Farmakologi Amphotericin B
Farmakologi amphotericin B secara umum adalah sebagai antifungi yang bekerja dengan mengikat ergosterol jamur.[11]
Farmakodinamik
Mekanisme kerja amphotericin B adalah dengan mengikat ergosterol, membentuk dan mengubah permeabilitas sel, serta menyebabkan pembentukan saluran ion. Hal ini menyebabkan hilangnya proton dan kation monovalen, yang menghasilkan depolarisasi dan kematian sel sesuai tingkat konsentrasi. Selain itu, amphotericin B memiliki efek stimulasi pada sel fagosit yang juga membantu mekanisme kerja amphotericin B. Namun, amphotericin B juga memiliki paparan yang relatif tinggi terhadap sel ginjal dan dan dapat menyebabkan nefrotoksisitas.[3,12]
Farmakokinetik
Amphotericin B mengalami beberapa proses farmakokinetik meliputi absorpsi, distribusi, metabolisme dan ekskresi melalui urine. Farmakokinetik amphotericin B bervariasi tergantung dari zat pencampurnya, seperti amphotericin B deoxycholate, amphotericin B cholesteryl sulfate complex, amphotericin B lipid kompleks, atau amphotericin B liposomal.[2]
Absorpsi
Amphotericin B bersifat amfoter dan hampir tidak larut dalam air. Amphotericin B tidak dapat diserap dengan baik oleh traktus gastrointestinal dan jaringan otot sehingga harus diberikan secara intravena.[2,12]
Distribusi
Amphotericin B deoxycholate, amphotericin B cholesteryl sulfate complex, amphotericin B lipid complex, dan amphotericin B liposomal memiliki volume distribusi berturut-turut: 4L/kg, 3,8-4,1 L/kg, 131 L/kg, dan 0,1-0,4 L/kg. Amphotericin B dapat melintasi plasenta dan terdapat pada cairan amnion dengan konsentrasi sedikit.
Konsentrasi amphotericin B dapat mencapai sekitar 60% dari konsentrasi plasma pada pleura yang terinfeksi, peritoneum, sinovial dan aqueous humor setelah pemberian amphotericin B konvensional intravena.[2,13-16]
Metabolisme
Mekanisme metabolisme amphotericin B belum diketahui secara pasti.[4]
Ekskresi
Amphotericin B diekskresikan pada urine dalam jumlah kecil dengan klirens yang bervariasi. Amphotericin B tidak bisa dibersihkan dengan dialisis.[8,13-16]
Resistensi
Resistensi terhadap amphotericin B jarang terjadi meskipun digunakan secara luas. Resistensi terhadap antifungi ini dapat melalui beberapa cara, seperti penurunan ergosterol dan perubahan dinding sel.[5]
Resistensi amphotericin B sangat jarang terjadi pada Candida (1-3%) dan Aspergillus (jamur yang menyebabkan sinusitis) meskipun proporsi A. terreus dan A. flavus memiliki nilai Minimum Inhibitory Concentration (MIC) yang lebih tinggi.[17]
Disamping itu, beberapa spesies termasuk Fusarium spp., Scedosporium spp., Trichosporon asahii, A. terreus dan Scedosporium prolificans menunjukkan resistensi intrinsik terhadap amphotericin B.[3,5]
Jamur yang resisten terhadap amphotericin B konvensional juga dapat resisten terhadap amphotericin B cholesteryl sulfate complex, amphotericin B lipid complex, atau amphotericin B liposomal.[2]
Direvisi oleh: dr. Dizi Bellari Putri