Pendahuluan Amniocentesis
Amniocentesis (amniosentesis) adalah prosedur diagnosis prenatal invasif yang digunakan untuk pemeriksaan kromosom janin, pemeriksaan genetik, dan deteksi infeksi seperti toksoplasmosis.
Pengambilan cairan amnion di bawah panduan ultrasound dilakukan untuk mendapatkan sel-sel janin. Amniosentesis umumnya dilakukan dalam pada trimester ke-2 yaitu pada usia kehamilan 15-20 minggu.[1,2]
Amniosentesis dapat mendeteksi kelainan genetik pada bayi dari hasil ultrasonografi yang mencurigakan di mana hasil tersebut akan membantu wanita hamil, keluarga, dan dokter dalam persiapan persalinan dan masa depan bayi.
Amniosentesis yang dilakukan pada trimester ketiga umumnya bertujuan untuk menilai tingkat perkembangan paru dan pemeriksaan infeksi pada janin. Amniosentesis yang dilakukan pada trimester pertama memiliki risiko keguguran jika di bandingkan dengan trimester kedua dan ketiga.[1,2]
Cairan amnion akan dikirimkan untuk analisa kromosom microarray (CMA), biokimia, dan studi molekuler. Hasil amniosentesis tidak bisa memprediksi semua kelainan kromosom, namun terdapat beberapa kelainan seperti sindrom Down, sindrom Edward, dan sindrom Patau yang dapat terdeteksi dari hasil pemeriksaan cairan amnion.[1-5]
Pada trimester ketiga, amniosentesis juga berguna mendeteksi gangguan perdarahan herediter yang berat pada trimester ketiga seperti hemofilia A dan B, penyakit von Willebrand tipe 3; hal ini diperlukan untuk perencanaan persalinan.[1,2,11]
Selain sebagai pemeriksaan diagnostik, amniocentesis juga dapat dilakukan sebagai terapi. Contohnya, untuk dekompresi pada kasus polyhidramnion dan memberikan obat via intraamniotik.[11]
Direvisi oleh: dr. Gabriela Widjaja