• Gastrointestinal: muntah, diare, nyeri lambung, melena
• Kepala: rambut menipis, rontok

• Traktus respiratorius: nyeri tenggorok, batuk
• Toraks: nyeri dada, rasa ketat pada dada
• Mata: merah, iritasi, penglihatan kabur, ikterus
• Hematologi: anemia, hematoma, leukopenia, trombositopenia
• Muskuloskeletal: nyeri otot, persendian
• Traktus urinarius: disuria, sulit berkemih
• Kulit: petekie, rasa gatal, ikterus
• Sistemik: demam, menggigil, rasa lemah,fatigue, rentan terhadap infeksi
• Neurologis: kejang
• Lainnya: sariawan, limfadenopati, sakit kepala, rasa melayang, reaksi alergi [2,9,18]

Pada studi klinis, obat albendazole dapat menyebabkan leukopenia (kurang dari 1% pasien), jarang granulositopenia, pansitopenia, agranulositosis, atau trombositopenia. Gangguan sumsum tulang ini meningkat pada pasien dengan gangguan fungsi liver.

Terapi albendazole juga dapat meningkatkan enzim liver ringan sampai sedang (sekitar 16 % pasien), dimana secara umum akan kembali normal bila pemberian albendazole dihentikan. Jarang menyebabkan cedera liver akut. [1,9]

Interaksi Obat

Beberapa obat yang berinteraksi bila dikonsumsi bersamaan dengan albendazol adalah:

• Prazikuantel 40 mg/kgBB, meningkatkan konsentrasi puncak albendazol sulfoksida dalam plasma darah

• Dexamethasone, menginhibisi eliminasi albendazol sulfoksida sehingga dapat meningkatkan efek samping obat

• Cimetidine 10 mg/kgBB/hari, pada pasien dengan kista hydatid dapat meningkatkan konsentrasi albendazol sulfoksida di cairan empedu dan di dalam cairan kista

• Teofilin, pemberian albendazole akan menghambat metabolisme teofilin di liver

• Ritonavir yang telah digunakan dalam jangka waktu panjang, kemudian dikonsumsi bersamaan dengan albendazol, dapat menurunkan efektivitas obat albendazol [9,20]