Farmakologi Vaksin Difteri
Secara farmakologi, vaksin difteri bekerja dengan menginduksi imunitas terhadap Corynebacterium diphtheriae. Vaksin difteri yang umum diberikan berasal dari toksoid difteri, yaitu toksin bakteri yang dimodifikasi untuk menginduksi antibodi antitoksin pelindung tipe IgG.
Pada awalnya, dilakukan penanaman bakteri C. diphtheriae penghasil toksin dalam media cair, kemudian toksin diubah menjadi toksoid tidak aktif melalui pemberian formalin. Toksoid ini kemudian diadsorpsi dengan garam aluminium sebagai bahan pembantu, dan dilakukan penambahan thimerosal sebagai pengawet pada botol multi-dosis.[3,6]
Farmakodinamik
Vaksin difteri yang umum diberikan berasal dari toksoid difteri, suatu toksin bakteri C.diphtheriae yang menginduksi antibodi antitoksin pelindung tipe IgG. Penanaman bakteri C. diphtheriae dalam media cair akan menghasilkan toksin yang kemudian diubah menjadi toksoid tidak aktif melalui pemberian formalin.
Pemberian vaksin difteri secara intramuskuler akan menginduksi respon imun aktif. Hal ini merangsang pembentukan antibodi dan antitoksin yang melindungi terhadap penyakit.[2,3,6]
Farmakokinetik
Belum ada data yang jelas mengenai aspek absorpsi, distribusi, metabolisme, dan eliminasi vaksin difteri. Vaksinasi lengkap (≥3 dosis) dengan vaksin DTP yang berisi vaksin difteri, vaksin pertusis, dan tetanus memberikan perlindungan 87% terhadap penyakit bergejala. Vaksinasi tidak lengkap (1–2 dosis) memberi perlindungan 71%. Pemberian hingga 5 dosis telah dilaporkan menghasilkan perlindungan hingga 99%.
Imunitas yang didapat dari vaksin tersebut diketahui berkurang seiring waktu. Individu dengan kadar antibodi dengan proteksi penuh telah dilaporkan mengalami penurunan imunitas sebesar 0,6% per tahun.[2]
Penulisan pertama oleh: dr. Aghnia Jolanda Putri