Patofisiologi Kanker Penis
Patofisiologi kanker penis melibatkan dua jalur karsinogenesis utama, yaitu jalur terkait human papillomavirus atau HPV dan jalur non-HPV, yang masing-masing memiliki mekanisme molekuler dan profil prognosis berbeda. Secara histologis, lesi prekursor seperti penile intraepithelial neoplasia (PeIN) dapat berkembang menjadi kanker invasif, dengan faktor risiko seperti fimosis, inflamasi kronis, dan higiene penis yang buruk.[1,2]
Karsinogenesis terkait HPV
HPV, terutama tipe 16, 18, 31, dan 33, merupakan faktor etiologi utama pada 30–50% kasus penile squamous cell carcinoma (PSSC). Infeksi HPV terjadi melalui mikrolesi pada epitel mukosa penis selama aktivitas seksual. Virus menginfeksi sel epitel melalui reseptor proteoglikan dan integrin. Infeksi persisten menyebabkan integrasi DNA HPV ke dalam genom inang, yang memicu ekspresi onkoprotein virus E6 dan E7.[1,2]
Onkoprotein E7 berikatan dengan protein retinoblastoma (pRb) dan melepaskan faktor transkripsi E2F. Hal ini menyebabkan disregulasi siklus sel dan juga overexpression p16INK4a. Sementara itu, E6 menghambat fungsi p53 dan BAK, menghambat proses apoptosis, dan mengaktivasi telomerase serta kinase SRC, hingga terjadi immortalisasi sel dan instabilitas genomik. Mekanisme ini mengakibatkan proliferasi sel yang tidak terkendali dan karsinogenesis.[1,2]
Karsinogenesis Non-HPV
Pada jalur non-HPV, karsinogenesis dipicu oleh inflamasi kronis dan alterasi gen somatik. Kondisi seperti fimosis, balanoposthitis, dan lichen sclerosus menyebabkan akumulasi smegma dan produksi reactive oxygen species (ROS) serta reactive nitrogen intermediate (RNI), yang merusak DNA dan menyebabkan instabilitas genomik.[1,2]
Inflamasi kronis juga menginduksi ekspresi cyclooxygenase-2 (COX2), yang dapat meningkatkan produksi prostaglandin E₂ dan tromboksan, sehingga dapat memicu angiogenesis, proliferasi, dan invasi sel tumor. Alterasi gen somatik meliputi amplifikasi, delesi, mutasi, kehilangan heterozigositas, dan perubahan epigenetik pada gen supresor tumor, seperti p16INK4a, cyclin D, Rb, dan p53.[1,2]
Lesi Prekursor dan Progresi
Penile intraepithelial neoplasia (PeIN) merupakan lesi prekursor yang diklasifikasikan menjadi dua subtipe: PeIN terdiferensiasi (non-HPV) dan PeIN tidak terdiferensiasi (berhubungan dengan HPV). PeIN tidak terdiferensiasi memiliki risiko progresi menjadi kanker invasif sebesar 7–8%, sedangkan PeIN terdiferensiasi sering dikaitkan dengan lichen sclerosus.[1,2]
Sebagian besar lesi PeIN positif HPV, terutama genotipe 6, 11, dan 16. Faktor risiko PeIN termasuk penyakit kulit inflamasi, seperti lichen planus, imunosupresi, dan riwayat balanitis, kutil genital, serta transplantasi organ.[1,2]
Microenvironment Tumor dan Peran Imun
Microenvironment tumor pada PSCC menunjukkan perbedaan signifikan antara tumor HPV-positif dan HPV-negatif. Tumor HPV-positif cenderung memiliki infiltrasi sel T yang lebih banyak dengan polarisasi ke sel T helper 1 dan respons imun sitotoksik yang lebih kuat. Ekspresi PD-L1 pada sel tumor dan infiltrasi makrofag CD163+ juga berperan dalam progresi metastasis.[1,2]
Remodeling stroma peritumoral, seperti hilangnya fibrosit CD34+ dan peningkatan miofibroblast α-SMA+, dikaitkan dengan mortalitas terkait kanker. Pemahaman tentang interaksi antara tumor dan sistem imun membuka peluang terapi yang dipersonalisasi, termasuk imunoterapi.[1,2]
Peran Faktor Risiko Lain
Fimosis dan higiene yang buruk menyebabkan akumulasi smegma dan inflamasi kronis, yang meningkatkan risiko kanker penis melalui mekanisme COX2. Sirkumsisi neonatal memberikan efek protektif dengan menghilangkan daerah rentan tumor dan mencegah fimosis. Merokok dan obesitas juga berkontribusi melalui mekanisme inflamasi dan stres oksidatif. Selain itu, terapi psoralen UV-A (PUVA) pada psoriasis meningkatkan risiko kanker penis dikarenakan efek karsinogenik pada genitalia.[1,2]
Dengan demikian, patofisiologi kanker penis melibatkan interaksi kompleks antara faktor infeksi HPV, inflamasi kronis, perubahan genetik, dan microenvironment tumor, yang bersama-sama mendorong progresi dari lesi prekursor menjadi kanker invasif.[1,2]