Hemoptisis dapat menjadi kondisi kegawatdaruratan yang mengancam nyawa, sehingga klinisi perlu mengenali red flag atau tanda bahaya hemoptisis. Hemoptisis dapat disebabkan oleh berbagai kondisi klinis, seperti tuberkulosis, penyakit pembuluh darah, hingga kanker.
Sekitar 90% kasus hemoptisis dapat diselesaikan di fasilitas pelayanan kesehatan primer. Akan tetapi, bila hemoptisis menunjukkan tanda bahaya, pasien akan membutuhkan pemeriksaan dan tata laksana lebih lanjut di fasilitas pelayanan kesehatan tingkat yang lebih tinggi.[1,2]
Pengertian Hemoptisis dan Kemungkinan Penyebab
Hemoptisis adalah ekspektorasi darah, baik tercampur atau tidak tercampur dengan mukus, dari parenkim paru atau saluran napas bawah. Sebagian besar kasus hemoptisis terjadi pada orang dewasa dengan rerata usia 62 tahun. Kasus hemoptisis jarang terjadi pada anak.
Hemoptisis perlu dibedakan dari pseudohemoptisis, di mana darah berasal dari saluran cerna atas atau saluran napas atas, serta perlu dibedakan dari hematemesis, di mana darah berasal dari saluran cerna bawah.
Berdasarkan volumenya hemoptisis terbagi menjadi dua, yaitu hemoptisis nonmasif (perdarahan ≤200 mL/24 jam) dan hemoptisis masif (perdarahan >200 mL/24 jam). Hemoptisis masif >100 mL/jam maupun total volume hemoptisis >500 mL/24 jam merupakan hemoptisis yang mengancam nyawa. Hemoptisis masif merupakan kondisi kegawatdaruratan yang dapat menyebabkan gangguan hemodinamik dan pertukaran gas.[1–4,7,9,10]
Sumber perdarahan hemoptisis dapat terbagi menjadi 4, yaitu:
- Trakeobronkial, misalnya bronkiektasis, bronkitis, bronkiolitis, trauma saluran napas, benda asing, dan keganasan
- Parenkim paru, misalnya tuberkulosis, pneumonia, abses paru, Granulomatosis Wegener, keganasan, dan kontusio paru
- Vaskuler primer, misalnya pada kasus aneurisma aorta, malformasi arteriovenosa, emboli paru, peningkatan tekanan vena paru, dan ruptur arteri paru
- Sumber lain, misalnya pada kasus koagulopati sistemik dan hemoptisis catamenial (endometriosis pulmonar)[1–4,7,8,10]
Pada pasien dewasa, sekitar 70–90% kasus hemoptisis disebabkan oleh bronkitis, bronkiektasis, necrotizing pneumonia, dan tuberkulosis.[1–4]
Red Flag Hemoptisis
Meskipun sebagian besar kasus hemoptisis disebabkan oleh etiologi yang dapat diselesaikan pada fasilitas pelayanan kesehatan primer, hemoptisis juga dapat disebabkan oleh etiologi yang membutuhkan rujukan atau dapat mengancam nyawa. Red flags atau tanda bahaya hemoptisis, antara lain:
- Hemoptisis masif, di mana perdarahan lebih dari 200 ml dalam 24 jam
- Hemoptisis berulang
- Gejala gangguan hemodinamik, seperti lemas, akral dingin, takikardia, dan hipotensi yang membutuhkan resusitasi segera
- Sesak atau penurunan suara napas
- Nyeri dada
- Penurunan berat badan tanpa sebab yang jelas
- Riwayat merokok pada pasien dengan usia lebih dari 40 tahun
- Riwayat trauma yang baru terjadi, terutama trauma toraks
- Riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah
- Riwayat penyakit imunodefisiensi
- Riwayat kelainan darah
- Riwayat tindakan operasi yang baru[1–4,8]
Manajemen Pasien dengan Red Flag Hemoptisis
Pada pasien dengan red flag hemoptisis, pemeriksaan dilakukan untuk menentukan apakah pasien dalam keadaan gawat darurat, membutuhkan rujukan, serta apa kemungkinan penyebab hemoptisis.
Anamnesis
Anamnesis pada pasien dengan tanda bahaya hemoptisis dilakukan untuk mengetahui adanya kegawatdaruratan dan sumber perdarahan yang terjadi. Banyaknya darah yang keluar perlu ditanyakan, serta adakah gejala gangguan hemodinamik.
Pada kasus hemoptisis yang disertai dengan sesak napas dengan atau tanpa nyeri dada, anamnesis dapat diarahkan ke etiologi infeksi, keganasan, trauma, hingga gangguan vaskuler. Pada pasien dengan kecurigaan keganasan, penurunan berat badan dan riwayat paparan zat karsinogenik, seperti kebiasaan merokok, perlu ditanyakan.
Pada pasien dengan hemoptisis awitan akut, riwayat trauma mungkin perlu ditanyakan. Selain itu, riwayat penyakit jantung dan pembuluh darah, riwayat penyakit kelainan darah, dan riwayat tindakan operatif perlu ditanyakan untuk menyingkirkan hemoptisis yang disebabkan oleh sumber vaskuler primer. Anamnesis juga meliputi riwayat pengobatan, seperti obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS), antiplatelet dan antikoagulan.[1–4,9]
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik awal yang dilakukan adalah untuk menyingkirkan tanda kegawatdaruratan. Jalan napas dan status kardiopulmoner harus dalam keadaan aman sebelum pemeriksaan fisik lainnya dilakukan. Identifikasi tanda distress napas perlu dilakukan, seperti takipnea, sianosis, kesulitan berbicara, penggunaan otot pernapasan tambahan, sampai disorientasi.
Menurun atau hilangnya suara napas dengan atau tanpa suara napas tambahan pada auskultasi dapat menandakan adanya lesi yang disebabkan oleh infeksi maupun keganasan. Periksa juga ada tidaknya sisi dada yang tertinggal pada inspeksi, perubahan stem fremitus pada palpasi, dan perubahan suara paru pada perkusi.[1,2,5,9]
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pasien dengan tanda bahaya hemoptisis berupa pemeriksaan laboratorium dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dilakukan, antara lain pemeriksaan golongan darah dan cross-matching, pemeriksaan darah lengkap disertai hitung jenis, faktor koagulasi, elektrolit, fungsi hati, fungsi ginjal, dan analisa gas darah sesuai indikasi. Jika dirasa perlu, lakukan pemeriksaan sputum, termasuk pewarnaan Gram, bakteri tahan asam, kultur jamur, dan sitologi.[1,5–7,9]
Rontgen toraks merupakan modalitas pencitraan awal yang dianjurkan. Pemeriksaan rontgen toraks dilakukan untuk menyingkirkan berbagai kemungkinan etiologi hemoptisis. Rontgen toraks juga dapat menjadi alat penapisan, sebelum memutuskan keperluan terhadap modalitas pencitraan lain, seperti CT scan toraks dan bronkoskopi. Ekokardiografi dapat dipertimbangkan bila terdapat kecurigaan etiologi kardiak.[1,5–7]
Setelah diagnosis, penanganan hemoptisis juga perlu dipahami oleh dokter, termasuk penanganan di faskes primer.
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli