Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Diagnosis Fibrosis Paru Idiopatik adira-deandra-chairie 2024-02-15T14:38:59+07:00 2024-02-15T14:38:59+07:00
Fibrosis Paru Idiopatik
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Diagnosis Fibrosis Paru Idiopatik

Oleh :
dr. Qorry Amanda, M.Biomed
Share To Social Media:

Diagnosis fibrosis paru idiopatik ditegakkan dengan bantuan high-resolution computed tomography atau HRCT dan serangkaian tes lainnya karena manifestasi klinis penyakit ini umumnya tidak spesifik. Sebelum menegakkan diagnosis fibrosis paru idiopatik, dokter harus menyingkirkan kemungkinan penyebab fibrosis paru yang lain.[1,2]

Anamnesis

Fibrosis paru idiopatik umumnya memberikan gejala yang nonspesifik atau justru tidak menimbulkan gejala (asimtomatik). Contoh gejala yang nonspesifik adalah:

  • Sesak napas kronis dan progresif, yang terutama terjadi saat pasien beraktivitas
  • Batuk kering (nonproduktif)
  • Penurunan berat badan
  • Demam subfebris
  • Cepat merasa lelah (fatigue)

  • Arthralgia
  • Myalgia[1,2,13]

Anamnesis juga perlu menanyakan riwayat penyakit dahulu, faktor sosial, dan faktor lingkungan untuk memastikan apakah fibrosis paru yang dialami merupakan fibrosis paru idiopatik atau nonidiopatik. Beberapa faktor sosial dan lingkungan yang harus ditanyakan adalah sebagai berikut:

  • Riwayat konsumsi obat dalam jangka lama
  • Riwayat penyalahgunaan narkotika
  • Riwayat lingkungan pekerjaan atau tempat tinggal yang berpotensi memberikan pencemaran udara akibat logam berat (asbes, silikah, kobalt), pestisida, serbuk kayu, dan kotoran burung
  • Riwayat penyakit autoimun seperti rheumatoid arthritis, skleroderma, penyakit Sjogren, atau dermatomyositis[1,2]

Pemeriksaan Fisik

Dokter perlu memeriksa kondisi jantung dan paru serta memeriksa ekstremitas. Namun, pemeriksaan fisik ini kadang tidak menunjukkan hasil yang spesifik.[1,14]

Pemeriksaan Jantung

Pada auskultasi jantung, suara katup pulmonal (P2) bisa terdengar lebih keras daripada biasanya. Dokter juga mungkin menemukan murmur holosistolik akibat regurgitasi katup trikuspid. Ventrikel kanan juga dapat mengalami hipertrofi.[2]

Pemeriksaan Paru

Sekitar 20–40% pasien fibrosis paru idiopatik yang akan menjalani transplantasi paru dilaporkan mengalami hipertensi pulmonal. Auskultasi paru mungkin menemukan ronki halus bibasiler saat pasien melakukan inspirasi.[1]

Pemeriksaan Ekstremitas

Sekitar 25–50% pasien fibrosis paru idiopatik menunjukkan tanda clubbing finger pada ekstremitas atas. Pada ekstremitas bawah, dokter dapat menemukan pedal edema. Tanda lain yang melibatkan penyakit autoimun seperti pembengkakkan sendi dan ruam kemerahan pada kulit juga harus diperiksa untuk menyingkirkan kemungkinan fibrosis paru akibat penyakit lain.[1,2]

Diagnosis Banding

Diagnosis banding utama yang harus dipikirkan adalah fibrosis paru nonidiopatik, yaitu fibrosis paru yang disebabkan oleh etiologi spesifik. Selain itu, dokter juga memikirkan kemungkinan penyakit paru obstruktif kronis, kanker paru, dan pneumonia.[15-20]

Fibrosis Paru Nonidiopatik

Fibrosis paru nonidiopatik memiliki gejala yang juga tidak spesifik seperti fibrosis paru idiopatik, yakni berupa sesak napas kronis progresif yang bisa disertai batuk kering.[15]

Namun, pada fibrosis paru nonidiopatik, pasien menampilkan riwayat penyakit dahulu, riwayat sosial-lingkungan, atau riwayat konsumsi obat-obatan tertentu dalam jangka panjang yang sangat menunjang terjadinya fibrosis paru nonidiopatik. Sementara itu, pada fibrosis paru idiopatik, etiologi atau faktor risiko tidak selalu ditemukan.[15]

Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)

Gambaran sesak napas kronis progresif yang diberikan oleh pasien PPOK hampir sama dengan yang ada pada pasien fibrosis paru idiopatik. Namun, batuk pada PPOK lebih sering berupa batuk produktif. Suara tambahan yang ditemukan pada PPOK dapat berupa ronki atau wheezing. Sementara itu, pada pasien fibrosis paru, temuan lebih sering hanya berupa ronki.[16]

Kanker Paru

Kanker paru memberikan gejala ketika sudah di tahap lanjut. Batuk pada kanker paru dapat berupa batuk berdahak atau batuk yang disertai percikan darah (hemoptisis). Selain itu, gejala paraneoplastik berupa hiperkalsemia akibat metastasis juga dapat terjadi. Gejala tersebut dapat berupa mual, penurunan nafsu makan, atau konstipasi. Gejala sistemik lain berupa penurunan berat badan signifikan juga dapat timbul pada pasien kanker paru.[17]

Pneumonia

Pneumonia dapat memberikan gejala yang hampir sama dengan fibrosis, seperti batuk dan sesak napas. Namun, pneumonia merupakan penyakit akut, sehingga gejala yang dirasakan berlangsung <7 hari. Batuk pada pneumonia juga sering bersifat produktif. Pada pemeriksaan tanda vital, dokter mungkin menemukan peningkatan suhu tubuh akibat infeksi yang sedang berlangsung.[18]

Edema Paru Akut

Sesak napas yang terjadi pada edema paru akut dapat bersifat akut maupun kronis progresif. Namun, batuk yang didapati pada pasien edema paru akut lebih sering berupa batuk produktif dengan dahak yang encer, kemerah-merahan, dan berbusa. Selain itu, dokter bisa menemukan edema pitting pada daerah tungkai dan pedis.[19,20]

Pneumonitis Hipersensitif

Pneumonitis hipersensitif terjadi akibat reaksi hipersensitivitas tipe III atau IV. Faktor okupasi menjadi faktor risiko yang penting dalam kondisi ini. Sebagai contoh, beberapa pasien pneumonitis hipersensitif hampir selalu memiliki riwayat pekerjaan yang memiliki kontak langsung dengan alergen, seperti kotoran burung, tanaman jamur, atau keju.[21]

Sesak napas dan batuk yang dilaporkan pasien sering terjadi secara akut dan dapat memberat dengan tiba-tiba, lalu menghilang dalam 1–2 hari setelah pasien mengurangi paparan dengan alergen. Sementara itu, pada fibrosis paru idiopatik, batuk dan sesak napas dapat timbul secara terus-menerus dan tidak mereda meskipun pasien telah mengurangi paparan dengan agen yang diduga memicu fibrosis paru.[21]

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah high-resolution computed tomography (HRCT), pemeriksaan fungsi paru, dan uji jalan kaki selama 6 menit.

Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi sangat penting dalam mengonfirmasi kecurigaan fibrosis paru idiopatik. Rontgen toraks dapat memberikan gambaran fibrosis paru meskipun tidak begitu spesifik. High-resolution computed tomography (HRCT) merupakan pencitraan yang lebih disukai untuk mengonfirmasi kecurigaan fibrosis paru idiopatik.[1,2]

Pada HRCT, fibrosis paru idiopatik dapat memberikan gambaran berupa honeycomb appearance yang predominan pada basal subpleura bilateral atau justru tampak mirip dengan gambaran khas pada bronkiektasis. Opasitas retikuler perifer biasanya sering terlihat di lobus bawah. Distribusi abnormalitas radiologis lebih sering tampak di daerah peribronkovaskular, perilimfatik, serta paru bagian atas atau tengah.[1,2]

Pemeriksaan Fungsi Paru

Pemeriksaan ini dilakukan melalui spirometri untuk mengetahui apakah penyakit paru yang diderita termasuk ke dalam pola yang obstruktif atau restriktif. Pada fibrosis paru idiopatik, hasil pemeriksaan spirometri menunjukkan pola penyakit paru restriktif. Dokter dapat menemukan penurunan volume paru (ditandai dengan penurunan forced vital capacity, total lung capacity, dan functional residual capacity) dan penurunan diffusion capacity (DLCO).[1,2,22]

Forced vital capacity (FVC) dalam pemeriksaan fibrosis paru idiopatik juga dianggap sebagai faktor penting yang akan memengaruhi prognosis fibrosis paru idiopatik.[2,22]

Pemeriksaan Uji Jalan Kaki Selama 6 Menit

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengetahui kapasitas exercise fungsional dari pasien fibrosis paru idiopatik. Terjadinya desaturasi hingga <88% selama periode berjalan 6 menit dapat menjadi parameter yang dievaluasi karena berhubungan dengan risiko tinggi kematian. Heart rate recovery (HRR) juga dinilai dalam pemeriksaan ini. Adanya kegagalan penurunan HRR dalam 1–2 menit setelah uji jalan kaki selama 6 menit juga berdampak pada peningkatan risiko mortalitas pasien.[2]

Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan ini dilakukan terutama untuk mengeksklusi adanya penyakit autoimun. Penyakit autoimun diketahui dapat menjadi suatu penyebab fibrosis paru nonidiopatik. Antinuclear antibody dan rheumatoid factor menjadi parameter pemeriksaan yang paling umum diperiksa untuk membedakan kedua jenis fibrosis paru tersebut.[1]

Pemeriksaan Histopatologi

Pemeriksaan histopatologi tidak selalu harus dilakukan pada semua pasien fibrosis paru idiopatik. Pemeriksaan pasien fibrosis paru idiopatik dapat dilakukan pada kondisi di mana konfirmasi fibrosis paru idiopatik belum didapatkan dengan pemeriksaan lain. Pasien yang masih berusia muda dapat dianjurkan untuk menjalani biopsi melalui bronkoskopi untuk pengambilan sampel.[1,2]

Namun, surgical lung biopsy tetap menjadi baku emas dalam metode pengambilan sampel jaringan. Pasien fibrosis paru idiopatik dapat memberikan gambaran histologi berupa pola usual interstitial pneumonia (UIP), adanya fokus fibroblastik (deposisi kolagen interstisial disertai dengan fibroblas dan miofibroblas), area honeycomb pada subpleura, serta inflamasi interstisial.[1,2]

Referensi

1. Krishna R, et al. Idiopathic Pulmonary Fibrosis. Statpearls Publishing. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK448162/
2. Sayf AA. Idiopathic Pulmonary Fibrosis (IPF): Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Medscape. 2021. https://emedicine.medscape.com/article/301226-overview
13. Snyder LD, Mosher C, Holtze CH, et al. Time to diagnosis of idiopathic pulmonary fibrosis in the IPF-PRO Registry. BMJ Open Respir Res. 2020;7(1):567. doi:10.1136/BMJRESP-2020-000567
14. Awano N, Jo T, Yasunaga H, et al. Body mass index and in-hospital mortality in patients with acute exacerbation of idiopathic pulmonary fibrosis. ERJ Open Res. 2021;7(2). doi:10.1183/23120541.00037-2021
15. Summerhill EM. Interstitial (Nonidiopathic) Pulmonary Fibrosis: Background, Pathophysiology, Etiology. Medscape. 2020. https://emedicine.medscape.com/article/301337-overview#a7
16. Mosenifar Z. Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD): Practice Essentials, Background, Pathophysiology. Medscape. 2022. https://emedicine.medscape.com/article/297664-overview#a1
17. Siddiqui F, Vaqar S, Siddiqui AH. Lung Cancer. Cambridge Handbook of Psychology, Health and Medicine, Second Edition. 2022:605-606. doi:10.1017/CBO9780511543579.138
18. Jain V, Vashisht R, Yilmaz G, Bhardwaj A. Pneumonia Pathology. StatPearls Publishing. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK526116/
19. Malek R, Soufi S. Pulmonary Edema. StatPearls Publishing. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK557611/
20. Iqbal MA, Gupta M. Cardiogenic Pulmonary Edema. StatPearls Publishing. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK544260/
21. Chandra D, Cherian SV. Hypersensitivity Pneumonitis. StatPearls Publishing. 2022. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK499918/
22. Yıldırım F, et al. Comparison of clinical courses and mortality of connective tissue disease-associated interstitial pneumonias and chronic fibrosing idiopathic interstitial pneumonias. Kaohsiung J Med Sci. 2019. doi:10.1002/kjm2.12066

Epidemiologi Fibrosis Paru Idiop...
Penatalaksanaan Fibrosis Paru Id...
Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 14 jam yang lalu
Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau Aquabides berapa ml ya dok ?
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Maaf dok, izin bertanya bila ada pasien gonore. Lalu mau diberikan Injeksk Ceftriaxon.  Seftriaxon 250 mg Injeksi IM harus di larutkan Nacl 0.9% atau...
Anonymous
Dibalas 1 jam yang lalu
Salbutamol dan metilprednisolon tablet
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Alo dokter, izin bertanya ada pasien bumil minum salbutamol hanya 3 tablet berturut-turut dan metilprednisolon 4mg 1 tablet saat asthmanya kambuh. Pasien UK...
Anonymous
Dibalas 09 Mei 2025, 16:20
Pemberian cotrimoksazol pada pasien Hiv-TB
Oleh: Anonymous
1 Balasan
Halo dok, izin diskusi. Saya ada pasien tb dan juga terdiagnosis hiv. Hiv (+) lewat RDT saja tanpa cek cd4. Sudah di berikan arv dan cotrimoksazol 1x960mg....

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.