Kontraindikasi dan Peringatan Paroxetine
Kontraindikasi penggunaan paroxetine adalah hipersensitivitas dan penggunaan bersama obat-obat golongan monoamine oxidase inhibitors (MAOI), thioridazine, dan pimozide. Paroxetine memiliki potensi meningkatkan risiko munculnya ide bunuh diri, sehingga penggunaan pada pasien depresi harus dimonitor.[1,2]
Kontraindikasi
Paroxetine dikontraindikasikan pada pasien dengan hipersensitivitas terhadap zat aktif atau eksipien yang terkandung dalam obat ini. Paroxetine juga dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat thioridazine dan pimozide karena dapat meningkatkan risiko risiko pemanjangan gelombang QT dan aritmia ventrikel.[1,2]
Selain itu, paroxetine dikontraindikasikan pada pasien yang mendapat obat-obat golongan MAOI dalam 14 hari terakhir. Paroxetine juga dikontraindikasikan pada pasien yang mendapatkan obat serotonergik seperti golongan selective serotonin reuptake inhibitor (SSRI), serotonin and norepinephrine reuptake inhibitors (SNRI), triptan, antidepresan trisiklik, fentanil, lithium, tramadol, dan St. John’s Wort karena berisiko menyebabkan sindrom serotonin.[1,2,10]
Peringatan
Paroxetine berpotensi meningkatkan risiko munculnya ide bunuh diri pada pasien. Pasien dengan depresi harus dimonitor untuk mengetahui adanya perubahan perilaku setelah mendapat paroxetine. Paroxetine harus dihentikan jika depresinya memburuk atau muncul ide bunuh diri.
Penggunaan paroxetine juga dapat mengungkapkan adanya gangguan bipolar. Oleh karena itu, perlu dilakukan skrining risiko gangguan bipolar dengan menanyakan riwayat psikiatrik seperti riwayat bunuh diri dalam keluarga, gangguan bipolar, dan depresi sebelum memulai terapi.[1,2]
Paroxetine dapat menyebabkan sindrom serotonin yang berpotensi mengancam nyawa. Risikonya meningkat jika digunakan bersamaan dengan obat-obat serotonergik seperti triptan, antidepresan trisiklik, fentanil, litium, tramadol, triptofan, buspirone, amfetamin, dan St. John’s wort. Risiko sindrom serotonin juga meningkat jika digunakan bersamaan dengan obat yang mengganggu metabolisme serotonin seperti MAOI.[1,2,10]
Gejala sindrom serotonin di antaranya:
- Perubahan status mental seperti agitasi, halusinasi, delirium, dan koma
- Gangguan otonom seperti takikardi, tekanan darah tidak stabil, pusing, diaforesis, flushing, dan hipertermia
- Gejala neuromuskular seperti tremor, rigiditas, mioklonus, hiperrefleksia, dan kejang
- Gejala gastrointestinal seperti mual, muntah, dan diare[1,2]
Penghentian terapi paroxetine secara mendadak dapat menyebabkan munculnya withdrawal syndrome sehingga direkomendasikan untuk dilakukan secara bertahap. Gejala withdrawal syndrome paroxetine dapat berupa:
- Mual, sakit kepala, atau pusing
- Gangguan mood seperti disforia, iritabilitas, agitasi, dan cemas
- Gangguan sensorik dan tinnitus
- Tremor dan kejang[1,2]