Pemeriksaan PCR geneXpert MTB/RIF ultra telah dikembangkan untuk dapat lebih sensitif dan spesifik daripada geneXpert MTB/RIF konvensional, dalam mendiagnosis tuberkulosis (TB). Kedua pemeriksaan ini lebih dianjurkan oleh WHO, daripada tes BTA sputum, karena dapat mendeteksi tuberkulosis ekstraparu.[1-3]
Saat ini, Indonesia sudah mulai menggunakan pemeriksaan molekuler berbasis nested real-time PCR dengan merk dagang geneXpert, bahkan sebelum pandemi COVID-19. Deteksi dini dan terapi yang efektif merupakan kunci sukses eradikasi tuberkulosis. Pencegahan penyebaran bakteri Mycobacterium tuberculosis (MTB) dan pembentukan bakteri resisten sangat penting dilakukan.[1-5]
Modalitas Diagnosis Tuberkulosis
Tuberkulosis merupakan penyakit infeksi mayor di seluruh dunia. Bakteri M. tuberculosis, selain menginfeksi parenkim paru, juga dapat menyebabkan kelainan pada organ-organ lain dan disebut tuberkulosis ekstraparu. Oleh karena itu, diagnosis TB tidak cukup hanya dengan pemeriksaan rontgen toraks ataupun tes BTA sputum.[4,5]
Beberapa modalitas diagnosis yang sudah dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis TB adalah:
- Imunologi, termasuk interferon-gamma release assays (IGRA) dan tuberculin skin test (TST) yang buruk untuk membedakan infeksi TB aktif dan laten
- Radiologi, seperti rontgen toraks
- Mikroskopik, yaitu pewarnaan sputum bakteri tahan asam (BTA)
- Kultur Bakteri, di mana saat ini masih menjadi pemeriksaan baku emas dalam diagnosis TB
- Molekuler, yaitu polymerase chain reaction geneXpert M. tuberculosis/rifampicin (PCR geneXpert MTB/RIF), PCR geneXpert MTB/RIF ultra, dan line probe assay (LPA)[1,4,5]
Untuk update terbaru, saat ini telah digunakan pemeriksaan molekuler berbasis nested real-time PCR, yaitu dengan merk dagang gene xpert. Awalnya hanya menggunakan gene xpert MTB/RIF, kemudian sekarang berkembang metode yang lebih sensitif dan spesifik yaitu gene xpert MTB/RIF Ultra ditambah pemeriksaan molekuler LPA.[1-3]
PCR GeneXpert MTB/RIF
Pemeriksaan ini mulai diperkenalkan pada tahun 2010. WHO telah merekomendasikan pemeriksaan ini di tahun 2011 untuk menggantikan pemeriksaan mikroskopik (BTA sputum). Prinsip dari pemeriksaan ini adalah nested real-time PCR dan teknologi molekuler. Metode ini bersifat semi otomatik dengan menggunakan kartrid tes molekuler. PCR geneXpert MTB/RIF termasuk dalam rapid test diagnosis MTB, yang secara bersamaan mendeteksi kompleks bakteri MTB dan resistensi obat rifampicin (RIF).
Pemeriksaan ini mempunyai turn around time (TAT) sekitar 2 jam. Hasil penelitian tahun 2022 menyatakan bahwa rata-rata akurasi diagnostik metode ini adalah sensitivitas 72,1%, spesifisitas 100%, NPP (nilai prediksi positif) 100%, dan NPN (nilai prediktif negatif) 95,5%.[2,5-7]
PCR GeneXpert MTB/RIF Ultra
Sekitar tahun 2017, WHO memperkenalkan versi baru dari PCR geneXpert MTB/RIF, yang menjadi solusi dari kekurangan versi lama. Alat ini dibuat berdasarkan metode amplifikasi dari sekuensing 2 salinan ganda, sehingga kemampuan deteksi kimiawinya menjadi meningkat.
Pada versi terbaru ini, terdapat peningkatan sensitivitas dalam deteksi TB dan resistensi obat RIF, karena terjadi penurunan pada batas deteksi bakteri MTB. Penelitian tahun 2022 menyatakan bahwa rata-rata akurasi diagnostik metode ini adalah sensitivitas 87,8%, spesifisitas 98,1%, NPP 88,6%, dan NPN 97,9%.[2,5-7]
Line Probe Assay (LPA)
WHO mulai memperkenalkan LPA versi awal di tahun 2008, dengan seri genoType MTBDRplus V1, untuk tes cepat kasus multidrug resistance-tuberculosis (MDR-TB). Versi selanjutnya diperkenalkan di tahun 2011, yaitu seri genoType MTBDRplus V2 dan NIPRO (non-tuberculous mycobacteria + MTBDR detection kit 2), yang dapat mendeteksi resistensi rifampicin dan isoniazid.[1]
Pada tahun 2015, pemeriksaan ini digunakan secara massal dengan versi kombinasi V1 dan V2, yaitu GenoType MTBDRsl yang juga mampu mendeteksi resistensi amikacin. Tahun 2021 telah diluncurkan pengembangan terbaru dari varian NIPRO, yaitu LPA genoscholar PZA-TB II yang dapat mendeteksi resistensi pyrazinamide.[1]
Metode ini merupakan perkembangan dari deteksi resistensi obat berbasis DNA bakteri MTB. Interpretasi dari metode ini adalah dengan cara menerjemahkan pola ikatan yang mewakili garis probes tidak bergerak, yang terikat (hibridisasi) ke amplikon MTBC (produk amplifikasi DNA). Desain dari probes LPA ditujukan untuk mendeteksi mutasi yang disebabkan oleh resistensi lini pertama dan kedua dari agen anti MTB, dan sekuensing DNA dari varian wild type MTB.[1]
Perbandingan PCR GeneXpert Konvensional Vs Ultra
GneXpert MTB/RIF ultra merupakan pemeriksaan PCR versi baru yang dipercaya memiliki kemampuan deteksi kimiawi yang lebih tinggi daripada versi konvensional. Versi ultra memiliki peningkatan sensitivitas dalam deteksi TB dan resistensi obat RIF.[2,5-7]
Perbandingan Keunggulan
Versi konvensional memiliki keunggulan kejadian kontaminasi silang dan penggunaan fasilitas biosafety yang berkurang, di mana ukuran chamber PCR adalah 25 µL. Deteksi target salinan tunggal gen rpoB terdapat 5 probes, yang memberikan sensitivitas lebih baik bahkan pada preparat BTA yang negatif.
Sementara itu, versi ultra memiliki lebih banyak keunggulan, yaitu:
- Baik untuk pasien presumtif infeksi MTB, di mana metode ini mampu mendeteksi konsentrasi rendah dari kuman MTB yaitu hingga 11,8–15 CFU/ml (limit deteksi kuman MTB pada metode kultur cair)
Turn around time (TAT) <80 menit
- Deteksi salinan ganda gen IS6110 (complex specific insertion sequence) dan IS1081 menggunakan 2 probes
- Sensitif untuk mendeteksi mutasi rpoB (RNA ~ ribonucleic acid polymerase β subunit) dan silent mutation
- Sensitif dalam deteksi resistensi RIF pada infeksi campuran
GeneXpert ultra memiliki sensitivitas yang lebih baik untuk membantu diagnosis TB pausibasiler yang biasa terjadi pada anak, TB ekstra paru, dan imunodefisiensi (misalnya TB-HIV). Sensitivitas pada beberapa sampel TB ekstra paru adalah jaringan pleura (100%), biopsi osteoartikular (100%), urine (100%) dan sampel lain (47,6–96,1%).[2,3,5-9]
Perbandingan Kelemahan
Sensitivitas pemeriksaan geneXpert konvensional masih tergolong rendah, akibat masukan bakteri yang terdeteksi oleh alat ini yang rendah. Metode ini hanya mempunyai batas deteksi kuman MTB hingga 112–131 CFU/mL (colony forming units per milliliter).
Kelemahan lain dari versi konvensional adalah hasil yang sangat variatif apabila menggunakan sampel TB ekstra paru yang berbeda-beda, proses amplifikasi yang singkat (1 jam 30 menit), hasilnya yang kadang saling bertolak belakang dengan BTA positif, dan TAT 110 menit.
Sementara, kelemahan geneXpert ultra adalah ukuran chamber PCR yang lebih besar (50 µL) dan deteksi target salinan tunggal gen rpoB terdapat 4 probes. Selain itu, oleh karena nilai ambang pemeriksaan yang semakin rendah maka kemungkinan hasil positif palsu dapat meningkat. Pemeriksaan ini tidak bisa berdiri sendiri tanpa metode pelengkap lain, seperti kultur dan BTA pada sputum.[2,3,5-9]
Indikasi Penggunaan Pemeriksaan PCR GeneXpert
Metode pemeriksaan PCR geneXpert MTB/RIF konvensional dan ultra sangat berperan untuk diagnosis TB, serta menandai perkembangan pemeriksaan molekuler di bidang infeksi MTB. Pemeriksaan ini sudah dapat dikerjakan di Indonesia, di mana hampir semua pusat rujukan kesehatan pemerintah di berbagai daerah sudah mampu melaksanakan pemeriksaan ini.[1-3]
Pemeriksaan PCR geneXpert sebaiknya dilakukan untuk mengganti pemeriksaan BTA sputum dan rontgen toraks. Hal ini karena M. tuberculosis dapat menginfeksi organ-organ lain atau disebut tuberkulosis ekstraparu.[4,5]
Selanjutnya, diagnostik molekuler infeksi TB perlu dikembangkan dengan penambahan LPA pasca pemeriksaan geneXpert. Pemeriksaan LPA akan lebih meningkatkan akurasi diagnosis TB dan meningkatkan variasi monitoring pengobatan TB, baik obat antituberkulosis (OAT) lini pertama maupun lini kedua.[1]
Kesimpulan
Pemeriksaan penunjang imunologi, mikroskopik, dan molekuler dapat membantu dalam diagnosis dan monitoring terapi tuberkulosis (TB). Saat ini, kultur sputum masih menjadi pemeriksaan baku emas diagnosis TB, karena hasil yang dikeluarkan mempunyai akurasi yang tinggi. Namun, kultur sputum memiliki kekurangan di sisi turn around time (TAT) yang memakan waktu lama, yaitu lebih dari 4 minggu.
Perkembangan diagnostik infeksi Mycobacterium tuberculosis (MTB) di Indonesia telah mengalami banyak kemajuan. Pemeriksaan PCR geneXpert MTB/RIF saat ini sudah dapat dikerjakan pusat rujukan kesehatan berbagai daerah. Akan tetapi, masih terdapat berbagai keterbatasan di sisi sumber daya material maupun manusia.
Pemeriksaan PCR geneXpert MTB/RIF konvensional dan ultra memiliki perbedaan yang mendasar, yaitu dalam akurasi diagnostik, fitur pemeriksaan, batas deteksi alat, dan durasi TAT. Berdasarkan perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa metode ultra lebih unggul daripada konvensional, meskipun metode konvensional sedikit lebih unggul pada perbandingan akurasi diagnostik untuk poin spesifisitas dan NPP.
Dengan perkembangan diagnostik yang pesat di bidang infeksi MTB, diharapkan dapat mempercepat eradikasi penyakit ini di dunia dan di Indonesia. Target Indonesia bebas TB di tahun 2050 dan percepatan eliminasi kuman TB di tahun 2030 dapat tercapai dengan baik.