahan gagal jantung. Evaluasi tanda fisik yang penting dalam mengungkap keparahan gagal jantung mencakup keadaan umum, pemeriksaan tanda vital pada posisi duduk dan berdiri, pemeriksaan fisik jantung dan pembuluh darah, pemeriksaan organ lain yang terkait dengan kongesti dan hipoperfusi serta komorbiditas lainnya.[1-3]

Keadaan Umum

Keadaan umum pasien yang perlu dinilai antara lain tingkat kesadaran, perawakan tubuh, serta ekspresi pasien yang mungkin menunjukkan kesulitan saat bernapas, menahan nyeri, dan batuk.[1-3]

Pemeriksaan Kulit

Pemeriksaan kulit dapat mengungkap adanya pucat atau sianosis akibat hipoperfusi. Pada pasien dengan riwayat penyalahgunaan alkohol kronik bisa tampak eritema palmar atau spider angiomata. Kulit juga bisa menunjukkan eritema nodosum akibat sarkoidosis, ataupun kulit yang menjadi gelap seperti perunggu pada hemokromatosis.[1-3]

Tekanan Darah

Pasien dengan perfusi sistemik yang buruk biasanya memiliki tekanan darah sistolik yang rendah, tekanan nadi yang menyempit, dan pulsasi yang lemah. Namun, banyak pula ditemukan pasien gagal jantung dengan tekanan sistolik di bawah 90 mmHg dan perfusi adekuat. Sementara itu, sebagian pasien lainnya memiliki curah jantung rendah tapi dapat menunjukkan tekanan darah dalam rentang normal.[1-3]

Pola Pernapasan

Pada gagal jantung tahap lanjut, pola pernapasan Cheyne-Stokes dapat diamati pada pasien dan sangat berkaitan dengan curah jantung yang rendah serta gangguan bernapas saat tidur. Pernapasan Cheyne-Stokes merupakan salah satu prediktor prognosis yang buruk pada pasien dengan gagal jantung.

Selain itu, pemeriksaan fisik paru juga dapat menunjukkan adanya pekak saat perkusi paru serta penurunan bunyi napas pada salah satu atau kedua bagian basal paru yang mengindikasikan suatu efusi pleura. Kebocoran cairan dari kapiler pulmoner ke dalam alveoli dapat menimbulkan ronki basah halus, sedangkan bronkokonstriksi reaktif bermanifestasi sebagai mengi. Namun, ronki basah halus mungkin tidak ditemukan pada gagal jantung berat akibat adanya peningkatan drainase limfatik lokal.[1-3]

Bunyi Jantung

Adanya bunyi jantung ketiga (S3 gallop) merupakan temuan yang penting sebab hal tersebut berkaitan dengan peningkatan volume pengisian ventrikel. Pasien gagal jantung dengan distensi vena jugularis dan S3 gallop berisiko lebih tinggi untuk memerlukan perawatan di rumah sakit serta kematian akibat gagal jantung.[1-6]

Status Volume Cairan dan Perfusi

Aspek pemeriksaan fisik lainnya yang juga penting dilakukan setiap melakukan evaluasi pasien dengan gagal jantung adalah pemeriksaan status volume cairan dan perfusi. Metode yang tepat untuk menilai status volume adalah dengan melakukan pemeriksaan tekanan vena jugularis (jugular venous pressure/JVP). Perubahan JVP pada pasien yang mendapat terapi gagal jantung biasanya juga berkaitan dengan perubahan pada tekanan pengisian ventrikel kiri. Oleh sebab itu, JVP tak hanya baik untuk mendeteksi status volume tapi juga untuk memantau respons pengobatan.[1-3]

Edema

Edema dapat ditemukan pada pemeriksaan ekstremitas bawah pasien dengan gagal jantung yang disertai kelebihan volume cairan tubuh. Namun, edema ekstremitas bawah lebih menggambarkan volume ekstravaskuler dibandingkan intravaskuler serta dapat ditemukan pada kondisi lain seperti insufisiensi vena, obesitas, limfedema, sindrom nefrotik, dan sirosis. Adanya kombinasi distensi vena jugularis dan edema pedis meningkatkan kemungkinan diagnosis gagal jantung dibandingkan diagnosis banding lainnya.[1-3]

Tabel 1. Rangkuman Gejala dan Tanda Klinis Gagal jantung

Gejala Tanda
Tipikal Lebih Spesifik
Sulit bernapas Peningkatan tekanan vena jugular
Orthopnoea Hepatojugular reflux
Paroxysmal nocturnal dyspnoea Suara jantung S3 (ritme gallop)
Penurunan toleransi olahraga Impuls apikal yang berpindah ke arah lateral.
Kelelahan, lebih banyak butuh waktu untuk memulihkan dan melegakan diri setelah berolahraga
Kurang Tipikal Kurang Spesifik

Batuk nocturnal

 

Peningkatan berat badan >2kg/minggu
Wheezing Penurunan berat badan (pada gagal jantung tahap lanjut)
Rasa sembab atau bengkak Cachexia (tissue wasting)
Hilang nafsu makan Murmur jantung
Kebingungan dan disorientasi (terutama pada penderita lanjut usia) Edema perifer (pada kaki, sakrum, skrotum)
Palpitasi Krepitasi paru
Pusing Efusi pleura
Sinkop Takikardia
Sesak ketika bersandar ke depan Denyut nadi ireguler
Takipnea
Pola respirasi Cheyne-Stokes
Hepatomegali
Ascites
Ekstremitas dingin
Oliguria

Pulse pressure menyempit

Sumber: dr. Eveline Yuniarti Rachmat, Alomedika, 2022.[2]

Diagnosis Banding

Kebanyakan pasien gagal jantung datang akibat sesak napas. Diagnosis banding yang perlu dipertimbangkan adalah asthma, penyakit paru obstruktif kronis/ PPOK, dan pneumonia.

Asthma

Asthma dapat menunjukkan gejala mengi dan sesak yang juga dialami pasien gagal jantung. Untuk membedakan keduanya, perlu dilakukan evaluasi faktor risiko serta karakteristik serangan sesak. Keluhan sesak napas pada asthma umumnya berkaitan dengan paparan pencetus tertentu. Pemeriksaan penunjang, seperti rontgen toraks, spirometri, dan EKG dapat mengonfirmasi diagnosis.[21]

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Pasien PPOK bisa mengalami barrel chest yang tidak dialami gagal jantung. Pasien juga akan memiliki riwayat merokok atau terpapar polutan dalam jangka waktu berkepanjangan. Pemeriksaan penunjang, seperti rontgen toraks, spirometri, dan EKG dapat mengonfirmasi diagnosis.[22]

Pneumonia

Pneumonia dibedakan dari gagal jantung dengan hasil laboratorium yang mengindikasikan adanya infeksi. Hasil rontgen toraks yang menampilkan peningkatan corak bronkovaskular maupun infiltrat, tanpa perubahan pada ukuran jantung.[23]

Pemeriksaan Penunjang

Rontgen toraks merupakan pemeriksaan penunjang awal yang dapat dilakukan untuk mengevaluasi pasien dengan gagal jantung. Selain itu, dapat dilakukan EKG dan echocardiography.

Rontgen Toraks

Rontgen toraks menjadi penunjang diagnostik awal untuk gejala sesak. Pada rontgen toraks pasien gagal jantung, dapat ditemukan kardiomegali, tanda kongesti vena paru (batwing appearance), garis Kerley bila terjadi edema paru, dan efusi pleura.[1-3]

Echocardiography

Echocardiography dilakukan untuk menilai struktur dan fungsi jantung, ukuran ruang jantung, serta mengidentifikasi abnormalitas miokardium, katup jantung, dan perikardium. Dari pemeriksaan ini dapat ditemukan dilatasi ventrikel atau atrium, pembesaran ruang jantung, penurunan kontraktilitas otot jantung dan fraksi ejeksi.[1-3]

Elektrokardiografi (EKG)

Gagal jantung dapat dideteksi dengan menggunakan EKG 12 sadapan. Pada EKG, dapat ditemukan tanda hipertrofi atrium atau hipertrofi ventrikel. Bentuk Q patologis, pelebaran kompleks QRS, dan gangguan irama seperti atrial fibrilasi juga dapat ditemukan.[1–3]

Prosedur Pencitraan Alternatif

Cardiac magnetic resonance (CMR), cardiac computed tomography (CT jantung), dan pencitraan radionuklida direkomendasikan ketika hasil echocardiography kurang adekuat.

Gagal jantung banyak dipicu penyakit jantung koroner. Kecurigaan penyakit jantung koroner  dapat diperiksa dengan non-invasive stress imaging menggunakan echocardiography atau nuclear scintigraphy, PET Scan, atau CT coronary angiography.

USG toraks dapat menjadi alternatif untuk mendeteksi efusi pleura dan perikardium pada daerah dengan fasilitas terbatas, namun tidak memungkinkan untuk menilai abnormalitas katup.[1-3,11]

Cardiac Magnetic Resonance Imaging (CMR)

Cardiac Magnetic Resonance Imaging (CMR) dapat membantu diagnosis kardiomiopati karena dapat menampilkan resolusi anatomis yang tinggi untuk seluruh aspek jantung dan struktur sekitarnya. CMR juga menampilkan ukuran volume, massa jantung, serta fraksi ejeksi ventrikel kiri dan kanan.

Keuntungan CMR adalah minim paparan radiasi pemicu ionisasi. CMR perlu dipertimbangkan untuk pemeriksaan jaringan miokardial untuk kecurigaan penyakit jantung infiltratif, penyakit Fabry, miokarditis, amyloid, sarcoidosis, dan hemokromatosis. Tambahan kontras gadolinium perlu dipertimbangkan pada kasus kardiomiopati dilatasi untuk membedakan kerusakan miokardium iskemik dengan non-iskemik.[1-3]

Natriuretic Peptide

Gagal jantung dapat didiagnosis jika:

  • Kadar NT-ProBNP (N-terminal pro-B-type natriuretic peptide) 125 pg/ml atau lebih
  • Kadar BNP (B-type natriuretic peptide) 35 pg/ml atau lebih
  • MR-proANP (mid-regional pro-atrial natriuretic peptide) 40 pmol/liter atau lebih

Jika kadarnya kurang dari yang disebutkan di atas, kemungkinan kondisi pasien bukan disebabkan oleh gagal jantung.[1-3]

Biopsi Endomiokardial

Biopsi endomiokard dapat bermanfaat apabila suatu diagnosis spesifik perlu ditegakkan segera guna memulai terapi atau pasien mengalami perburukan klinis secara cepat walau telah mendapat terapi farmakologi optimal. Amiloidosis jantung primer merupakan salah satu kondisi yang memerlukan peran biopsi endomiokard sebelum kemoterapi dapat dimulai. Selain itu, pada pasien dengan kardiomiopati idiopatik dan miokarditis akut tanpa penyebab yang jelas, biopsi endomiokard dapat membantu mengarahkan diagnosis. Mengingat peran dan hasil diagnostik dari biopsi endomiokard sangat terbatas, pemeriksaan ini tidak rutin dilakukan pada pasien dengan gagal jantung.[1,2]

Pemantauan Hemodinamik Invasif

Pemantauan hemodinamik invasif) dapat digunakan untuk menuntun terapi bagi pasien gagal jantung dengan gejala, tanda, parameter diagnostik yang persisten atau memburuk meski sudah diberi terapi awal. Pemeriksaan ini juga dipertimbangkan untuk pasien yang status hemodinamiknya tidak bisa dipastikan.[1,2]

Angiografi Koroner dan Kateterisasi Jantung

Pedoman klinis merekomendasikan kateterisasi jantung kanan bagi pasien gagal jantung berat yang dievaluasi untuk terapi transplantasi jantung atau alat bantu kardiopulmoner mekanik. Prosedur ini perlu dipertimbangkan bagi pasien yang dicurigai memiliki perikarditis restriktif, kardiomiopati restriktif, dan penyakit jantung bawaan.

Angiografi koroner dan kateterisasi ventrikel kiri disarankan bagi pasien gagal jantung dengan nyeri dada yang menetap terhadap terapi farmakologi apabila pasien tidak memiliki kontraindikasi terhadap revaskularisasi koroner. Angiografi koroner juga dapat dipertimbangkan pada pasien dengan riwayat aritmia ventrikuler simptomatik atau pernah mengalami henti jantung. Jika pasien memiliki pre-test probability penyakit jantung koroner yang tinggi dan terdapat bukti iskemia pada pemeriksaan non invasif, angiografi koroner dapat membantu menegakkan etiologi iskemia dan derajat keparahan penyakit jantung koroner.[1,2]

Pemeriksaan Kapasitas Fungsional dan Olahraga

Pemeriksaan kapasitas fungsional dan olahraga dapat dilakukan dengan CPET (Cardiopulmonary Exercise Testing) atau uji berjalan 6 menit (6-minute walk test). Pada pasien ambulatori dengan keluhan sesak yang tak dapat dijelaskan alasannya, CPET bisa digunakan untuk mengevaluasi penyebab sesak. Pemeriksaan CPET dapat digunakan untuk mengukur konsumsi oksigen puncak saat berolahraga (VO2). VO2 ≤14 ml/kg/menit menjadi indikasi transplantasi jantung. Pada pasien yang menggunakan obat beta-blocker, VO2 ≤12 ml/kg/menit menjadi indikasi transplantasi jantung.

Uji berjalan 6 menit dapat dikerjakan pada fasilitas kesehatan dengan sumber daya terbatas. Pengujian ini dikerjakan dengan meminta pasien berjalan selama 6 menit di atas suatu jalur rata terukur, dan pasien diizinkan untuk memperlambat atau menghentikan gerak mereka ketika diperlukan. Uji berjalan 6 menit juga cukup memberi gambaran terkait VO2 dan MET (metabolic equivalent). Seberapa jauh kemampuan pasien berjalan menjadi penanda prognosis pasien. Batas kurang dari 300 m berkorelasi dengan gejala lebih berat dan kesintasan yang buruk.[12]

Klasifikasi Tahap Gagal Jantung

Tahap-tahap gagal jantung terbagi empat, dari temuan awal hingga gangguan jantung berat. Klasifikasi tahap gagal jantung penderita dapat ditegakkan berdasarkan pedoman American Heart Association (AHA), American College of Cardiology (ACC), serta Heart Failure Society of America (HFSA), maupun klasifikasi fungsional oleh New York Heart Association (NYHA).[1,2]

Klasifikasi American Heart Association (AHA), American College of Cardiology (ACC), serta Heart Failure Society of America (HFSA)

Pedoman diagnosis dan tata laksana gagal jantung 2022 dari AHA, ACC dan HFSA membagi tahap sindroma klinis gagal jantung menjadi 4 tahap.

Tahap A:

Berisiko mengalami gagal jantung tetapi tanpa gejala, penyakit jantung struktural, atau biomarker kardiak untuk peregangan (stretch) atau cedera. Contoh kelompok pasien adalah individu dengan hipertensi, aterosklerosis, diabetes, sindrom metabolik, dan obesitas.[1,2,7]

Tahap B:

Tidak ada gejala atau tanda gagal jantung tetapi ada bukti penyakit jantung struktural, peningkatan tekanan pengisian, atau faktor risiko disertai peningkatan kadar biomarker jantung persisten. Penyakit jantung struktural yang dimaksud dapat berupa:

  • Berkurangnya fungsi sistolik ventrikel kiri atau kanan: Berkurangnya fraksi ejeksi, berkurangnya strain

  • Hipertrofi ventrikel
  • Pembesaran ruang jantung
  • Abnormalitas gerak dinding jantung
  • Penyakit jantung katup.

Bukti peningkatan tekanan pengisian yang dimaksud adalah:

  • Dari pengukuran hemodinamik invasif
  • Dari pencitraan non-invasif yang mengarah kepada peningkatan tekanan pengisian, misalnya Doppler echocardiography[1,2]

Tahap C:

Penyakit jantung struktural dengan gejala-gejala gagal jantung yang sedang diderita atau sebelumnya pernah diderita. Tahap ini kemudian kembali dibagi menjadi empat tahap.

Gagal jantung onset baru ditandai oleh:

  • Gagal jantung yang baru terdiagnosis
  • Tidak ada riwayat gagal jantung sebelumnya

Resolusi gejala ditandai oleh:

  • Gagal jantung tahap C dengan riwayat gejala gagal jantung sebelumnya dengan disfungsi ventrikel kiri yang persisten.
  • Gagal jantung dalam tahap remisi dengan resolusi penyakit jantung struktural atau fungsional sebelumnya.

Gagal jantung persisten ditandai oleh:

  • Gagal jantung dengan gejala atau tanda yang sedang atau masih berlangsung atau keterbatasan kapasitas fungsional.

Gagal jantung dengan perburukan ditandai oleh:

  • Perburukan tanda/gejala/kapasitas fungsional.[1,2]

Tahap D:

Gejala-gejala gagal jantung yang signifikan, mengganggu kehidupan sehari-hari hingga harus berulang kali masuk ke rumah sakit meski sudah dilakukan upaya untuk optimasi terapi medis yang diarahkan oleh pedoman.[1]

Klasifikasi New York Heart Association (NYHA)

Klasifikasi ini bersifat fungsional, untuk gagal jantung tahap C dan D dari klasifikasi ACC dan AHA. Klasifikasi NYHA berdasarkan tingkat keparahan gejala dan aktivitas fisik. Klasifikasi ini digunakan untuk memperkirakan mortalitas. Terdiri dari 4 tahap :

  • Tahap I: tidak ada keterbatasan pada aktivitas fisik. Aktivitas fisik biasa tidak menyebabkan sesak/kesulitan bernapas, kelelahan, atau palpitasi yang tidak seharusnya.
  • Tahap II: ada sedikit keterbatasan pada aktivitas fisik. Pasien merasa nyaman saat bersitirahat, namun aktivitas fisik biasa menyebabkan sesak atau kesulitan bernapas, kelelahan, atau palpitasi yang tidak seharusnya.
  • Tahap III: Keterbatasan signifikan pada aktivitas fisik. Pasien merasa nyaman saat beristirahat, namun aktivitas fisik yang kurang dari aktivitas fisik biasa saja mengakibatkan sesak atau kesulitan bernapas, kelelahan, atau palpitasi yang tidak seharusnya.
  • Tahap IV: Pasien tidak sanggup melakukan aktivitas fisik apapun tanpa rasa tidak nyaman. Gejala dapat hadir saat beristirahat. Jika pasien melakukan aktivitas fisik apapun, rasa tidak nyaman meningkat.

Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Fraksi Ejeksi Ventrikel Kiri

Berdasarkan fraksi ejeksi ventrikel kiri (LVEF), gagal jantung dapat dibagi menjadi:

  • Gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri berkurang (heart failure with reduced ejection fraction/ HFrEF): Bila fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40%.
  • Gagal jantung dengan perbaikan fraksi ejeksi ventrikel kiri (heart failure with improved ejection fraction/ HFimpEF): Riwayat fraksi ejeksi ventrikel kiri ≤40% sebelumnya, dan pada pemantauan hasil pengukuran LVEF >40%. Biasanya kondisi ini bersifat sementara dan jarang sekali fraksi ejeksi ventrikel kembali normal dan gangguan fungsional maupun struktural jantung pulih 100%. Kondisi ini dapat kembali menurun menjadi HFrEF ketika penggunaan obat rutin dihentikan.
  • Gagal jantung dengan fraksi ejeksi ventrikel kiri sedikit berkurang (heart failure with mildly reduced ejection fraction/ HFmrEF): Bila fraksi ejeksi ventrikel kiri antara 41% dan 49%. Disertai bukti adanya peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri seperti peningkatan kadar peptida natriuretik
  • Fraksi ejeksi ventrikel kiri terjaga tetap (heart failure with preserved ejection fraction/ HFpEF): Bila fraksi ejeksi ventrikel kiri ≥50%. Disertai bukti adanya peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri.[1-3]

Klasifikasi Gagal Jantung Berdasarkan Durasi, Waktu, dan Keparahan Gejala

Menurut durasi, waktu, dan keparahan gejala, gagal jantung dapat dibagi menjadi gagal jantung akut dan kronis.

Gagal Jantung Kronis

Pasien dikatakan menderita gagal jantung kronis ketika pasien sudah ditegakkan diagnosis gagal jantung atau memiliki onset gejala yang perlahan.

Gagal Jantung Akut

Gagal jantung akut didefinisikan sebagai perkembangan tanda dan gejala gagal jantung secara cepat atau perlahan, namun cukup berat hingga pasien memerlukan pertolongan medis segera. Akibatnya pasien masuk rumah sakit di luar rencana kontrol rawat jalan, atau masuk ke unit gawat darurat.

Bentuk ini dapat berasal dari pertama kalinya timbul gejala gagal jantung atau perburukan kondisi gagal jantung kronis yang sudah dialami sebelumnya. Gagal jantung akut dibagi lagi menjadi gagal jantung akut dekompensata dan syok kardiogenik.[1,2]

 

 

Penulisan pertama oleh: dr. Sunita

Referensi

1. Heidenreich PA, Bozkurt B, Aguilar D, Allen LA, Byun JJ, Colvin MM, et al. 2022 AHA/ACC/HFSA Guideline for the Management of Heart Failure: A Report of the American College of Cardiology/American Heart Association Joint Committee on Clinical Practice Guidelines. J Am Coll Cardiol 2022;79:e263–421. https://doi.org/10.1016/j.jacc.2021.12.012.
2. McDonagh TA, Metra M, Adamo M, Gardner RS, Baumbach A, Böhm M, et al. 2021 ESC Guidelines for the diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure. Eur Heart J 2021;42:3599–726. https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehab368.
3. Kelompok Kerja Gagal Jantung dan Kardiometabolik Perhimpuntan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia. Pedoman Tatalaksana Gagal Jantung. vol. 2. Jakarta: 2020.
4. Schwinger RHG. Pathophysiology of heart failure. Cardiovasc Diagn Ther 2021;11. https://doi.org/10.21037/CDT-20-302.
5. Dutta A, Das M, Ghosh A, Rana S. Molecular and cellular pathophysiology of circulating cardiomyocyte-specific cell free DNA (cfDNA): Biomarkers of heart failure and potential therapeutic targets. Genes Dis 2022. https://doi.org/10.1016/j.gendis.2022.08.008.
6. Myint PT, Nandar PP, Thet AM, Orasanu G. Cost-effective heart failure management: Meta-analysis of IV iron therapy in iron-deficient heart failure patients. American Heart Journal Plus: Cardiology Research and Practice 2022;22:100204. https://doi.org/10.1016/j.ahjo.2022.100204.
7. Bachar A, Benmessaoud FA, Diatta A, Fadoum H, Haroun AE, Oukerraj L, et al. Predictive factors of heart failure in acute coronary syndrome: Institutional cross-sectional study. Annals of Medicine and Surgery 2022;81. https://doi.org/10.1016/j.amsu.2022.104332.
11. Klassen SL, Dusingizimana W, Ngoga G, Kamali I, Dusabeyezu S, Ntaganda E, et al. Using Point-of-Care Ultrasound in Heart Failure Diagnosis and Management in Rural and Resource-Limited Settings. CASE 2022;6:259–62. https://doi.org/10.1016/j.case.2022.04.012.
12. Amir M, Kabo P, Mappangara I, Djafar Z, Zainuddin AA, Warliani M, et al. Peak oxygen uptake and metabolic equivalents explained by six-minute walk test: A prospective observational study in predicting heart failure patient readmission. Annals of Medicine and Surgery 2022;77. https://doi.org/10.1016/j.amsu.2022.103652.
21. Drake SM, Simpson A, Fowler SJ. Asthma Diagnosis: The Changing Face of Guidelines. Pulm Ther. 2019 Dec;5(2):103-115. doi: 10.1007/s41030-019-0093-y. Epub 2019 Jul 1. PMID: 32026404; PMCID: PMC6967246.
22. Gentry S, Gentry B. Chronic Obstructive Pulmonary Disease: Diagnosis and Management. Am Fam Physician. 2017 Apr 1;95(7):433-441. PMID: 28409593.

Epidemiologi Gagal Jantung
Penatalaksanaan Gagal Jantung

Artikel Terkait

  • Red Flag Edema Perifer
    Red Flag Edema Perifer
  • Waspadai Obat yang Dapat Memperparah Kondisi Gagal Jantung Berikut Ini
    Waspadai Obat yang Dapat Memperparah Kondisi Gagal Jantung Berikut Ini
  • Penggunaan Digoxin Pada Gagal Jantung: Keamanan dan Manfaat
    Penggunaan Digoxin Pada Gagal Jantung: Keamanan dan Manfaat
  • BNP dan NT-proBNP sebagai Penanda Diagnosis Gagal Jantung
    BNP dan NT-proBNP sebagai Penanda Diagnosis Gagal Jantung
  • Kalkulator PREVENT untuk Prediksi Risiko Penyakit Kardiovaskular
    Kalkulator PREVENT untuk Prediksi Risiko Penyakit Kardiovaskular

Lebih Lanjut

Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 19 Desember 2024, 07:06
Myocarditis dengan ASTO negatif
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, saya mendapatkan pasien anak2 usia 12 tahun datang dengan keluhan muntah2 sering setiap makan dan minum, lemas, keringat dingin. Sampao di IGD...
Anonymous
Dibalas 22 Oktober 2024, 13:26
Tatalaksana hipertensi dengan edema kedua tungkai di puskesmas
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Izin tanya dok, px tidak ada keluhan. Namun pada pemeriksaan kaki edema +/+. Riwayat penyakit hipertensi tidak berobat rutin, TD 150/70. Baiknya penanganan...
Anonymous
Dibalas 30 September 2024, 11:40
Apakah chf dan stroke tidak ada hubungannya?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Izin diskusi dokter. Pasien 62 th setelah rawat inap dan d rawat oleh 2 sp. SpJp dgn dx chf dan spN dgn dx stroke.. kmdian pasien kontrol stlah rawatan,...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.