Farmakologi Levofloxacin
Secara farmakologi, levofloxacin merupakan antibiotik fluoroquinolone generasi ketiga. Mekanisme kerja utama levofloxacin adalah dengan menyebabkan kematian sel bakteri akibat inhibisi dan peningkatan konsentrasi dari enzim gyrase dan topoisomerase.[1,2]
Farmakodinamik
Levofloxacin bekerja sebagai obat antibakteri dengan cara menghambat sintesis DNA bakteri. Komponen isomer L pada molekul levofloxacin merupakan struktur yang memberikan obat ini memiliki aktivitas antibakteri.
Levofloxacin bekerja dengan cara menginhibisi enzim topoisomerase IV dan enzim DNA-gyrase yang berperan dalam proses replikasi, transkripsi, perbaikan, serta pembentukan DNA bakteri. Inhibisi kedua enzim tersebut menyebabkan hambatan pada proses relaksasi DNA.
Efikasi levofloxacin paling tinggi ditemukan pada bakteri Gram positif yang sensitif dan resisten terhadap antibiotik penicillin, seperti Streptococcus pneumonia. Selain itu, efikasi levofloxacin juga sangat baik pada bakteri saluran napas, seperti Haemophilus influenzae, Moraxella catarrhalis, Legionella spp, Mycoplasma spp, serta Chlamydia pneumoniae.
Dibandingkan dengan ciprofloxacin, aktivitas levofloxacin terhadap bakteri Gram negatif, seperti Pseudomonas aeruginosa, tidak terlalu baik. Selain bakteri Gram negatif, levofloxacin juga memiliki aktivitas antibakteri terhadap bakteri Gram positif anaerobik, seperti Clostridium perfringens. Levofloxacin juga memiliki aktivitas antimikroba terhadap Bacillus anthracis baik secara in vitro maupun in vivo.[1,2,7]
Farmakokinetik
Levofloxacin diserap cepat setelah administrasi melalui rute oral dan didistribusikan secara luas.[1,2,7]
Absorpsi
Segera setelah administrasi, baik levofloxacin oral maupun injeksi, akan segera diabsorpsi oleh tubuh dan memiliki bioavailabilitas yang tinggi. Obat ini memiliki waktu mencapai konsentrasi puncak (Tmax) 1 jam 30 menit.
Bioavailabilitas absolut levofloxacin oral tablet sediaan 500 mg dan 750 mg dapat mencapai 99%. Hal ini menunjukkan terdapat absorpsi sempurna pada administrasi levofloxacin per oral. Infus intravena pada levofloxacin sediaan 500 mg/100 mL selama 60 menit menunjukkan puncak konsentrasi plasma mencapai 6.2 ± 1.0 μg/mL dan 11.5 ± 4.0 μg/mL pada pemberian levofloxacin infus 750 mg/150 ml selama 90 menit.[1,2,7]
Distribusi
Volume distribusi levofloxacin bervariasi, mulai dari 74 liter hingga 112 liter pada penggunaan levofloxacin 500 mg atau 750 mg dosis tunggal atau ganda. Segera setelah administrasi, levofloxacin didistribusikan pada jaringan kulit, otot, liver, ginjal, dan limpa.
Konsentrasi levofloxacin ditemukan lebih tinggi pada jaringan dibandingkan dengan plasma. Levofloxacin juga memiliki afinitas yang tinggi terhadap protein, terutama albumin, dan mencapai 24-38%.[1,2,7]
Metabolisme
Levofloxacin merupakan molekul stereokimia yang cukup stabil pada plasma darah sehingga sangat sedikit mengalami perubahan bentuk dan metabolisme di tubuh manusia. Obat ini mengalami metabolisme di organ di hati.[1,2]
Eliminasi
Levofloxacin diekskresikan dalam bentuk molekul aktifnya via urin (87%) 48 jam pasca administrasi per oral. Selain melalui urin, kurang dari 4% metabolit aktif levofloxacin dibuang di feses pada 72 jam pasca administrasi per oral. Kurang dari 5% levofloxacin dieliminasi via urin dalam bentuk desmethyl dan N-oxide yang memiliki aktivitas farmakologis sangat rendah.
Levofloxacin memiliki waktu paruh eliminasi plasma antara 6 hingga 8 jam setelah pemberian levofloxacin dosis tunggal atau multipel secara per oral maupun intravena. Angka kelarutan di ginjal yang melebihi laju filtrasi glomerulus menunjukkan bahwa levofloxacin dieliminasi juga dengan cara sekresi pada tubulus ginjal, selain melalui proses filtrasi glomerulus.[1,2,7]
Resistensi
Studi pada beberapa negara menyebutkan adanya resistensi terhadap antibiotik golongan fluoroquinolone, termasuk di dalamnya levofloxacin. Beberapa penyebab terjadinya resistensi terhadap levofloxacin adalah peningkatan peresepan dan penggunaan antibiotik yang tidak tepat, terutama di negara berkembang.
Kasus resistensi levofloxacin terhadap Streptococcus pneumonia di Cina dan Thailand mencapai 3%. Sementara itu, studi di Amerika Serikat menyebutkan terdapat tingkat resistensi di bawah 1%.[8]
Penulisan pertama oleh: dr. Tanessa Audrey Wihardji