Epidemiologi Retensi Urin
Data epidemiologi menunjukkan bahwa retensi urin paling banyak dialami pria yang lebih tua dibandingkan kelompok demografis lain. Angka kejadian retensi urin pada pria usia 80 tahun ke atas dilaporkan 5 kali lebih tinggi dibandingkan pada pria paruh baya.[1-5]
Global
Retensi urin ditemukan lebih sering mempengaruhi pria yang lebih tua dibandingkan populasi pasien lain. Sebuah studi yang dilakukan di Denmark menemukan bahwa insiden retensi urin akut per 1000 orang-tahun meningkat dari 2,34 menjadi 3,42 antara tahun 1997 dan 2004, diikuti dengan penurunan menjadi 2,95 pada tahun 2017.
Lebih dari 10% pria yang berusia di atas 70 tahun dan hampir sepertiga dari pria yang berusia 80-an mengalami kondisi ini dalam kurun waktu lima tahun. Di sisi lain, kondisi ini terjadi lebih jarang pada wanita, dengan insiden tahunan sekitar 3-7 per 100.000 yang memberikan rasio wanita terhadap pria sekitar 1:13.[1,4,6-9]
Indonesia
Di Indonesia, prevalensi nasional retensi urin belum diketahui. Dalam sebuah studi kecil, peneliti berargumen bahwa kesadaran dan kepatuhan pemeriksaan medis di Indonesia lebih rendah dibandingkan negara maju, yang menyebabkan pasien cenderung mencari bantuan saat kondisi sudah parah.[10,11]
Mortalitas
Retensi urin dapat menyebabkan morbiditas signifikan, termasuk infeksi saluran kemih berulang, urosepsis, hidronefrosis, dan gagal ginjal akut atau kronis akibat peningkatan tekanan intravesika yang berkepanjangan. Jika tidak segera ditangani, kondisi ini juga dapat menyebabkan distensi kandung kemih permanen dan disfungsi detrusor yang ireversibel.
Mortalitas akibat retensi urin umumnya terkait dengan komplikasi seperti sepsis atau gagal ginjal terminal, terutama pada pasien dengan komorbiditas seperti diabetes mellitus atau gangguan neurologis. Risiko meningkat pada populasi usia lanjut dan pasien dengan imobilisasi yang berkepanjangan, yang rentan terhadap komplikasi infeksi dan tromboemboli akibat stasis urin.[1,4,7,12]