Kontraindikasi In Vitro Fertilization/IVF
Kontraindikasi tindakan in vitro fertilization atau IVF, yang disebut juga dengan bayi tabung, secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu kontraindikasi medis dan kontraindikasi secara hukum, etika, moral, dan agama.
Kontraindikasi Medis
Kontraindikasi medis bayi tabung secara umum dapat dibedakan menjadi dua, yaitu kontraindikasi lokal dan kontraindikasi sistemik.
Kontraindikasi Medis Lokal
Kontraindikasi lokal IVF adalah adanya deformitas uterus, tumor uterus dan ovarium, kanker serviks. Keadaan-keadaan tersebut akan mempersulit pertumbuhan dan perkembangan janin serta meningkatkan risiko terjadinya malformasi intrauterine.
Penggunaan obat-obatan hormonal pada IVF juga dapat mempengaruhi kondisi ini, dan bisa memicu pertumbuhan sel menjadi keganasan. Selain itu, keadaan-keadaan ini akan meningkatkan risiko kegagalan IVF, sehingga dapat merugikan pasien baik secara fisik maupun mental.[24-25]
Kontraindikasi Medis Sistemik
Kontraindikasi sistemik IVF adalah adanya keadaan inflamasi akut di organ manapun, keganasan di organ manapun, dan keadaan lain dimana kehamilan dikontraindikasikan. Keadaan inflamasi akut merupakan kontraindikasi dilakukan IVF, karena agen farmakologi yang digunakan pada tindakan IVF akan mensupresi sistem imun sehingga menurunkan mekanisme pertahanan tubuh. Hal ini meningkatkan risiko penyebaran proses infeksi maupun inflamasi.[1,6]
Sedangkan adanya keganasan dapat meningkatkan risiko gangguan kesehatan lainnya, termasuk menyebabkan kematian. Keadaan lain dimana kehamilan dan IVF dikontraindikasikan adalah adanya penyakit berat seperti penyakit jantung yang berat, diabetes, hipertensi derajat III sampai IV, dan gangguan kejiwaan.[1,6]
Kontraindikasi IVF diperuntukan bagi wanita dengan kondisi yang dapat meningkatkan morbiditas dan mortalitas terhadap kehamilan, diantaranya:
Gagal jantung kelas III dan IV
- Sindrom Eisenmenger
- Stenosis katup berat
- Hipertensi pulmonal
- Koarktasio aorta
- Keganasan[1,6]
Kontraindikasi Hukum dan Religi
Payung hukum mengenai assisted reproductive technology (ART) dan tindakan bayi tabung atau IVF berbeda-beda di setiap negara, termasuk pula pandangan etik dan agama yang umum dipegang. Di Indonesia, tindakan ART hanya diperbolehkan bagi suami–istri yang menikah secara legal, sedangkan donor telur dan surogasi masih belum diperbolehkan.
Kontraindikasi pada pasangan wanita dapat ditangani dengan bantuan donor rahim atau surrogate mother. Berdasarkan hukum perdata, pasal 280 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHP), anak yang dilahirkan melalui proses IVF dengan menggunakan surrogate mother berkedudukan sebagai anak angkat. Namun, di Indonesia surrogate mother masih kontroversial karena dianggap bertentangan dengan pasal 127 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan.[6,26]
Penulisan pertama oleh: dr. Riawati, MMedPH