Balloon Angioplasty vs Medical Management for Intracranial Artery Stenosis: The BASIS Randomized Clinical Trial
Sun X, Deng Y, Zhang Y, et al; BASIS Investigators. JAMA. 2024. 332(13):1059-1069. doi: 10.1001/jama.2024.12829.
Abstrak
Latar Belakang: Pada uji klinis sebelumnya dilaporkan tidak terdapat adanya superioritas tindakan endovascular stenting dibandingkan dengan terapi medikamentosa pada pasien-pasien dengan stenosis arteri intrakranial simptomatik. Sementara itu, manajemen dengan balloon angioplasty belum diuji secara klinis.
Tujuan: Studi ini bertujuan menentukan apakah balloon angioplasty yang dikombinasikan dengan terapi medikamentosa lebih superior dibandingkan dengan terapi medikamentosa saja pada pasien-pasien dengan stenosis arteri intrakranial simptomatik.
Metode: Studi ini merupakan uji klinis dengan randomisasi, label terbuka dan luaran tersamar yang dilakukan pada 31 senter di Cina. Subjek penelitian adalah pasien-pasien berusia 35-80 tahun dengan stenosis arteri intrakranial simtomatik. Definisi stenosis intrakranial simtomatik pada studi ini adalah pasien dengan transient ischemic attack (TIA) onset kurang dari 90 hari atau pasien dengan stroke iskemik onset 14-90 hari dengan stenosis 70-99% pada arteri utama di intrakranial yang telah mendapatkan setidaknya 1 jenis antiplatelet dan manajemen faktor risiko.
Kelompok uji pada studi ini adalah kelompok tindakan balloon angioplasty yang dikombinasikan dengan terapi medikamentosa (249 subjek) dan kelompok terapi medikamentosa saja (252 subjek). Terapi medikamentosa meliputi pemberian antiplatelet ganda selama 90 hari dan kontrol faktor risiko.
Luaran primer yang dinilai pada studi ini adalah angka kejadian stroke dan angka kematian dalam 30 hari dan 30 hari sampai 1 tahun.
Hasil: Total 501 subjek menyelesaikan penelitian ini dengan rerata usia 58 tahun dan 158 subjek (31,5%) adalah perempuan. Insiden luaran primer lebih rendah pada kelompok balloon angioplasty dibandingkan dengan kelompok terapi medikamentosa saja (4,4% berbanding 13,5% dengan hazard ratio 0,32; p<0,001).
Angka kejadian stroke atau kematian dalam 30 hari adalah 3,2% berbanding 1,6%, sedangkan dalam 30 hari sampai 1 tahun, angka kematian 0,4 % berbanding 7,5%. Angka kejadian perdarahan intrakranial simtomatik adalah 1,2% pada kelompok balloon angioplasty dibandingkan 0,4% pada kelompok terapi medikamentosa saja. Pada kelompok balloon angioplasty, komplikasi prosedur terjadi pada 17,4% pasien dan diseksi arteri terjadi pada 14,5% pasien.
Kesimpulan: Pada pasien-pasien dengan stenosis arteri intrakranial simtomatik, balloon angioplasty ditambah manajemen medis agresif, dibandingkan dengan manajemen medis agresif saja, secara statistik menurunkan risiko gabungan dari stroke atau kematian dalam 30 hari atau stroke iskemik atau revaskularisasi arteri setelah 30 hari hingga 12 bulan secara signifikan.
Hasil ini menunjukkan bahwa balloon angioplasty yang dikombinasi dengan terapi medikamentosa dapat menjadi pilihan terapi yang efektif pada pasien-pasien dengan stenosis arteri intrakranial simtomatik, walaupun risiko stroke dan angka kematian dalam 30 hari pertama pasca tindakan balloon angioplasty perlu mendapat perhatian.
Ulasan Alomedika
Stroke masih merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan utama di dunia dan di Indonesia. Sebagian besar dari stroke ini merupakan stroke iskemik. Stenosis aterosklerotik intrakranial merupakan salah satu etiologi utama stroke iskemik terutama di Asia Timur dan Selatan, termasuk Indonesia. Pasien-pasien stroke dengan stenosis intrakranial ini memiliki risiko tinggi untuk mengalami kejadian stroke berulang sekalipun mendapat pengobatan medikamentosa yang agresif.
Telah ada uji klinis yang melaporkan bahwa tindakan endovaskular berupa stenting tidak memberi manfaat signifikan dibandingkan terapi medikamentosa. Di lain pihak, tindakan balloon angioplasty pada stenosis intrakranial telah diinvestigasi pada beberapa studi observasional dan dilaporkan bermanfaat. Uji klinis kali ini membandingkan apakah tindakan balloon angioplasty yang dikombinasi dengan terapi medikamentosa lebih superior dibandingkan dengan terapi medikamentosa saja pada pasien dengan stenosis arteri intrakranial simptomatik.
Ulasan Metode Penelitian
Uji klinis ini menerapkan metode acak, end-point tersamar, label terbuka, multisenter pada 31 pusat stroke komprehensif di Cina. Partisipan studi dibagi menjadi 2 kelompok secara acak dengan rasio 1:1 yaitu kelompok balloon angioplasty yang dikombinasikan dengan terapi medikamentosa dan kelompok terapi medikamentosa saja.
Subjek Studi:
Subjek penelitian adalah pasien-pasien berusia 35-80 tahun dengan stenosis arteri intrakranial simtomatik. Definisi stenosis intrakranial simtomatik pada studi ini adalah pasien dengan transient ischemic attack (TIA) onset kurang dari 90 hari atau pasien dengan stroke iskemik onset 14-90 hari dengan stenosis 70-99 % pada arteri utama di intrakranial yang telah mendapat setidaknya 1 jenis antiplatelet dan manajemen faktor risiko.
Pasien tidak dapat masuk ke dalam studi apabila mendapatkan terapi trombolitik atau mengalami perburukan defisit neurologis dalam 24 jam sebelum pengambilan sampel penelitian, juga pasien dengan modified Rankin Scale (mRS) di atas 3. Pasien juga tidak dapat masuk ke dalam studi apabila terdapat arteri intrakranial lain dengan stenosis berat selain arteri yang menyebabkan stroke, terdapat stenosis lebih dari 50% pada parent artery yang menyuplai arteri yang menyebabkan stroke, atau mengalami stroke perforata.
Intervensi:
Kedua kelompok mendapatkan terapi medikamentosa yang sama meliputi aspirin 100 mg dan clopidogrel 75 mg selama 90 hari. Ticagrelor atau cilostazol diberikan pada pasien dengan resistensi clopidogrel.
Pengendalian faktor risiko meliputi target tekanan darah < 140/90 mmHg, target low-density lipoprotein cholesterol < 70 mg/dL, HbA1C < 7%, modifikasi gaya hidup meliputi stop merokok dan aktivitas fisik. Tindakan balloon angioplasty dilakukan dalam 3 hari kerja setelah rekrutmen, secara submaksimal yaitu inflasi balon dengan diameter 50-70% diameter arteri proksimal.
Pasien kemudian dievaluasi secara berkala oleh dokter spesialis neurologi saat awal penelitian, saat angiografi, saat pulang rawat pasca angiografi, sekitar hari ke-30, hari ke-90, 6 bulan, 1 tahun, hingga 3 tahun. Pada tiap evaluasi dinilai obat yang dikonsumsi oleh pasien dan pengendalian faktor-faktor risikonya.
Luaran Yang Dinilai:
Luaran primer uji klinis ini adalah kejadian stroke atau kematian dalam 30 hari setelah perekrutan subjek atau setelah tindakan balloon angioplasty. Luaran sekunder meliputi kejadian stroke dan kematian selama pemantauan lanjutan dalam 90 hari, 1 tahun, 2 tahun, dan 3 tahun setelah rekrutmen, serta hasil skor mRS pada 90 hari, 1 tahun 2 tahun, dan 3 tahun.
Luaran sekunder lain mencakup angka kejadian revaskularisasi dan restenosis, angka kejadian komposit stroke, infark miokard, dan kematian oleh sebab vaskular selama 1 tahun, 2 tahun, dan 3 tahun, serta kualitas hidup penderita.
Ulasan Hasil Penelitian
Uji klinis ini melibatkan 501 pasien dengan stenosis arteri intrakranial yang signifikan. Luaran primer menunjukkan bahwa kelompok balloon angioplasty mengalami insiden stroke atau kematian dalam 30 hari setelah prosedur atau stroke iskemik dalam area arteri yang terkena lebih rendah dibandingkan kelompok manajemen medis agresif (4,4% vs 13,5%; HR, 0,32).
Selain itu, balloon angioplasty juga dikaitkan dengan angka revaskularisasi arteri yang lebih rendah dalam satu tahun (1,6% vs 9,5%) dan perbaikan skor mRS pada 90 hari dan satu tahun. Meskipun terdapat risiko komplikasi prosedural, seperti diseksi arteri (14,5%) dan vasospasme (1,2%), kejadian stroke berat lebih rendah pada kelompok angioplasti balon (2,4% vs 7,1%).
Analisis sekunder dan post-hoc menunjukkan bahwa kelompok balloon angioplasty memiliki angka stroke iskemik pada arteri yang terkena lebih rendah setelah 30 hari hingga satu tahun (0,4% vs 7,5%) dan tingkat revaskularisasi ulang lebih rendah (1,2% vs 8,3%). Tidak ditemukan perbedaan signifikan dalam angka kematian semua penyebab dalam 30 hari antara kedua kelompok.
Kelebihan Penelitian
Uji klinis ini memiliki metode yang baik yaitu dengan metode acak, serta melibatkan jumlah sampel yang besar. Hal ini menyebabkan studi menjadi lebih minim bias.
Topik yang dievaluasi pada studi ini juga merupakan sesuatu yang penting, dapat diterapkan serta sangat berpengaruh pada praktik klinis sehari-hari. Angka kejadian stroke iskemik akut yang disebabkan oleh stenosis arteri intrakranial cukup tinggi, terutama di populasi Asia termasuk Indonesia, dan hingga saat ini belum ada prosedur yang terbukti lebih bermanfaat dibandingkan terapi medikamentosa.
Limitasi Penelitian
Penelitian ini hanya dilakukan di Cina sehingga diragukan validitas eksternalnya untuk diterapkan pada populasi lain. Efikasi jangka panjang dari tindakan balloon angioplasty belum diketahui sehingga memerlukan pengamatan dalam kurun waktu yang lebih panjang.
Selain itu, tindakan balloon angioplasty pada studi ini dilaporkan memiliki komplikasi prosedural serius yang cukup tinggi seperti diseksi arterial (14,5%) dan perdarahan intrakranial simtomatik (1,2%).
Aplikasi Hasil Penelitian Di Indonesia
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa balloon angioplasty lebih unggul dibandingkan terapi medis agresif dalam menurunkan risiko stroke atau kematian dalam 12 bulan pada pasien dengan stenosis arteri intrakranial.
Dalam konteks praktik klinis di Indonesia, di mana prevalensi stroke iskemik cukup tinggi, temuan ini dapat menjadi dasar untuk mempertimbangkan balloon angioplasty sebagai pilihan terapi pada pasien dengan stenosis arteri berat yang berisiko mengalami stroke berulang. Meski demikian, risiko komplikasi serius dari prosedur ini tetap perlu dipertimbangkan. Penelitian lebih lanjut juga harus dilakukan untuk memvalidasi temuan dalam uji klinis ini.