Komplikasi Vakum Ekstraksi
Komplikasi tindakan vakum ekstraksi termasuk laserasi pada jaringan perineum, terutama jika tekanan vakum terlalu tinggi atau teknik ekstraksi yang tidak tepat digunakan. Selain itu, hematoma subkutan atau pada jaringan otot dapat terjadi sebagai akibat dari penerapan tekanan vakum yang berlebihan. Risiko lain termasuk risiko infeksi pada luka perineum, serta kemungkinan terjadinya cedera pada kepala bayi, termasuk perdarahan intrakranial.[2,3]
Komplikasi pada Bayi
Komplikasi pada bayi antara lain distosia bahu, perdarahan subdural, kelumpuhan saraf wajah, perdarahan subkonjungtiva, perdarahan retina, fraktur kranial, perdarahan intrakranial, dan laserasi kulit kepala. Komplikasi pada bayi relatif jarang terjadi, yang mana komplikasi berupa perdarahan intrakranial terjadi pada 1 dari 650-850 bayi lahir hidup yang menjalani tindakan vakum ekstraksi.[2,3]
Tidak ada perbedaan komplikasi dan luaran perinatal antara persalinan per vaginam operatif, termasuk dengan vakum ekstraksi, bila dibandingkan dengan sectio caesarea. Persalinan pervaginam operatif dapat mengurangi angka persalinan caesar tanpa meningkatkan risiko luaran bayi.[8]
Komplikasi Maternal
Komplikasi pada ibu antara lain laserasi serviks dan vagina, perdarahan postpartum, infeksi saluran kemih, cedera dasar panggul, serta laserasi perineum derajat III-IV. Risiko komplikasi ibu meningkat pada kasus di mana ibu mengalami kala II yang berkepanjangan. Kala II memanjang yang lebih dari 3 jam meningkatkan risiko infeksi, laserasi perineum, dan perdarahan postpartum.[3]
Laserasi perineal meningkat pada persalinan per vaginam operatif, termasuk dengan metode vakum ekstraksi, namun angkanya lebih tinggi pada metode forsep. Dokter yang telah memiliki pengalaman >5 tahun setelah lulus residensi memiliki angka kejadian lebih tinggi terkait komplikasi cedera pada kulit kepala bayi ketika menggunakan metode vakum ekstraksi.[9]
Sebuah penelitian menunjukkan bahwa episiotomi lateral atau mediolateral saat tindakan vakum ekstraksi dapat mengurangi prevalensi komplikasi dari cedera sfingter anal pada primipara jika dibandingkan pada primipara yang tidak menjalani episiotomi.[10]