Pendahuluan Foto Polos Abdomen
Foto polos abdomen merupakan modalitas pencitraan radiologi noninvasif pada abdomen dengan menggunakan X–ray. Foto polos abdomen digunakan dalam penilaian organ abdomen, seperti saluran pencernaan, ginjal, dinding abdomen, dan tulang.
Pemeriksaan foto polos abdomen diindikasikan pada penyakit terkait organ abdomen, baik emergensi maupun nonemergensi. Penyakit emergensi yang membutuhkan pemeriksaan foto polos abdomen, seperti kecurigaan obstruksi dan perforasi, eksaserbasi akut inflammatory bowel disease, pankreatitis akut, benda asing abdomen, dan trauma abdomen.[1–4]
Keadaan nonemergensi yang mungkin membutuhkan pemeriksaan foto polos abdomen, antara lain massa abdomen, batu saluran kemih, batu ginjal, evaluasi udara bebas intraperitoneal/retroperitoneal dan gas usus setelah tindakan, serta pemantauan aliran kontras melalui usus.[1–4,10,11]
Pemeriksaan foto polos abdomen perlu dibedakan dengan teknik Blass Nier Overzicht (BNO) atau kidney, ureter, and bladder (KUB), di mana teknik pemeriksaan BNO atau KUB dilakukan untuk menilai saluran kemih dan membutuhkan persiapan khusus pada pasien.[1–4]
Foto polos abdomen umumnya dilakukan dengan proyeksi anteroposterior (AP) pada pasien yang berada dalam posisi supinasi. Pada beberapa kondisi, pasien akan diposisikan berdiri atau berbaring pada satu sisi (decubitus) untuk menilai keadaan udara pada abdomen.
Interpretasi foto polos abdomen secara umum terdiri atas pemeriksaan pola udara usus dan udara bebas pada rongga abdomen, pemeriksaan masing–masing organ abdomen untuk melihat adanya kelainan, pencarian adanya kalsifikasi, penilaian tulang, dan penilaian bagian bawah paru.[1–3]
Foto polos abdomen membutuhkan dosis radiasi yang lebih tinggi (56 nrem) dari rontgen thorax (8 nrem). Dosis yang lebih tinggi ini dikaitkan dengan peningkatan risiko kanker pada pasien yang menjalani pemeriksaan foto polos abdomen, yaitu 22 per 1 juta orang.[1–3]
Kehamilan merupakan kontraindikasi relatif pemeriksaan foto polos abdomen. Foto polos abdomen pada ibu hamil hanya dilakukan bila manfaat melebihi risiko yang dapat terjadi pada janin, seperti induksi kanker, malformasi, dan retardasi mental.[1–3]
Direvisi oleh: dr. Felicia Sutarli