Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Ikterus Neonatorum Fisiologis general_alomedika 2024-11-20T11:22:47+07:00 2024-11-20T11:22:47+07:00
Ikterus Neonatorum Fisiologis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Ikterus Neonatorum Fisiologis

Oleh :
dr.Nailla Fariq Alfiani
Share To Social Media:

Diagnosis ikterus neonatorum fisiologis ditegakan dengan benar-benar menyingkirkan diagnosis banding seperti ikterus neonatorum patologis dan breastmilk jaundice.[1-3,9]

Kriteria Diagnosis Ikterus Neonatorum Fisiologis

Agar tidak tumpang tindih dengan ikterus neonatorum yang lain, ikterus neonatorum fisiologis dapat ditegakkan berdasarkan kriteria:

  • Terjadi pada hari kedua atau ketiga setelah lahir
  • Tidak berlangsung lebih dari dua minggu
  • Bayi aktif, refleks hisap baik, suhu tubuh normal
  • Masuk dalam kategori Kramer 1–3
  • Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak/tak terkonjugasi) tidak lebih dari 12 mg/dl pada neonatus cukup bulan dan tidak lebih dari 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan
  • Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari
  • Kadar bilirubin direk (larut dalam air/terkonjugasi) kurang dari 1 mg/dl
  • Tidak terbukti adanya etiologi ikterus neonatorum patologis[4,5,17,18]

Anamnesis

Anamnesis digunakan untuk mengetahui faktor risiko dan menyingkirkan diagnosis banding yang lain. Ikterus neonatorum fisiologis tidak pernah terjadi dalam 24 jam pertama dan tidak pernah berlangsung lebih dari 2 minggu.

Kondisi ini biasanya terjadi setelah hari kedua atau ketiga setelah bayi lahir, mencapai puncak pada hari ke-4 sampai hari ke-5 pada neonatus aterm dan hari ke-7 pada neonatus preterm, dan hilang dalam 2 minggu. Beberapa hal yang perlu digali melalui anamnesis:

  • Pemberian Air Susu Ibu (ASI): apakah ASI sudah lancar keluar, bagaimana hisapan bayi saat menyusu, frekuensi menyusui, dan cara menyusui bayi.
  • Riwayat kondisi kesehatan keluarga: anemia, riwayat splenektomi, sferositosis, defisiensi glukosa 6-fosfat dehidrogenase (G6PD), penyakit Gilbert, sindrom Crigler-Najjar tipe 1 dan 2.

  • Riwayat ikterus atau anemia pada saudara: mengarahkan pada kemungkinan inkompatibilitas golongan darah atau breast milk jaundice.

  • Riwayat sakit selama kehamilan: menandakan kemungkinan infeksi virus atau toksoplasma.
  • Riwayat persalinan traumatik yang berpotensi menyebabkan perdarahan atau hemolisis: bayi asfiksia dapat mengalami hiperbilirubinemia akibat ketidakmampuan hati memetabolisme bilirubin atau akibat perdarahan intrakranial.
  • Riwayat persalinan kurang bulan menjadi faktor risiko prematuritas dan BBLR (berat bayi lahir rendah).[17-19]

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan dengan mengamati perubahan warna kulit menjadi kekuningan pada tubuh bayi setelah dilakukan penekanan menggunakan jari. Pemeriksaan terbaik dilakukan menggunakan cahaya matahari. Perjalanan ikterus dimulai dari bagian kepala dan meluas secara sefalokaudal.

Pada ikterus neonatorum fisiologis, bayi secara keseluruhan berada dalam kondisi klinis baik, tampak aktif, memiliki refleks hisap yang baik, suhu tubuh normal dan stabil, ukuran hepar dan lien tidak membesar, warna urin dan BAB dalam batas normal. Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada kondisi ini, yaitu:

  • Pemeriksaan berat bayi setelah lahir untuk mengetahui BBLR atau tidak
  • Pemeriksaan tanda-tanda prematuritas
  • Pemeriksaan tanda-tanda asfiksia, seperti tampak sesak, terdapat tarikan iga, peningkatan respiratory rate

  • Pemeriksaan abdomen seperti hepatomegali, splenomegali, dan asites

Pada ikterus neonatorum patologis, bayi akan terlihat lemas, malas menyusu, kejang, suhu tubuh demam dan tidak stabil, terdapat pembesaran pada perabaan hepar dan lien, urin dan BAB berwarna kehitaman, bayi menangis kuat. Beberapa hal yang perlu diperhatikan, diantaranya:

  • Kecil masa kehamilan, kemungkinan berhubungan dengan polisitemia

  • Tanda infeksi intrauterin, misalnya mikrosefali, kecil masa kehamilan.
  • Perdarahan ekstravaskuler, misalnya memar, sefal hematom, subgaleal hematoma
  • Pucat, berhubungan dengan anemia hemolitik atau kehilangan darah ekstravaskular
  • Petekie, berkaitan dengan infeksi kongenital, sepsis, atau eritroblastosis
  • Hepatosplenomegali, berkaitan dengan anemia hemolitik, infeksi kongenital, atau penyakit hati
  • Korioretinitis, berhubungan dengan infeksi kongenital
  • Tanda hipotiroid

  • Perubahan warna tinja[17,19]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding ikterus neonatorum fisiologis yang sering ditemui adalah ikterus patologis dan breast milk jaundice.[1,9]

Ikterus Neonatorum Patologis

Ikterus neonatorum patologis terjadi 24 jam pertama atau saat bayi lahir dan bertahan lebih dari 2 minggu. Kecepatan peningkatan kadar bilirubin melebihi 0,2 mg/dl per jam atau 5 mg/dl per hari. Diketahui etiologi penyebab ikterus di antaranya:

  • Immune-mediated hemolysis, seperti inkompatibilitas ABO dan Rhesus

  • Non-immune mediated hemolysis, seperti persalinan dengan traumatik

  • Gangguan hematologi, seperti polisitemia, anemia hemolitik
  • Hereditary spherocytosis and elliptocytosis
  • Enzyme defects, seperti defisiensi glucose-6-phosphate dehydrogenase (G6PD)

  • Infeksi maternal selama kehamilan[1,18]

Breast Milk Jaundice

Breast milk jaundice adalah ikterus yang terjadi berkepanjangan (lebih dari 2 minggu) terkait dengan pemberian ASI. Banyak dari kasus ini memiliki penjelasan genetik yang mendasarinya. Hingga ⅓ dari bayi yang diberi ASI eksklusif tetap mengalami ikterus setelah 2 minggu. Beta-glukuronidase hadir dalam ASI dan dapat meningkatkan kadar bilirubin tak terkonjugasi yang memasuki sirkulasi enterohepatik dari usus. Flora usus yang berubah pada bayi yang diberi ASI juga telah terlibat dalam penurunan konversi glukuronida bilirubin menjadi urobilinoid.[8,9]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang menjadi gold standard adalah pemeriksaan bilirubin. Kadar bilirubin indirek (larut dalam lemak/tak terkonjugasi) tidak melewati 12 mg/dl pada neonatus cukup bulan dan 10 mg/dl pada neonatus kurang bulan, dan kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak melebihi 5 mg/dl per hari. Kadar bilirubin direk (larut dalam air/terkonjugasi) kurang dari 1 mg/dl.[4-5,17,18]

Pemeriksaan laboratorium lainnya direkomendasikan untuk mengidentifikasi penyakit hemolitik sebagai penyebab hiperbilirubinemia tak terkonjugasi, misalnya golongan darah neonatus, tes Coombs, complete blood cell (CBC), hitung retikulosit, apus darah, dan G6PD. Pada pasien dengan hiperbilirubinemia terkonjugasi, serum aminotransferase harus dilakukan untuk bukti cedera hepatoseluler, kadar gamma-glutamyl transferase (GGTP) untuk bukti penyakit hepatobilier dan waktu protrombin serta albumin serum untuk mengevaluasi fungsi sintesis hati.[1,17]

Studi pencitraan seperti ultrasonografi dan tes tambahan seperti titer toksoplasmosis, rubella, cytomegalovirus, herpes simplex virus, dan sifilis (TORCH), kultur urin, kultur virus, titer serologis, asam amino, dan fenotipe a-antitripsin dapat ditambahkan tergantung pada dugaan diagnosis hiperbilirubinemia terkonjugasi.[1,17]

 

Direvisi oleh: dr. Meva Nareza Trianita

Referensi

1. Betty Ansong-Assoku; Pratibha A. Ankola. Neonatal Jaundice. 2024. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK532930/
2. Rulina Suradi dan Debby Letupeirissa. Air Susu Ibu dan Ikterus. 2013. https://www.idai.or.id/artikel/klinik/asi/air-susu-ibu-dan-ikterus
3. Thor WR Hansen. Neonatal Jaundice. 2017. https://emedicine.medscape.com/article/974786-overview#a7
4. Debra H. Pan and Yolanda Rivas. Jaundice: Newborn to Age 2 Months. 2017. https://pedsinreview.aappublications.org/content/38/11/499
5. Daniel L. Preud’Homme. Neonatal Jaundice. 2012. https://gi.org/topics/neonatal-jaundice/
8. Mitra, S and Rennie, J. Neonatal jaundice: aetiology, diagnosis and treatment. British Journal of Hospital Medicine, December 2017, Vol 78, No 12. 2017. https://sci-hub.se/10.12968/hmed.2017.78.12.699
9. Kevin C. Dysart. Neonatal Hyperbilirubinemia. 2022. https://www.msdmanuals.com/professional/pediatrics/metabolic-electrolyte-and-toxic-disorders-in-neonates/neonatal-hyperbilirubinemia
17. AMBOSS. Neonatal Jaundice. 2023. www.amboss.com/us/knowledge/Neonatal_jaundice
18. World Health Organization. Neonatologi : Neonatal Jaundice. 2010. https://www.euro.who.int/__data/assets/pdf_file/0010/146818/EPC_participants_neonatology.pdf
19. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/240/2019 Tentang Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran Tatalaksana Hiperbilirubinemia. 2019. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjF5Mbmo4nvAhWW7XMBHc9oDL4QFjAAegQIARAD&url=http%3A%2F%2Fyankes.kemkes.go.id%2Funduh%2Ffileunduhan_1610349726_94555.pdf%2F16&usg=AOvVaw1f5Kb5gW2Isza2NUbezftM

Epidemiologi Ikterus Neonatorum ...
Penatalaksanaan Ikterus Neonator...

Artikel Terkait

  • Pemeriksaan Bilirubin Transkutan untuk Diagnosis Ikterus Neonatorum
    Pemeriksaan Bilirubin Transkutan untuk Diagnosis Ikterus Neonatorum
  • Pengukuran Bilirubin Bayi dengan Aplikasi Smartphone
    Pengukuran Bilirubin Bayi dengan Aplikasi Smartphone
  • Red Flag Ikterus Neonatorum
    Red Flag Ikterus Neonatorum
  • Filtered Sunlight Phototherapy sebagai Terapi Alternatif Ikterus Neonatorum
    Filtered Sunlight Phototherapy sebagai Terapi Alternatif Ikterus Neonatorum
Diskusi Terkait
Anonymous
Dibalas 04 Maret 2024, 11:51
Bayi usia 36 hari masih tampak kuning
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, izin diskusi , ada pasien bayi berusia 36 hari dengan keluhan wajah dan dada masih tampak kuning , keluhan lain - , bayi ASI , menyusu kuat...
Anonymous
Dibalas 27 November 2023, 01:11
Bayi usia 3 hari dengan skor kramer derajat 1, apa wajib dirawat untuk fototerapi?
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, izin bertanya. Anak 3 hari dengan dengan kramer drajat 1, lahir normal pervaginam UK 38-39mgg BBL 2900gr. Mual (-) muntah (-), demam (-) , BAB...

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.