Indikasi Latihan Penciuman
Indikasi latihan penciuman atau olfactory/smell training adalah pada pasien anosmia atau hiposmia, yaitu gangguan kemampuan mendeteksi dan membedakan bau. Berbagai penelitian menemukan bahwa sensitivitas fungsi olfaktori dapat ditingkatkan melalui paparan berulang terhadap bau.[1,2,4]
Latihan penciuman lebih disarankan karena murah, dapat dilakukan mandiri oleh pasien, dan hampir tidak menyebabkan efek samping. Pasien yang mengalami anosmia persisten pasca COVID-19 juga dapat melakukan latihan penciuman. Panduan tata laksana anosmia akibat COVID-19 oleh British Rhinologic Society menyarankan latihan penciuman pada pasien yang kehilangan penciuman >2 minggu.[4,5]
Sejauh ini, latihan penciuman masih menjadi pilihan utama terapi gangguan penciuman. Pemberian kortikosteroid intranasal belum terbukti memuaskan. Pilihan terapi lain untuk anosmia misalnya natrium sitrat intranasal, vitamin A intranasal, dan omega-3 sistemik.[1]
Efikasi Latihan Penciuman
Berbagai penelitian menunjukkan efikasi latihan penciuman yang sangat baik, yaitu secara signifikan fungsi penciuman membaik setelah 10‒12 minggu. Latihan penciuman ditemukan lebih efektif pada pasien usia muda.
Efikasi Keberhasilan Tinggi
Efikasi keberhasilan latihan penciuman ditemukan paling tinggi pada pasien gangguan penciuman pasca infeksi. Indikasi utama latihan penciuman adalah gangguan olfaktori yang diakibatkan oleh kerusakan pada epitel nasal yang terdapat reseptor olfaktori, misalnya pasca infeksi, pasca trauma, idiopatik, dan terkait Parkinson.[1,2,4,7]
Namun, ada ahli lain yang berargumen bahwa latihan penciuman hanya mempercepat sensitisasi dan pengembalian fungsi penciuman, alih-alih sebagai terapi yang menyembuhkan. Hal ini karena data yang ada menunjukkan bahwa 20% dari pasien gangguan penciuman akibat trauma dan 60% pasca infeksi akan membaik dengan sendirinya tanpa pengobatan dalam beberapa tahun setelah kejadian.[2,4,7,8]
Efikasi Keberhasilan Rendah
Latihan penciuman tidak disarankan untuk gangguan olfaktori yang disebabkan oleh lesi struktural, seperti rhinosinusitis kronik, polip nasal, atau tumor otak. Di mana tindakan operatif lebih dipilih dan bermanfaat untuk kasus-kasus tersebut. Apabila tindakan operatif telah dilakukan atau tidak memungkinan dilakukan, maka latihan penciuman dapat dipertimbangkan.[4]