Diagnosis Retensi Urin
Diagnosis retensi urin perlu dicurigai pada pasien yang mengeluhkan kesulitan berkemih, aliran urin yang melemah, nyeri suprapubik, atau distensi kandung kemih. Pemeriksaan fisik melibatkan palpasi dan perkusi suprapubik untuk mendeteksi distensi kandung kemih serta evaluasi neurologis jika dicurigai penyebab neurogenik.
Pemeriksaan penunjang utama adalah ultrasonografi kandung kemih untuk menilai volume urin postvoid (>100–200 mL mengindikasikan retensi urin), serta pemeriksaan laboratorium seperti urinalisis, fungsi ginjal, dan kultur urin untuk menyingkirkan komplikasi infeksi atau disfungsi ginjal. Uroflowmetry dan urodinamik dapat digunakan untuk menilai obstruksi atau gangguan kontraktilitas detrusor.[1-4]
Anamnesis
Pasien retensi urin biasanya mengeluhkan kesulitan dalam mengosongkan kandung kemih, sering kali disertai rasa tidak lampias setelah berkemih, aliran urin yang lemah atau terputus-putus, serta peningkatan frekuensi dan urgensi berkemih. Pasien juga dapat mengeluhkan nyeri atau rasa penuh di daerah suprapubik akibat distensi kandung kemih.
Pada retensi urin akut, pasien biasanya mengalami nyeri suprapubik yang signifikan dan tidak dapat berkemih sama sekali. Sementara itu, pada retensi urin kronis, gejalanya lebih ringan dan dapat berupa inkontinensia overflow akibat tekanan intravesika yang meningkat melebihi resistensi uretra. Riwayat waktu onset, durasi, dan progresivitas gejala sangat penting untuk membedakan antara retensi urin akut dan kronis.
Faktor risiko dan kondisi yang mendasari harus dieksplorasi dalam anamnesis, termasuk riwayat benign prostate hyperplasia (BPH), batu saluran kemih, striktur uretra, atau gangguan neurologis seperti stroke dan neuropati diabetik. Penggunaan obat yang dapat mengganggu fungsi kandung kemih, seperti antikolinergik, opioid, dan alfa-adrenergik, juga harus ditanyakan.
Selain itu, riwayat infeksi saluran kemih berulang, trauma atau operasi di daerah pelvis, serta gejala penyerta seperti hematuria, nyeri punggung bawah, atau gangguan sensorimotor perlu dievaluasi untuk mengidentifikasi kemungkinan etiologi yang mendasari. Pada pasien wanita, dapat ditanyakan mengenai riwayat penyakit pada panggul serta riwayat detail dari paritas.[2,3,13-15]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan retensi urin diawali dengan inspeksi dan palpasi daerah suprapubik untuk menilai adanya distensi kandung kemih. Distensi kandung kemih terasa sebagai massa bulat memantul, bisa nyeri atau tidak nyeri. Perkusi suprapubik dapat menghasilkan suara redup akibat akumulasi urin dalam kandung kemih. Pada kasus akut, pasien mungkin tampak gelisah dan mengalami nyeri suprapubik yang signifikan, sedangkan pada kasus kronis gejala dapat lebih ringan.
Pemeriksaan neurologi perlu dilakukan untuk mengevaluasi kemungkinan retensi urin neurogenik. Beberapa hal yang harus dilakukan adalah menilai tonus anal, refleks sakral (seperti refleks bulbokavernosus dan refleks anal), serta kekuatan otot ekstremitas bawah jika dicurigai adanya lesi medula spinalis. Pemeriksaan rektal pada pria diperlukan untuk menilai pembesaran prostat, nodul, atau konsistensi abnormal yang dapat mengindikasikan BPH atau keganasan.
Pada wanita, pemeriksaan pelvis dapat mendeteksi massa atau prolaps organ yang berkontribusi terhadap obstruksi saluran kemih. Pemeriksaan ekstremitas bawah untuk menilai adanya edema, hipertonisitas, atau hipotonisitas otot juga dapat memberikan petunjuk mengenai penyebab neurologis.[2,13,16]
Diagnosis Banding
Retensi urin seringkali terjadi bukan sebagai diagnosis primer melainkan ada faktor lain yang mendasari. Oleh karena itu, ketika retensi urin telah terkonfirmasi dari pemeriksaan fisik, penting bagi dokter untuk segera mencari penyebabnya apakah obstruktif atau non-obstruktif.
Gagal Ginjal Akut
Gagal ginjal dan retensi urin sama-sama dapat memunculkan keluhan tidak bisa berkemih pada pasien, namun perbedaannya adalah pada gagal ginjal sama sekali tidak ada urin yang diproduksi atau hanya ada urin dalam jumlah sedikit (oliguria). Hal ini dapat dibuktikan dengan pemeriksaan fisik berupa tidak adanya massa suprapubik sebagai tanda distensi vesika urinaria, serta pemeriksaan penunjang berupa serum kreatinin dan ureum yang meningkat bila terjadi penurunan fungsi ginjal.[1,17]
Stroke Akut
Stroke akut dan retensi urin sama-sama dapat memunculkan keluhan susah memulai berkemih pada pasien. Namun, perbedaannya adalah pada stroke akut gangguan tidak hanya pada persarafan yang mengatur berkemih, melainkan ada kelemahan di bagian tubuh lain.[18,19]
Asites
Asites merupakan kondisi menumpuknya cairan di rongga abdomen, tepatnya di kavitas peritoneal. Cairan ini dapat menimbulkan tekanan pada seluruh organ intraabdomen, termasuk vesika urinaria. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya kesulitan buang air kecil dan ketidaknyamanan pada abdomen yang menyerupai retensi urin.[13,20]
Konstipasi
Dengan mekanisme yang hampir sama seperti asites, konstipasi dapat meningkatkan tekanan intraabdomen akibat fecal material yang menumpuk di kolon menyebabkan penekanan pada vesika urinaria dan memengaruhi pengeluaran urin.[13,21]
Batu Ginjal
Adanya nefrolitiasis yang menyebabkan obstruksi pada bagian pelvis renalis di kedua ginjal dapat menyebabkan urin dari ginjal sulit turun sehingga pasien dapat melaporkan tidak bisa berkemih seperti halnya pada retensi urin. Demikian pula pada kondisi ketika batu bilateral sudah turun ke daerah ureter.
Perbedaannya adalah pada nefrolitiasis bilateral dapat ditemukan hidronefrosis yang akan terkonfirmasi dari pemeriksaan fisik nyeri ketok ginjal yang positif atau USG abdomen yang akan dapat memvisualisasi batu di area tersebut, pada ureterolitiasis dapat ditemukan keluhan nyeri kolik hebat yang menjalar, sementara pada retensi urin akan didapati vesika urinaria yang distensi akibat isinya penuh namun tidak dapat dikeluarkan.[13,22]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang dapat membantu mengidentifikasi berbagai penyebab dari retensi urin, seperti mengonfirmasi adanya pembesaran prostat atau adanya sumbatan batu di uretra.
Ultrasonografi (USG)
USG dapat dilakukan dengan tepat memeriksa regio suprapubik tempat di mana vesika urinaria berada serta mengonfirmasi apakah terbukti distensi penuh dengan urin atau tidak. USG juga dapat membantu membedakan apakah tidak berkemihnya pasien berhubungan langsung dengan retensi urin, asites, atau nefrolitiasis bilateral. USG dapat mengukur besarnya prostat, mengidentifikasi batu saluran kemih, dan mengidentifikasi kelainan obstruktif lain yang ada di saluran kemih.[2,9,13]
Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk mendeteksi adanya tanda-tanda infeksi. Urinalisis juga bisa mengidentifikasi hematuria yang dapat berkaitan dengan kelainan fungsi ginjal, batu saluran kemih, atau justru keganasan kandung kemih.[2,9,13]
Pemeriksaan Fungsi Ginjal
Pemeriksaan fungsi ginjal berupa kadar kreatinin dan ureum serum dapat mengevaluasi fungsi ginjal sehingga dapat membedakan anuria atau oliguria yang disebabkan gagal ginjal akut dari retensi urin.[2,9,13]
Sistoskopi
Sistoskopi adalah prosedur medis yang digunakan untuk memeriksa bagian dalam uretra dan kandung kemih dengan menggunakan alat bernama sistoskop. Sistoskop merupakan alat berbentuk tabung tipis yang dilengkapi kamera dan lampu.
Pemeriksaan sistoskopi dilakukan biasanya bukan untuk mengonfirmasi adanya diagnosis retensi urin namun untuk mengidentifikasi penyebab retensi urin, seperti striktur uretra, batu kandung kemih, atau tumor.[2,9,13]
Uroflowmetry
Uroflowmetry adalah pemeriksaan yang digunakan untuk mengukur aliran urin saat seseorang buang air kecil. Uroflowmetry dapat membantu mengevaluasi seberapa baik kandung kemih berfungsi dalam mengeluarkan urin.[2,9,13]
Voiding Cystourethrogram (VCUG)
Voiding cystourethrogram (VCUG) adalah prosedur radiologi yang digunakan untuk mengevaluasi struktur dan fungsi kandung kemih serta uretra. Pemeriksaan ini untuk membedakan adanya kelainan refluks vesikoureteral, yaitu kondisi di mana urin yang sudah ada di vesika urinaria justru kembali ke dalam ureter dan ginjal.
Vesika urinaria yang normal akan mengosongkan isinya secara hampir sempurna ketika berkemih. Post-void residual > 200 ml urin diartikan patologis dan abnormal, dan post-void residual > 400 ml mengindikasikan adanya retensi urin.[2,9,13]
Uretrografi
Uretrografi adalah prosedur medis yang digunakan untuk memvisualisasikan saluran uretra dengan menggunakan media kontras dan sinar-X.[2,9,13]
CT Scan Otak
CT scan otak tidak dilakukan secara rutin. Pemeriksaan ini akan bermanfaat terutama bila ada tanda neurologis yang mendukung probabilitas terjadinya stroke akut.[2,9,13]
MRI
Retensi urin yang juga bisa dipengaruhi karena adanya lesi di medula spinalis. Pada kondisi di mana retensi diduga berkaitan dengan lesi medulla spinalis, dapat dilakukan pemeriksaan radiologi Magnetic Resonance Imaging (MRI) untuk mengkonfirmasi kecurigaan.[2,9,13]