Risk of significant traumatic brain injury in adults with minor head injury taking direct oral anticoagulants: a cohort study and updated meta-analysis
Fuller G, Sabir L, Evans R, et al. Risk of significant traumatic brain injury in adults with minor head injury taking direct oral anticoagulants: a cohort study and updated meta-analysis. Emergency Medicine Journal. 2020. 37(11): 666-673. PMID: 32900858. Doi: http://dx.doi.org/10.1136/emermed-2019-209307
Abstrak
Latar Belakang: Pasien yang mengonsumsi direct oral anticoagulant (DOAC) seringkali menjalani pemeriksaan CT scan kepala setelah mengalami cedera kepala ringan, terlepas dari ada tidaknya dan seberapa berat gejala yang dialami. Namun, risiko terjadinya perdarahan intrakranial pada kelompok pasien ini masih belum jelas, dan penelitian lebih lanjut telah direkomendasikan oleh kelompok pedoman cedera kepala dari UK National Institute for Health and Care Excellence.
Metode: Penelitian ini menggunakan desain studi kohort observasional yang dilakukan pada pusat trauma UK South Yorkshire antara 26 Juni sampai dengan 3 September 2018. Pasien dewasa yang mengonsumsi DOAC dengan cedera kepala ringan diidentifikasi secara prospektif, dengan proses memastikan kasus ditunjang oleh skrining radiologi dan sistem informasi teknologi dari unit gawat darurat (UGD). Data klinis dan luaran kemudian diambil dari rekam medis. Luaran primer adalah kondisi perburukan pada pasien dalam 30 hari, mencakup: pembedahan saraf, perdarahan intrakranial, atau kematian karena cedera kepala. Meta analisis yang diterbitkan sebelumnya telah diperbarui dengan hasil studi ini dan temuan dari penelitian terbaru lainnya
Hasil: Sebanyak 148 pasien dengan cedera kepala ringan diikutsertakan ke dalam penelitian ini (GCS=15, n=107, 72%; GCS=14, n=41, 28%). Mayoritas pasien berusia lanjut (median 82 tahun) dan umumnya mengalami cedera yang disebabkan jatuh dengan ketinggian lantai dasar (ground level, n=142, 96%). Risiko mengalami perburukan secara keseluruhan sebesar 3,4%. Sebanyak 5 pasien mengalami perdarahan intrakranial, yang mana 1 di antaranya meninggal dalam 30 hari. Satu pasien dirawat menggunakan prothrombin complex concentrate namun tidak ada pasien yang membutuhkan perawatan intensif atau intervensi dari bedah saraf. Meta analisis efek acak yang diperbarui, termasuk hasil studi ini dan 2 studi terbaru lebih lanjut, menunjukkan weighted overall risk dari perburukan sebesar 3,2% (n=29/787, 95% CI 2,0% hingga 4,4%).
Kesimpulan: Risiko perburukan pada pasien dengan cedera kepala ringan yang mengonsumsi DOAC rendah. Temuan ini dapat mendukung dalam proses pembuatan keputusan bersama oleh pasien dan dokter, dibandingkan dengan melakukan prosedur pencitraan secara rutin pada pasien cedera kepala ringan yang mengonsumsi DOAC.
Ulasan Alomedika
Jurnal ini berusaha untuk dapat menentukan risiko perburukan pada pasien dengan cedera otak traumatik derajat ringan yang mengonsumsi direct oral anticoagulant (DOAC) seperti dabigatran, apixaban, dan rivaroxaban.
Cedera kepala ringan umumnya merupakan suatu kondisi yang tidak mengancam nyawa, tidak memerlukan penanganan lebih lanjut, dan tidak menyebabkan proses perdarahan pada otak. Oleh karenanya, dokter yang menangani kasus cedera kepala ringan jarang menyarankan seorang pasien untuk menjalani pemeriksaan lebih lanjut, seperti CT scan kepala. Namun, pada pasien yang mengonsumsi antikoagulan, CT scan kepala sangat sering dilakukan pada karena risiko pasien mengalami proses patologis intrakranial lebih tinggi. Dengan ditemukannya obat generasi baru seperti DOAC, risiko perburukan ini menjadi tidak jelas karena belum banyak bukti ilmiah yang tersedia. Meski demikian, karena kurangnya bukti ilmiah adekuat, dokter yang menangani tetap melakukan CT scan kepala secara rutin berdasarkan pengalaman dengan warfarin dan kekhawatiran terhadap risiko perdarahan.
Ulasan Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kohort observasional prospektif. Metode kohort sebenarnya sudah tepat karena tidak ada intervensi yang diberikan. Penelitian ini hanya mengobservasi ada atau tidaknya perburukan pada pasien cedera kepala ringan yang mengonsumsi DOAC.
Partisipan studi adalah pasien dewasa berusia di atas 16 tahun yang datang ke UGD dengan cedera kepala tumpul ringan saat menggunakan DOAC. Cedera kepala ringan didefinisikan sebagai skor GCS 14-15 yang konsisten dengan klasifikasi World Federation of Neurosurgical Societies untuk cedera otak traumatik. Semua DOAC yang sudah mendapat lisensi di Inggris diikutsertakan dalam studi, baik itu penghambat faktor IIa seperti dabigatran ataupun penghambat faktor Xa seperti rivaroxaban, apixaban, dan edoxaban. Pasien anak, cedera kepala tembus, dan pasien dengan perdarahan intrakranial spontan nontraumatik dieksklusi dari penelitian.
Luaran primer yang dianalisis pada 30 hari adalah cedera otak traumatik yang signifikan secara klinis. Hal ini didefinisikan sebagai pembedahan saraf, adanya perdarahan intrakranial, readmisi, atau kematian karena cedera kepala. Luaran dinilai dari rekam medis dan catatan ringkasan perawatan dokter umum komunitas untuk semua pasien.
Ulasan Hasil Penelitian
72,3% partisipan datang dengan GCS 15 (107/148); mayoritas tidak menunjukkan gejala setelah cedera kepala mereka. Sakit kepala dikeluhkan oleh 10,1% partisipan (15/148). Tanda-tanda eksternal trauma kepala tidak ada pada 43,9% pasien, dengan memar (25,0%) dan laserasi (21,0%) menjadi cedera superfisial yang paling umum.
14 partisipan (9,5%) tidak menjalani pencitraan kepala. Dari jumlah tersebut, 12 di antaranya asimptomatik dan tidak mengalami penurunan GCS. 2 partisipan lain mengalami dementia dan tidak mampu menjalani CT scan. Kesemua pasien ini dipulangkan dari UGD, bertahan hingga 30 hari, dan tidak kembali ke rumah sakit.
Sisanya, yaitu 134 partisipan (90,5%) menjalani CT scan kepala. Cedera otak traumatik terdeteksi pada 5 pasien; dimana 1 orang mengalami hematoma subdural, 2 pasien dengan perdarahan subarachnoid traumatik, 1 pasien dengan perdarahan intraserebral, dan 1 pasien dengan perdarahan subdural, intraserebral, subarachnoid, dan fraktur tengkorak oksipital. Kelima pasien tersebut dirawat di rumah sakit. Tidak ada pasien lain yang meninggal, dirawat kembali, atau menjalani intervensi bedah saraf, sehingga risiko keseluruhan didapatkan sebesar 3,4%.
Antikoagulan ditunda pada semua pasien dengan cedera otak traumatik dan prothrombin complex concentrate diberikan kepada 1 pasien. Tidak ada pasien yang menjalani bedah saraf atau dirawat intensif. 1 pasien dengan perdarahan intrakranial meninggal dalam waktu 30 hari akibat cedera otak traumatik.
Kelebihan Penelitian
Kelebihan dari penelitian ini adalah tipe penelitian yang digunakan yakni kohort yang bersifat prospektif sehingga dapat meminimalisir bias. Penentuan diagnosis kasus yang masuk ke dalam kriteria dari subjek penelitian cukup jelas dan objektif.
Penelitian ini juga menggunakan luaran klinis yang sederhana dan dapat direplikasi di berbagai pusat penelitian lain, yaitu berupa terjadinya perdarahan intrakranial, kematian, dan rujukan bedah saraf. Secara klinis dan praktis, parameter luaran klinis yang digunakan sangat aplikatif dan bermakna. Selain itu, peneliti juga melakukan penambahan data dan analisis lanjutan yang mendukung dan memperkuat hasil penelitian ini.
Limitasi Penelitian
Limitasi dari penelitian ini adalah sumber data penelitian yang hanya terbatas pada satu pusat kesehatan saja. Keterbatasan lain adalah kriteria eksklusi yang digunakan hanya 3, yaitu pasien anak (rentang usia tidak dijabarkan dengan jelas batasannya), cedera otak tembus, dan perdarahan intrakranial spontan nontraumatik. Untuk mengendalikan faktor perancu, sebaiknya kriteria eksklusi ditambahkan lagi, misalnya adanya kelainan perdarahan bawaan dan neoplasma.
Data mengenai luaran klinis juga didapat melalui rekam medis, bukan dari observasi langsung. Hal ini membuat penelitian ini lebih terkesan sebagai suatu penelitian potong lintang dibandingkan dengan penelitian kohort.
Aplikasi Hasil Penelitian di Indonesia
Penelitian ini cukup aplikatif untuk tenaga medis di Indonesia. DOAC merupakan antikoagulan yang sudah cukup banyak digunakan di Indonesia. Trauma kepala juga merupakan salah satu presentasi yang umum ditemukan pada unit gawat darurat. Hasil dari kohort ini dapat membantu tenaga medis dalam mempertimbangkan perlukah seorang pasien dengan cedera kepala ringan yang mengonsumsi DOAC menjalani evaluasi pencitraan. Studi ini menunjukkan bahwa risiko perburukan klinis atau perdarahan intrakranial pada pasien cedera kepala ringan yang mengonsumsi DOAC cukup rendah, sehingga CT scan kepala tidak perlu dilakukan secara rutin.