Diagnosis Gigitan Serangga
Diagnosis gigitan serangga ditegakkan berdasarkan riwayat mengalami atau dicurigai mengalami gigitan serangga. Temuan lesi pada pemeriksaan fisik dapat menegaskan riwayat gigitan serangga.
Anamnesis
Mayoritas pasien yang mengalami gigitan serangga tidak menunjukkan gejala apa pun, sehingga gigitan serangga awalnya sering tidak disadari oleh pasien. Anamnesis pada kasus gigitan serangga meliputi pertanyaan terkait riwayat paparan terhadap serangga serta gejala yang dialami saat ini.
Riwayat Paparan dan Faktor Risiko
Kejadian gigitan serangga yang disaksikan secara langsung oleh pasien merupakan bukti yang sangat mendukung diagnosis. Saat anamnesis, perlu digali adanya faktor risiko paparan, seperti pekerjaan, riwayat perjalanan ke daerah endemis, riwayat aktivitas di luar rumah, kegiatan rekreasional, serta kontak dengan orang yang memiliki gejala serupa. Perlu ditanyakan juga lokasi saat terjadinya gigitan serta riwayat kontak dengan binatang tertentu untuk memperkirakan jenis serangga yang menggigit.[1-4, 9]
Gejala Gigitan serangga
Awitan gejala berkisar dari hitungan menit sampai beberapa jam setelah gigitan serangga. Reaksi yang ditimbulkan sangat bervariasi, tergantung pada jenis serangga dan respons imun individu. Kemerahan dan bengkak pada area gigitan merupakan gejala lokal yang paling sering dikeluhkan pasien. Selain itu, penderita juga mungkin mengeluhkan rasa tidak nyaman, gatal, dan nyeri pada area gigitan. [1,2,4]
Selain gejala lokal, pasien juga dapat mengalami gejala sistemik dan reaksi anafilaksis yang tidak berhubungan dengan besar dan lokasi gigitan. Gejala sistemik bisa bervariasi dari ringan hingga berat, dimulai dari ruam, gatal seluruh tubuh, urtikaria, hingga angioedema. Gejala tersebut bisa berkembang menjadi gejala sistemik yang lebih berat, seperti lemas, disorientasi, pingsan, pusing, mual, muntah, dan sesak napas. Gejala sistemik berat dan anafilaksis kemungkinan besar disebabkan oleh sengatan lebah, tawon, dan semut api.[1,2,4]
Beberapa pasien mungkin mengalami delayed reactions dalam 10–14 hari setelah gigitan. Delayed reactions dapat bermanifestasi sebagai serum sickness, yaitu demam, malaise, sakit kepala, urtikaria, limfadenopati, dan poliartritis. [2,4]
Gejala Infeksi Sekunder
Infeksi sekunder terjadi jika kulit mengalami ekskoriasi akibat garukan berlebihan. Manifestasi klinis seperti demam serta progresivitas lesi kulit yang tidak terkontrol setelah pengobatan adekuat dapat menjadi tanda terjadinya infeksi sekunder. Adanya nanah atau sekret purulen pada lesi kulit juga menandakan infeksi sekunder.
Pada kasus yang disertai infeksi sekunder, perlu ditanyakan beberapa kondisi penyerta, seperti diabetes melitus; kondisi imunokompromais, seperti pasien dengan human immunodeficiency virus (HIV); riwayat konsumsi obat imunosupresan, seperti pasien kanker payudara yang menjalani kemoterapi/radioterapi; serta riwayat dermatitis atau penyakit lain yang berpotensi menimbulkan stasis pada aliran pembuluh darah. [1,9]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada kasus gigitan serangga meliputi penilaian terhadap status lokalis area gigitan, manifestasi sistemik, dan tanda-tanda anafilaksis
Kondisi Umum dan Tanda-Tanda Anafilaksis
Pemeriksaan fisik diawali dengan menilai adanya tanda-tanda kegawatan pada gigitan serangga. Pemeriksaan airway, breathing, dan circulation harus selalu didahulukan sebelum melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik lanjutan. Tanda utama pada anafilaksis adalah urtikaria generalisata, angioedema, takikardia, hipotensi, dan wheezing pada auskultasi. Tanda lain yang dapat ditemukan pada anafilaksis meliputi syncope, takipnea, stridor, hipotonia, peningkatan suara peristaltik, dan inkontinensia.[1,2,4]
Status Lokalis Area Gigitan
Jika tidak ditemukan tanda kegawatan dan hemodinamik stabil, pemeriksaan dilanjutkan dengan menilai manifestasi lokal gigitan serangga. Bentuk kelainan kulit yang diakibatkan gigitan serangga adalah:
- Urtikaria dan papul yang timbul simultan pada area gigitan yang disertai eritema di sekitarnya
Vulnus punctum, sebagai tanda bekas tusukan atau gigitan yang umumnya terletak ditengah-tengah lesi kulit
- Ekskoriasi akibat bekas garukan karena gatal[1,2,4]
Beberapa jenis serangga memiliki karakteristik efloresensi yang spesifik, antara lain:
Tick, horsefly, flower bug bite, nyamuk, serta sengatan serangga lain meninggalkan bekas gigitan tunggal yang dapat disertai vesikel berukuran kecil atau luka lepuh.Gigitan seranggan ini umumnya disertai nyeri hebat pada area gigitan
- Nyamuk, lalat, tungau, serta kutu kasur menimbulkan papul eritema multipel yang berukuran kecil dan tersebar di sekitar area gigitan
Bed bugs dapat menggigit di seluruh tubuh, tetapi memiliki predileksi pada area kepala dan leher
- Kutu (flea) umumnya bersumber dari binatang dan menyebabkan gigitan pada ekstremitas bawah, di bawah lutut
- Gigitan laba-laba meninggalkan bekas berupa dua buah luka tusuk yang identik dengan gigi taring[1,9]
Adanya pus, abses, dan tanda-tanda limfangitis menandakan telah terjadi infeksi sekunder.[1,9]
Diagnosis Banding
Efloresensi kulit pada gigitan serangga memang tidak patognomonis dan cukup sulit dibedakan dengan penyakit kulit lainnya jika riwayat paparan terhadap serangga tidak dapat dipastikan dengan jelas. [2,9] Berikut adalah beberapa diagnosis banding gigitan serangga.
Sengatan Serangga
Insect stings atau sengatan serangga terjadi umumnya disebabkan oleh golongan Hymenoptera, seperti lebah, tawon, dan semut api. Kondisi ini menimbulkan manifestasi klinis yang lebih berat dan memiliki mortalitas yang lebih tinggi daripada gigitan serangga. Pada sengatan serangga, terjadi injeksi venom dari serangga ke dalam tubuh manusia sehingga menimbulkan nyeri hebat segera setelah peristiwa sengatan. [2,3,7]
Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak disebabkan oleh paparan terhadap alergen tertentu atau zat yang berpotensi menimbulkan iritasi. Pada dermatitis kontak, lesi kulit yang timbul umumnya menyebar di sekitar area yang mengalami kontak. Diagnosis ini bisa disingkirkan jika tidak terdapat riwayat kontak pada area yang mengalami lesi kulit. [2,3]
Urtikaria
Gigitan serangga memang menyebabkan lesi kulit berupa urtikaria. Namun, jika peristiwa gigitan tidak dapat dipastikan oleh pasien maka patut dicurigai penyebab urtikaria lain selain gigitan serangga. Konsumsi makanan atau obat-obatan tertentu, paparan faktor fisik seperti udara dingin atau sinar matahari, serta trauma saat aktivitas juga dapat menyebabkan urtikaria. [4]
Herpes Zoster
Pada beberapa gigitan serangga yang menimbulkan vesikel, karakteristik efloresensi kulit dapat menyerupai herpes zoster. Pada herpes zoster, terdapat vesikel berkelompok dengan dasar eritema. Tanda patognomonis dari herpes zoster adalah lesi yang menyebar secara dermatomal dan gejala prodromal yang mendahului timbulnya lesi kulit.[4]
Selain itu, manifestasi lokal dari gigitan serangga dapat memiliki diagnosis banding berupa dermatitis herpetiformis, eritema multiformis, erisipelas, dan viral exanthema. Gigitan serangga yang disertai dengan infeksi sekunder dapat menghasilkan manifestasi yang serupa dengan pioderma, impetigo, selulitis, dan abses.[1,2,9]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang umumnya tidak diperlukan untuk menegakkan diagnosis dan hanya dibutuhkan pada kasus gigitan serangga yang disertai komplikasi envenomasi berat.[1,4]
Pemeriksaan laboratorium darah lengkap, parameter metabolik, fungsi liver, profil koagulasi, creatin kinase, dan urinalisis dibutuhkan pada reaksi sistemik berat yang menyebabkan kerusakan multiorgan. Elektrokardiografi dibutuhkan pada kecurigaan penyakit Lyme atau terdapat aritmia. Apusan darah tebal dan tipis dapat menunjang diagnosis malaria dan fase awal penyakit Chagas. Pemeriksaan serologi dapat bermanfaat dalam mendeteksi penyakit yang ditransmisikan melalui vektor serangga, seperti demam dengue dan chikungunya.[1,2]