Pendahuluan Rambut Rontok
Rambut rontok adalah kondisi jumlah rambut yang terlepas melebihi batas normal, menyebabkan jumlah rambut sedikit. Kondisi rambut rontok sering dijumpai di praktik dan umumnya tidak berbahaya atau mengancam nyawa. Meski begitu, rambut rontok dapat menyebabkan penurunan rasa percaya diri hingga mengganggu kualitas hidup pasien.[1,2]
Siklus rambut terdiri dari 3 fase yakni anagen, katagen dan telogen. Normalnya, rambut akan terlepas 50-100 helai per hari pada fase telogen. Setelah memasuki fase telogen, rambut akan kembali ke fase anagen yang mana rambut akan tumbuh kembali, namun pada kondisi rambut rontok, rambut berhenti tumbuh.[1,2]
Terjadinya rambut rontok dapat melalui proses kerontokan atau disebut dengan effluvium, batang rambut patah, serta kebotakan. Berbagai penyebab rambut rontok yakni faktor genetik, gangguan hormon, penyakit autoimun, infeksi jamur, keganasan, hingga kebiasaan untuk mencabut rambut sendiri atau trikotilomania.[2]
Banyaknya kategori kerontokan dapat menyulitkan diagnosis sehingga diperlukan pemeriksaan yang tepat. Pada anamnesis, perlu ditanyakan mengenai awitan gejala, riwayat komorbid, pola hidup, termasuk adakah kebiasaan mencabut rambut. Pemeriksaan fisik rambut rontok dapat dilakukan melalui inspeksi maupun menggunakan alat dermatoskopi. Hal yang perlu diperhatikan yakni pola rontok, area tubuh yang mengalami, serta tanda infeksi jamur.[3]
Rambut rontok terbagi menjadi dua kategori utama yakni tipe scarring dan non-scarring. Pada tipe scarring, folikel rambut rusak secara permanen. Kerontokan tipe scarring meliputi 3 jenis utama yaitu tinea kapitis, alopesia mucinosa dan alopesia neoplastika.
Kerontokan tipe non-scarring lebih sering ditemui dan bersifat reversibel. Umumnya, tipe ini terbagi menjadi 6 jenis yakni alopesia areata, telogen effluvium, alopesia traumatik, anagen effluvium, dan alopesia androgenik. Alopesia androgenetik pada wanita juga disebut female pattern hair loss (FPHL).[2,3]
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk membantu proses penegakkan diagnosis dan mencari pencetus dari rambut rontok seperti pemeriksaan hormon, pemeriksaan darah, panel besi, hingga pemeriksaan kalium hidroksida (KOH).[2,3]
Tata laksana disesuaikan dengan etiologi dan tipe dari rambut rontok. Terapi medikamentosa untuk menangani kerontokan dapat berupa minoxidil, finasteride, dan kortikosteroid. Terapi hormonal, kemoterapi atau radiasi, hingga obat antijamur juga dapat diberikan sesuai tipe kerontokan. Selain itu, rambut rontok akibat trikotilomania dapat diterapi dengan menggunakan metode cognitive behaviour therapy.[1,2]
Direvisi oleh: dr. Bedry Qintha
