Teknik Kolostomi
Teknik kolostomi dapat dibedakan menjadi end colostomy atau operasi Hartmann, loop colostomy, dan double barrel colostomy. Sedangkan berdasarkan letaknya bisa dibedakan menjadi kolostomi transversum, kolostomi ascenden, dan kolostomi descenden sigmoid. Pada kolostomi ascenden dan transversum lebih sering digunakan loop colostomy atau double barrel colostomy, sedangkan pada kolostomi descenden sigmoid lebih sering digunakan end colostomy.[1,4,5]
Persiapan Pasien
Persiapan pasien diawali dengan anamnesis, pemberian informasi mengenai pemeriksaan yang akan dilakukan, dan permintaan informed consent. Secara umum, sebelum dilakukan kolostomi pasien dipuasakan selama 6 jam kecuali pada kondisi yang gawat darurat. Pasien kemudian diberikan antibiotik profilaksis, dilakukan irigasi dan desinfeksi. Pada pasien terpasang kateter urin dan pipa nasogastrik, kemudian diberikan anestesi umum.[1,4,5]
Peralatan
Peralatan yang digunakan sama seperti peralatan bedah abdomen pada umumnya, di antaranya scalpel, gunting, needle holder, pinset chirurgis dan anatomis, mosquito forceps, klem Allis, hemostasis, bengkok, dan benang.[1,4,5]
Posisi Pasien
Posisi pasien berbaring terlentang atau supinasi, agar dapat mengekspos abdomen secara bebas. Lokasi kolostomi dapat dilakukan di kolon ascenden, transversum, atau descenden sigmoid.[1,4,5]
Kolostomi Transversum
Kolon transversum lebih sering dipilih sebagai lokasi kolostomi sementara, jika kolon descenden atau sigmoid masih membutuhkan waktu untuk healing. Hal ini karena kolon transversum tidak terikat dengan mesokolon sehingga lebih movable, sehingga lebih mudah dilakukan operasi anastomosis kembali dalam waktu beberapa minggu atau bulan. Kolostomi transversum juga dapat bersifat permanen, misalnya pada kanker kolon yang harus dilakukan reseksi pada kolon yang tidak memungkinkan dilakukan penyambungan kembali. Teknik kolostomi yang lazim digunakan dengan teknik loop atau double barrel.[4,5]
Pada kolostomi transversum, feses yang keluar belum melewati kolon descenden sehingga masih mengandung enzim-enzim pencernaan yang bersifat iritatif terhadap kulit. Feses yang keluar berbentuk seperti pasta atau oatmeal dan tidak dapat dikontrol pengeluarannya, sehingga jadwal pengeluarannya tidak dapat diatur.[4,5]
Kolostomi Ascenden
Kolostomi ascenden jarang digunakan karena jika lokasi defek berada di kolon transversum atau ascenden bagian atas maka ileostomi lebih sering digunakan. Hal ini karena ileum lebih movable dibandingkan dengan kolon ascenden sehingga teknik operasi lebih mudah. Feses yang keluar dari kolostomi ascenden serupa dengan ileostomi yaitu mengandung banyak enzim-enzim pencernaan sehingga dapat mengiritasi kulit. Jadwal pengeluaran feses juga tidak dapat diatur.[4,5]
Kolostomi Descenden
Kolostomi descenden atau kolostomi sigmoid (sigmoidostomi) adalah tindakan kolostomi yang sering dilakukan pada penyakit di anorektal, seperti gangrene volvulus, malformasi anorektal, dan kanker anorektall. Sigmoidostomi dapat bersifat sementara atau permanen, tetapi sebagian besar kasus bersifat permanen.[4,5]
Keuntungan sigmoidostomi dibandingkan dengan kolostomi transverse, ascending, ataupun ileostomi adalah pada sigmoidostomi kandungan enzim-enzim pencernaan telah hilang dalam feses, sehingga iritasi kimiawi terhadap kulit sangat minimal. Selain itu, konsistensi feses jauh lebih padat dan pengeluarannya dapat dikontrol oleh tubuh, sehingga jadwal pengeluarannya lebih dapat teratur. Teknik yang digunakan pada sigmoidostomi adalah end colostomy atau operasi Hartmann.[4,5]
Prosedural
Kolostomi dapat dilakukan dengan teknik end colostomy atau operasi Hartmann, double barrel colostomy, dan loop colostomy. Masing-masing memiliki indikasi dan teknik prosedural yang berbeda-beda.
End Colostomy atau Operasi Hartmann
Indikasi operasi end colostomy adalah bila lesi yang mengakibatkan obstruksi atau perforasi terdapat di kolon sigmoid. Misalnya kondisi infeksi atau kanker pada rektum, dan volvulus pada kolon sigmoid.[1,4,5,9]
Prosedur pada operasi Hartmann adalah:
- Melakukan insisi mediana hingga mencapai peritoneum
- Memotong peritoneum lateral sepanjang linea alba yang avaskuler
- Memobilisasi kolon sigmoid dengan mengarahkan ke medial dan mengidentifikasi vasa gonadal dan ureter sinistra
- Mengidentifikasi, mengklip, dan melakukan ligasi vasa mesenterika dengan bantuan lampu untuk transiluminasi
- Menjepit usus distal dan proksimal dengan klem non crushing pada batas-batas reseksi
- Melindungi pinggir luka dengan swab abdomen, dan meletakkan swab antiseptik di belakang titik-titik reseksi yang dikehendaki
- Melakukan eksisi segmen kolon yang sakit dan menutup kedua ujungnya dengan swab
- Menutup kolon distal dengan dua lapis jahitan yang kontinyu, atau bisa dengan stapler
- Mengeluarkan kolon proksimal yang akan dibuat stoma dengan didekatkan ke kulit, kemudian melakukan insisi melingkar pada kulit dengan diameter 2 cm hingga mencapai fasia rektus
- Membuat insisi tanda plus dengan melakukan palpasi vasa epigastrika agar menghindari cedera, selanjutnya melakukan diseksi tumpul ke dalam otot hingga mencapai rongga peritoneum
- Menempatkan klem di titik stoma kemudian menangkap kolon proksimal dan menarik keluar dengan lembut
- Membilas rongga peritoneum dengan NaCl 0,9%, memasang drain suction ke dalam panggul, dan menutup dinding abdomen sebelum menyelesaikan stoma
- Menjahit kulit dan dinding usus dengan jahitan tertutup pada pinggir lingkaran dengan tepi yang teratur.
- Membilas luka dengan seksama dan memasang kantong kolostomi[4,5,9]
Loop Colostomy
Loop colostomy dilakukan untuk mengalihkan feses yang menuju kolon yang baru dilakukan anastomosis, dan biasanya bersifat sementara. Indikasi lain adalah untuk prosedur paliatif untuk meringankan obstruksi kolon distal, misalnya pada kondisi obstruksi kanker kolorektal. Bila dibandingkan dengan end colostomy, teknik loop colostomy memiliki rata-rata rawat inap yang lebih pendek, kehilangan darah intraoperatif lebih sedikit, dan risiko komplikasi yang lebih rendah.[1,4,5]
Prosedur loop colostomy umumnya dikerjakan bersamaan dengan laparotomi, blind loop colostomy jarang sekali dikerjakan. Lokasi utama adalah di kolon transversum kanan atas, meskipun bisa juga pada kolon sigmoid di fosa iliaka sinistra. Prosedurnya adalah sebagai berikut:
- Setelah melakukan laparotomi, pertama memberikan tanda di bagian kulit tempat keluarnya kolostomi
- Melakukan insisi berbentuk lingkaran dengan diameter 2 cm, lalu diperdalam lapis demi lapis hingga mencapai musculus rektus
- Membuat insisi tanda plus dan melakukan diseksi tumpul pada otot hingga menembus peritoneum
- Melakukan diseksi pada sebagian omentum major menjauhi kolon transversum dan membuka sebuah lubang pada mesenterium
- Memasukkan kateter Foley pada lubang tersebut kemudian melakukan traksi lembut pada kateter Foley untuk menarik keluar kolon transversum dari dinding abdomen
- Menukar kateter Foley dengan colostomy bridge
- Membuka usus secara longitudinal dengan menggunakan pisau untuk mengeluarkan gas, kemudian insisi dengan menggunakan diatermi
- Menjahit pinggir stoma dengan kulit menggunakan benang absorbable jahitan terputus.
- Membersihkan kulit dan memasang kantong kolostomi[1,4,5]
Double Barrel Colostomy
Double barrel colostomy dikerjakan setelah tindakan laparotomi dan reseksi kolon. Pemasangan kolostomi dapat sementara atau permanen. Pada double barrel colostomy dapat sekaligus dilakukan diversi urin, seperti pada kasus tumor pelvis yang luas sehingga mengganggu ekskresi feses dan urin. Prosedur tersebut disebut double barrel wet colostomy (DBWC).[4,5,10]
Secara umum, prosedur double barrel colostomy sama dengan teknik yang lain, yaitu:
- Setelah melakukan laparotomi dan reseksi usus, pertama memberi 2 tanda di bagian kulit tempat keluarnya kolostomi proksimal dan distal. kolostomi proksimal untuk mengeluarkan feses, sedangkan kolostomi distal hanya mengeluarkan mukus
- Mengerjakan kolostomi proksimal terlebih dahulu, yaitu melakukan eksisi lingkaran dengan diameter 2 cm yang diperdalam lapis demi lapis hingga mencapai musculus rektus
- Membuat insisi tanda plus dan melakukan diseksi tumpul pada otot hingga menembus peritoneum
- Melakukan diseksi sebagian omentum mayor menjauhi kolon transversum
- Menempatkan klem di titik stoma kemudian menangkap kolon proksimal dan ditarik keluar dengan lembut
- Menjahit kulit dan dinding usus dengan jahitan tertutup pada pinggir lingkaran dengan tepi yang teratur
- Mengulang prosedur yang sama untuk kolostomi kedua atau bagian distal
- Membilas rongga peritoneum dengan NaCl 0,9%, memasang drain suction ke dalam panggul, dan menutup dinding abdomen
- Membersihkan kulit dan memasang kantong kolostomi[4,5]
Follow up
Setelah tindakan kolostomi, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pasien harus memulai oral intake secara bertahap, dimulai dengan minum sedikit-sedikit atau satu teguk setiap jam, dilanjutkan dengan bubur halus, bubur kasar, hingga makanan utama dengan memperhatikan klinis pasien. Hal ini untuk mencegah gangguan pada motilitas usus.[6,7]
Setelah kolostomi perlu dilakukan perawatan agar tidak terjadi iritasi dan infeksi. Perawatan setelah kolostomi adalah:
- Pada minggu pertama biasanya stoma bengkak sehingga terlihat membesar. Hal ini lazim terjadi, meski begitu tetap harus dilakukan perawatan yang baik
- Perlu diperhatikan apakah kantong kolostomi telah penuh atau bocor, untuk segera dilakukan penggantian
- Luka laparotomi sangat berisiko mengalami infeksi karena kontaminasi dari lubang stoma yang banyak mengeluarkan feses
- Kulit stoma harus tetap kering dan tidak tercemar atau teriritasi cairan atau feses yang keluar dari lubang stoma, sehingga tidak terjadi infeksi dan iritasi. Bila perlu dilakukan irigasi stoma
- Perlu diawasi munculnya tanda-tanda infeksi, iritasi, dan komplikasi pasca kolostomi. Iritasi kulit dapat terjadi karena enzim-enzim pencernaan yang ada pada feses Sedangkan infeksi dapat disebabkan oleh bakteri, virus, dan jamur[6,7]