Teknik Nutrisi Enteral
Teknik nutrisi enteral adalah dengan memasukkan nutrisi ke dalam traktus gastrointestinal melalui selang nasogaster, orogaster, ataupun stoma ke dalam gaster atau usus halus. Pemasangan feeding tube untuk nutrisi enteral biasanya berlangsung cepat dan pasien tidak perlu dibius. Setelah pemasangan feeding tube, sebaiknya pasien diperiksa dengan radiografi abdomen untuk memastikan masuknya selang ke gastrointestinal bukan ke saluran napas.[1,11,12]
Persiapan Pasien
Pemasangan feeding tube tidak memerlukan persiapan khusus, termasuk anestesi. Selain itu, pasien juga tidak perlu diberikan pengobatan. Informed consent perlu didapatkan dari pasien setelah menjelaskan diagnosis, tujuan prosedur, tata cara tindakan, alternatif tindakan lain, risiko, komplikasi, prognosis terhadap tindakan, dan follow up.[11]
Peralatan
Peralatan yang dibutuhkan untuk pemasangan feeding tube adalah selang nutrisi enteral yang terbuat dari poliuretan atau silikon. Diameter feeding tube diukur dalam French unit (Fr). Setiap French unit setara dengan 0,33 milimeter. Feeding tube biasanya diklasifikasikan berdasarkan lokasi pemasangannya:
-
Nasogastric atau orogastric tube
-
Nasoduodenal atau oroduodenal tube
-
Nasojejunal atau orojejunal tube
- Gastrostomy tube
- Jejunostomy tube
- Gastrojejunal tube
Cara pemasangan feeding tube dapat dilakukan dengan manual, endoskopi, tindakan bedah, atau dengan radiologi intervensi.[1]
Nasogastric Tube
Nasogastric tube (NG) terutama digunakan untuk pasien yang tidak memiliki gejala muntah, gastroesophageal reflux (GER), pengosongan lambung yang buruk, dan tidak memiliki tanda-tanda ileus atau obstruksi usus. Nasogastric tube berisiko pada pasien dengan koordinasi atau refleks menelan yang buruk.
Ukuran tube yang kecil 5 hingga 8 Fr nasogastric tube biasanya direkomendasikan. Ukuran tube yang lebih besar dapat digunakan untuk dekompresi nasogastrik.
Setelah pemasangan, posisi harus diverifikasi dengan auskultasi atau rontgen. Meskipun tidak direkomendasikan secara rutin, rontgen digunakan untuk memastikan penempatan tabung NG untuk populasi pasien berisiko tinggi, khususnya pasien perawatan intensif dan bayi baru lahir.[1]
Nasoduodenal dan Nasojejunal Tube
Nasoduodenal dan Nasojejunal tube ditempatkan dengan ujungnya berada di duodenum atau jejunum. Pemasangan dapat dilakukan di samping tempat tidur atau dengan panduan fluoroskopi.[1]
Gastrostomy Tube
Gastrostomy tube merupakan selang makanan yang melewati dinding perut anterior ke dalam rongga lambung. Gastrostomy tube digunakan untuk pasien yang membutuhkan pemberian makan jangka panjang. Pemasangan gastrostomy tube dilakukan dengan bantuan endoskopi percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG). PEG tube terutama diberikan untuk pasien yang membutuhkan dukungan nutrisi jangka panjang.[1]
Jejunostomy Tube
Feeding tube ini melewati dinding perut anterior hingga ke jejunum. Pemasangan dapat dilakukan dengan menggunakan pembedahan, secara radiologi, maupun secara endoskopi (percutaneous endoscopic gastrojejunostomy/PEGJ). Penempatan percutaneous endoscopic gastrojejunostomy tube lebih jarang dilakukan, namun memiliki kelebihan lebih kuat dan lebih kecil kemungkinannya untuk terjadi dislokasi.[1]
Posisi Pasien
Pasien biasanya diperiksa pada posisi duduk tegak dengan posisi kepala sedikit fleksi. Jika tidak dapat duduk secara tegak, pasien dapat diposisikan left lateral decubitus pada ranjang pemeriksaan dengan leher hiperekstensi, atau dapat pula dilakukan dengan posisi duduk. Jika pasien dalam keadaan tidak sadar, pemasangan dapat dilakukan dengan posisi supinasi.
Posisi elevasi head of bed disarankan 30º hingga 45º untuk menghindari aspirasi dan pneumonia, kecuali disarankan lainnya berdasarkan keputusan dokter atau dikontraindikasikan lainnya.[6,11]
Penghitungan Kalori
Resting energy expenditure dapat dihitung dengan menggunakan kalorimetri indirek. Metode ini menghitung kebutuhan kalori pada pasien yang membutuhkan makanan enteral. Ketika kalorimetri indirek tidak tersedia, kebutuhan energi diperkirakan sekitar 25 kkal/kg/hari
Asupan karbohidrat umumnya sekitar 4 g/kg/hari, dengan target kadar glukosa di bawah 180 mg/dl. Asupan lipid berkisar antara 0,7-1,5 g/kg/hari. Asam amino harus disesuaikan menjadi 1-1,8 g/kg/hari dengan suplai mikronutrien yang memadai. Pada pasien yang sakit kritis, sangat dianjurkan untuk memulai pemberian nutrisi enteral sedini mungkin.
Asupan enteral hipokalori bermanfaat pada tahap awal penyakit kritis karena dapat membantu mencegah hiperglikemia yang terkait dengan risiko kematian yang lebih tinggi. Beberapa ahli merekomendasikan sekitar 80% kebutuhan nutrisi dalam 7 hingga 8 hari pertama masa kesakitan, dan dapat ditingkatkan secara bertahap selama fase pemulihan.[1]
Prosedur
Prosedur nutrisi enteral terbagi menjadi dua, yaitu teknik pemasangan feeding tube dan teknik pemberian makan. Secara umum, teknik pemasangan tube berbeda berdasarkan jenis tube yang akan dipasang.
Teknik Pemasangan Nasogastric Tube
Langkah-langkah pemasangan nasogastric tube:
- Jelaskan prosedur kepada pasien
- Tandai pada tube dengan jarak yang sama dengan jarak dari xiphisternum ke hidung melalui daun telinga (50–60 cm)
- Lumasi bagian luar tabung dengan gel dan bagian dalam dengan air jika terdapat kawat pemandu (guidewire)
- eriksa patensi hidung dengan ''mengendus/sniff'' pada masing-masing lubang hidung yang ditutup secara bergantian
- Lubang hidung yang akan dimasukkan selang dapat disemprot dengan lignocaine untuk meminimalkan ketidaknyamanan
- Posisikan pasien dalam keadaan duduk tegak dengan kepala sejajar. Geser tabung perlahan ke posterior sepanjang dasar lubang hidung sampai terlihat di bagian belakang faring (10-15 cm)
- Jika pasien kooperatif, minta mereka untuk mengambil seteguk air dan majukan selang 5-10 cm saat mereka menelan
- Ulangi menelan air sampai tanda yang telah ditentukan pada tabung mencapai lubang hidung
- Tarik selang pada setiap tahap jika pasien tertekan, batuk, atau sianosis
- Setelah dipasang, lepas kabel pemandu dan kencangkan dengan hati-hati[12]
Teknik Pemasangan Nasojejunal Tube
Cara insersi nasojejunal tube seperti pemasangan nasogastric tube. Pada saat nasojejunal tube telah masuk ke dalam perut sepanjang 60 cm, pasien dimiringkan ke sisi kanannya sebelum tube dimasukkan 10 cm lebih jauh. Jika gagal, ulangi manuver tersebut setelah menggembungkan lambung dengan 500–1000 ml udara. Posisi nasojejunal tube secara umum harus dipastikan dengan rontgen 8-12 jam setelah pemasangan karena teknik auskultasi dan aspirasi pH tidak konklusif.[12]
Teknik Pemasangan Gastrostomi Perkutan
Gastrostomy tube dapat dimasukkan langsung ke dalam abdomen melalui dinding abdomen, menggunakan prosedur endoskopik atau radiologis yang relatif sederhana. Mayoritas gastrostomi dipasang secara endoskopi dengan menggunakan sedasi dan anestesi lokal. Pemasangan dengan bantuan radiologis atau USG guided dapat digunakan jika penggunaan endoskopi merupakan kontraindikasi. Selain itu, gastrostomi juga dapat dilakukan dengan pembedahan.[12]
Teknik Pemasangan Jejunostomi
Ada empat teknik pemasangan jejunostomi: teknik bedah terbuka, teknik laparoskopi, teknik kateter jarum, dan teknik perkutan. Meskipun teknik yang dipilih bergantung pada klinis pasien dan keahlian dokter bedah, teknik invasif minimal merupakan standar perawatan pasien saat ini.[1]
Teknik Bedah Terbuka:
Pasien disiapkan dan ditutup dengan kain duk steril. Lubang keluar dipilih di left upper quadrant, sebaiknya berjarak beberapa sentimeter dari garis tengah. Insisi tusukan dibuat dan dibedah dengan forsep tonsil. Loop jejunum proksimal dimasukkan ke dalam luka. Jahitan purse-string berbentuk intan diikatkan pada batas antimesenterik loop jejunum, dan insisi kecil dibuat di tengah jahitan, yang cukup besar untuk menampung tube.
Tube dimasukkan ke dalam jejunum dengan hati-hati untuk memastikan panjang tube yang masuk cukup dalam untuk mencegah aliran balik. Jahitan purse-string kemudian diperkuat dengan erat tanpa menekuk tube.
Teknik Witzel digunakan untuk mencegah ekstravasasi isi usus pada lubang keluar jejunostomi tube. Hal ini dilakukan dengan menempatkan tube di sepanjang usus sekitar 5 cm pada bagian proksimalnya dan membuat terowongan serosa untuk memasukkan tube ke posisinya. Terowongan serosa dibuat dengan membuat jahitan Lambert yang tegak lurus dengan benang sutera 3-0 di kedua sisi tube.[1,3]
Teknik Laparoskopi:
Pasien diposisikan supinasi. Kemudian, dimasukkan gas ke dalam rongga perut intraperitoneum (pneumoperitoneum) dan buat jalur visual masuk ke dalam perut melalui trochar. Ligamen Treitz divisualisasikan dengan retraksi usus ke atas dan pengangkatan omentum. Pasien ditempatkan dalam posisi Trendelenburg terbalik agar usus dapat dilacak.
Empat jahitan seromuskular dalam bentuk intan ditempatkan di perbatasan antimesenterik jejunum. Ujung jahitan yang longgar digunakan untuk menarik jejunum ke tempat yang sesuai di dinding perut. Jarum perkutan memasuki jejunum, dan kawat pemandu dimasukkan ke jejunum. Sisi berlawanan dari dinding abdomen diperiksa untuk memastikan kawat pemandu tidak melewatinya.
Dengan menggunakan serial dilator, kulit dan jaringan subkutan dilebarkan untuk membuat jalur lewatnya tabung jejunostomi dengan stent. Setelah tube berada di posisinya, stent dilepas, dan balon dipompa. Tube dipasang, dan sayatan laparoskopi ditutup dengan jahitan dan lem.[1]
Teknik Kateter Jarum:
Teknik ini sering digunakan sebagai bagian dari laparotomi dengan reseksi gastrointestinal mayor. Terowongan submukosa dibuat melalui dinding anti-mesenterika jejunum dengan kateter jarum setelah dimasukkan ke dalam rongga perut. Terowongan dibuat dengan panjang sekitar 4-5 cm untuk mencegah perkembangan fistula setelah penempatan tabung. Kateter dimasukkan melalui jarum dan dijahit ke dinding jejunum dengan jahitan purse-string.[1]
Teknik Perkutan (Jejunostomi Endoskopi Perkutan Direk):
Insersi perkutan dilakukan dengan bantuan endoskopi. Enteroskop atau kolonoskop dimasukkan ke dalam jejunum. Transiluminasi ujung teropong digunakan untuk mengidentifikasi posisi endoskop di dalam cavum abdomen.
Sebuah trocar dimasukkan melalui dinding perut ke jejunum, dan kawat pemandu dimasukkan ke jejunum. Ujung jerat atau forsep digunakan untuk memegang kawat. Dilator kemudian dilewatkan untuk membuat jalur untuk tube, dan tube dipasang dengan cara yang mirip dengan teknik 'pull-PEG'.[1]
Teknik Pemberian Makanan
Secara umum, pemberian nutrisi enteral dapat dilakukan secara kontinu, intermiten, bolus, ataupun kombinasi di antara ketiga ini. Pemberian juga dapat dilakukan dengan bantuan pompa, gaya gravitasi (30-60 menit), ataupun menggunakan spuit (10-20 menit). Pemilihan administrasi nutrisi enteral ini dilakukan berdasarkan usia pasien, penyakit yang mendasari, status dan kebutuhan nutrisi, enteral access device, serta kondisi traktus gastrointestinal.[1,6,13]
Khusus untuk percutaneous endoscopic gastrostomy (PEG), pemberian nutrisi enteral dimulai sekitar 12 sampai 24 jam setelah pemasangan agar mendapatkan segel yang lebih baik di tempat insersi PEG tube. Bukti baru menunjukkan bahwa pemberian nutrisi enteral dapat dimulai dari 3 sampai 4 jam setelah pemasangan PEG tube.
Bolus Intermittent Feeding dengan Bulb atau Syringe:
Nutrisi enteral diberikan sekitar 100 sampai 400 ml selama 5 sampai 10 menit. Bolus Intermittent Feeding dengan Bulb atau Syringe dilakukan pada kondisi rawat jalan dan memiliki risiko aspirasi tinggi.[1]
Enteral feeding secara Intermiten Siklik:
Posisi pasien dalam semi-recumbent. Pemberian nutrisi enteral diberikan melalui pompa atau gaya gravitasi. Pemberian nutrisi enteral diberikan selama periode 8 hingga 16 jam.[1]
Tetesan Intermiten:
Tetesan intermiten cocok untuk pemberian nutrisi enteral di rumah. Sebanyak 1,5 hingga 2 liter makanan dapat diberikan selama 8 hingga 16 jam dalam satu malam. Makanan diberikan melalui gravitasi atau pompa.[1]
Infus Konstan:
Metode ini digunakan untuk pasien yang terbaring di tempat tidur. Pemberian makanan biasanya dilakukan melalui pompa atau gaya gravitasi. Cara memberikannya, yaitu kepala dimiringkan dengan sudut 45% untuk mengurangi aspirasi atau regurgitasi.[1]
Follow up
Follow up atau monitoring yang ketat diperlukan untuk menghindari terjadinya komplikasi. Komplikasi yang dapat terjadi adalah komplikasi metabolik, seperti hiperglikemia, gangguan elektrolit, gangguan pembekuan darah, edema akibat overload cairan, dan refeeding syndrome.
Selain itu, dapat terjadi displacement atau pergeseran posisi tube. Beberapa panduan menyarankan untuk mengecek posisi selang setiap kali memberikan makanan dengan cara melakukan aspirasi dan mengetes hasil aspirasi dengan kertas litmus.[4,14,15]
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah oral hygiene pada pasien yang mendapatkan nutrisi enteral. Pada pasien yang mendapatkan nutrisi melalui tube, penting untuk menjaga kebersihan mulut. Hal ini dikarenakan tartar atau kalkulus mudah terbentuk dibandingkan dengan populasi normal.
Kelompok tersebut juga lebih mudah mengalami xerostomia dan erosi enamel yang berkaitan dengan gastroesophageal reflux disease. Sebagai pencegahan, pasien tetap perlu menyikat gigi dua kali sehari, sering menyesap air, menggunakan semprotan air, dan menghindari makan permen atau minuman yang mengandung gula tinggi.[11]