Masuk atau Daftar

Alo! Masuk dan jelajahi informasi kesehatan terkini dan terlengkap sesuai kebutuhanmu di sini!
atau dengan
Facebook
Masuk dengan Email
Masukkan Kode Verifikasi
Masukkan kode verifikasi yang telah dikirimkan melalui SMS ke nomor
Kami telah mengirim kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Kami telah mengirim ulang kode verifikasi. Masukkan kode tersebut untuk verifikasi
Terjadi kendala saat memproses permintaan Anda. Silakan coba kembali beberapa saat lagi.
Selanjutnya

Tidak mendapatkan kode? Kirim ulang atau Ubah Nomor Ponsel

Mohon Tunggu dalam Detik untuk kirim ulang

Apakah Anda memiliki STR?
Alo, sebelum melanjutkan proses registrasi, silakan identifikasi akun Anda.
Ya, Daftar Sebagai Dokter
Belum punya STR? Daftar Sebagai Mahasiswa

Nomor Ponsel Sudah Terdaftar

Nomor yang Anda masukkan sudah terdaftar. Silakan masuk menggunakan nomor [[phoneNumber]]

Masuk dengan Email

Silakan masukkan email Anda untuk akses Alomedika.
Lupa kata sandi ?

Masuk dengan Email

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk akses Alomedika.

Masuk dengan Facebook

Silakan masukkan nomor ponsel Anda untuk verifikasi akun Alomedika.

KHUSUS UNTUK DOKTER

Logout
Masuk
Download Aplikasi
  • CME
  • Webinar
  • E-Course
  • Diskusi Dokter
  • Penyakit & Obat
    Penyakit A-Z Obat A-Z Tindakan Medis A-Z
Epidemiologi Dakriostenosis general_alomedika 2022-10-18T09:29:48+07:00 2022-10-18T09:29:48+07:00
Dakriostenosis
  • Pendahuluan
  • Patofisiologi
  • Etiologi
  • Epidemiologi
  • Diagnosis
  • Penatalaksanaan
  • Prognosis
  • Edukasi dan Promosi Kesehatan

Epidemiologi Dakriostenosis

Oleh :
dr.Saphira Evani
Share To Social Media:

Epidemiologi dakriostenosis kongenital dilaporkan sekitar 6‒20% dari bayi baru lahir. Sementara itu dakriostenosis didapat primer dilaporkan dominan terjadi pada perempuan usia >40 tahun, sedangkan insidensi dakriostenosis didapat sekunder adalah 20,24 per 100.000 penduduk.[3,4]

Global

Berdasarkan etiologinya, dakriostenosis dibedakan menjadi dakriostenosis kongenital dan didapat (acquired). Selanjutnya, dakriostenosis didapat dibedakan menjadi primer dan sekunder, di mana penyebab primer tidak diketahui atau idiopatik.

Epidemiologi Dakriostenosis Kongenital

Dakriostenosis kongenital dapat ditemukan pada 6-20% bayi. Angka resolusi spontan mencapai 70% pasien di usia 3 bulan dan 90% di usia 1 tahun. Penelitian cohort di Britania Raya terhadap 4.792 bayi melaporkan prevalensi dakriostenosis sebesar 20% di usia <1 tahun dan sekitar 95% dari populasi menunjukkan gejala-gejala dakriostenosis di usia 1 bulan. Pada pasien yang masih mengalami gejala dakriostenosis di usia 6-10 bulan, 2/3 mengalami resolusi dalam jangka waktu 6 bulan.[3,14]

Dakriostenosis kongenital dapat ditemukan pada laki-laki dan perempuan, dengan jumlah kasus hampir sama. Tidak ada kecenderungan ras tertentu yang mengalami dakriostenosis. Bayi dengan kelainan trisomi 21, sindroma ectrodactyly-ectodermal dysplasia-cleft lip/palate, sindroma brankiookulofasial, sindroma CHARGE (coloboma, heart anomaly, choanal atresia, retardasi mental, genital-ear anomalies), dan sindroma Goldenhar memiliki risiko lebih tinggi mengalami dakriostenosis.[3]

Epidemiologi Dakriostenosis Didapat

Berbeda dengan dakriostenosis kongenital, dakriostenosis didapat primer dominan terjadi pada perempuan usia >40 tahun. Insidensi tertinggi dilaporkan pada penduduk usia 50‒70 tahun. Insidensi dakriostenosis didapat sekunder adalah 20,24 per 100.000 penduduk.[4,9]

Dakriostenosis dominan terjadi unilateral, dakriostenosis bilateral dapat ditemukan pada 20% kasus. Pada pasien yang tidak responsif terhadap tindakan probing, sekitar 35% mengalami dakriostenosis, 15% agenesis pungtum, 10% memiliki fistula kongenital, dan 5% mengalami defek kraniofasial.[3,14]

Indonesia

Tidak ada data epidemiologi khusus mengenai dakriostenosis di Indonesia.

Mortalitas

Dakriostenosis tidak menyebabkan kematian secara langsung. Namun, stasis air mata merupakan media yang baik untuk perkembangbiakan bakteri sehingga dapat menyebabkan infeksi, termasuk dakriosistitis yang dapat menyebar menjadi selulitis, meningitis, atau sepsis.[3]

 

 

Direvisi oleh: dr. Hudiyati Agustini

Referensi

3. Pezzoli M, Patel BC. Dacryostenosis. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan. PMID: 33085279.
4. Worak SR. Nasolacrimal duct obstruction and epiphora. Medscape. 2018. https://emedicine.medscape.com/article/1210141-overview#a5
9. Kamal S, Ali MJ. Primary acquired nasolacrimal duct obstruction (PANDO) and secondary acquired lacrimal duct obstructions (SALDO). Principles and Practice of Lacrimal Surgery. 2017;163-167. doi:10.1007/978-981-10-5442-6_15
14. Vagge A, Desideri LF, et al. Congenital nasolacrimal duct obstruction (CNLDO): A review. Disease. 2018;6(4):96. doi: 10.3390/diseases6040096

Etiologi Dakriostenosis
Diagnosis Dakriostenosis
Diskusi Terbaru
Anonymous
Dibalas 5 jam yang lalu
Perawatan Luka KLL yang telah diberi betadine
Oleh: Anonymous
1 Balasan
ALO Dokter Izin konsul dok, ada pasien kll dengan luka pada dengkul seperti ini, luka sudah diberi betadin cina. Untuk selanjutnya hanya di debri aja atau...
Anonymous
Dibalas 15 jam yang lalu
Peresepan obat Puyer pada anak
Oleh: Anonymous
2 Balasan
Izin bertanya dok, jika ada anak usia 6 atau 7 tahun mengalami demam batuk pilek, apakah saat ini masih diperbolehkan menggunakan obat Puyer ? Dan apakah...
dr. Hudiyati Agustini
Dibalas 29 Mei 2025, 12:52
Sakit mata sampai ke belakang kepala - ALOPALOOZA MATA
Oleh: dr. Hudiyati Agustini
3 Balasan
Ada yg konsul, wanita muda seorang mahasiswa tk akhir mengeluh bangun pagi mata kiri nyut2an, berair, tidak merah, disertai sakit kepala menjalar ke belakang...

Lebih Lanjut

Download Aplikasi Alomedika & Ikuti CME Online-nya!
Kumpulkan poin SKP sebanyak-banyaknya!

  • Tentang Kami
  • Advertise with us
  • Syarat dan Ketentuan
  • Privasi
  • Kontak Kami

© 2024 Alomedika.com All Rights Reserved.