Penggunaan Pada Kehamilan dan Ibu Menyusui Clonidine
Penggunaan clonidine atau klonidin pada ibu hamil harus mempertimbangkan mengenai keuntungan dan kerugian pemberian obat. Clonidine masuk dalam kategori C (FDA) dan B3 (TGA). Sedangkan penggunaan pada ibu menyusui hendaknya dihindari, karena obat ini disekresikan melalui ASI.[1,3]
Penggunaan pada Kehamilan
Clonidine berdasarkan Food and Drug Administration (FDA) masuk kategori C, di mana studi pada binatang percobaan memperlihatkan efek samping terhadap janin, tetapi belum ada studi terkontrol pada wanita hamil. Sedangkan Therapeutic Goods Administration (TGA) memasukan clonidine ke dalam kategori B3, yaitu obat telah digunakan terbatas oleh ibu hamil dan menyusui dengan tanpa peningkatan frekuensi malformasi secara langsung atau tidak langsung.[1,3]
Studi pada kelinci, yang diberikan dosis clonidine peroral 3 kali melebihi dosis harian maksimal manusia (maximum recommended daily human dose / MRDHD), tidak menunjukkan potensial teratogenik atau embriotoksik pada janin kelinci. Namun, studi pada tikus, yang diberikan clonidine oral dosis 1/3 MDRHD, menunjukkan adanya peningkatan resorpsi obat pada janin.[1]
Clonidine dapat menembus sawar plasenta dan dapat menurunkan laju nadi janin. Clonidine juga dapat mencetuskan peningkatan gula darah dan gangguan toleransi glukosa. Anak yang lahir dari ibu yang mendapatkan terapi clonidine selama kehamilan hendaknya diperiksa untuk kemungkinan perubahan metabolisme glukosa. Selama kehamilan, rute pemberian yang disarankan adalah peroral. Injeksi clonidine intravena harus dihindari.[1]
Obat hanya boleh digunakan jika besarnya manfaat yang diharapkan melebihi besarnya risiko terhadap janin. Pada wanita hamil, belum dilakukan studi yang adekuat.[2]
Penggunaan pada Ibu Menyusui
Clonidine diekskresikan pada air susu ibu (ASI). Efek obat pada bayi baru lahir belum diketahui, sehingga pemberian clonidine hendaknya dihindari pada ibu menyusui.[1-3]
Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini