Penatalaksanaan Fraktur Ankle
Penatalaksanaan fraktur ankle perlu melibatkan stabilisasi pergelangan kaki, baik secara konservatif ataupun menggunakan intervensi bedah dengan open reduction and internal fixation (ORIF). Pada awal penatalaksanaan, perlu dilakukan evaluasi primer untuk menilai dan mengatasi cedera yang sifatnya lebih mengancam nyawa. Selanjutnya, jika keadaan umum pasien sudah stabil, dapat dilakukan penanganan terhadap fraktur ankle.[22,24,26]
Penatalaksanaan Awal
Penatalaksanaan awal pasien fraktur ankle yang disebabkan oleh trauma adalah dengan stabilisasi keadaan umum pasien sesuai prinsip penanganan trauma. Berikut evaluasi dan intervensi yang harus diprioritaskan secara spesifik dan teratur pada pasien trauma, termasuk pasien dengan fraktur ankle:
-
Airway: tindakan membebaskan airway (jalan napas) harus didukung dengan proteksi terhadap c-spine
Breathing and ventilation: pemberian oksigenasi dan ventilasi bila dibutuhkan
Circulation: sirkulasi diperbaiki dengan pemberian cairan atau darah untuk menjaga tekanan darah dan perfusi. Resusitasi terutama direkomendasikan pada fraktur ankle terbuka dengan perdarahan, terutama bila pasien mengalami hipotensi.
Disability: penilaian tingkat kesadaran dan identifikasi tanda lateralisasi
Exposure and environmental: pakaian pasien sepenuhnya ditanggalkan dan kontrol suhu dengan menggunakan selimut hangat atau external warming device pada pasien.[22,24]
Manajemen Awal Fraktur Terbuka pada Ankle
Kontrol perdarahan pada fraktur ankle terbuka sebelum dilakukan intervensi bedah umumnya dilakukan dengan memberikan tekanan langsung (direct pressure) pada luka terbuka, menggunakan kassa steril atau perban steril untuk menghentikan perdarahan.[22,26]
Jika pasien didiagnosis mengalami fraktur ankle terbuka, maka pemberian antibiotik profilaksis harus segera diberikan dalam waktu 6 jam sebagai pencegahan osteomyelitis. Antibiotik profilaksis yang direkomendasikan adalah antibiotik gram positif seperti cefazolin ataupun antibiotik broad-spectrum terhadap patogen gram negatif dan anaerobik seperti metronidazole. Pasien dengan fraktur ankle terbuka juga harus menerima profilaksis tetanus.[25,26]
Manajemen Nyeri dan Medikamentosa
Penatalaksanaan nyeri akut pada fraktur ankle adalah dengan pemberian analgesik narkotik, terutama jika fraktur disebabkan oleh trauma dengan energi tinggi. Manajemen nyeri pada kasus fraktur ankle yang disebabkan oleh trauma dengan energi rendah adalah dengan pemberian paracetamol dan dapat juga diberikan analgesik opioid bila diperlukan.[24-26]
Penatalaksanaan Konservatif
Penatalaksanaan konservatif diindikasikan pada fraktur ankle yang stabil, seperti pada fraktur ankle unimaleolar terisolasi tanpa pergeseran talus pada gambaran rontgen ankle yang menahan beban (weight bearing).[17,24,26]
Pasien yang menolak operasi atau pasien yang tidak layak untuk menjalani operasi seperti pasien dengan kondisi jaringan lunak (soft tissue) yang buruk, pasien usia ≥60 tahun dengan risiko tinggi juga diindikasikan untuk menerima penatalaksanaan konservatif.
Penatalaksanaan konservatif berupa pemasangan gips, dengan bantalan gips terpasang tepat di bawah lutut hingga jari kaki, dan ujung kaki harus membentuk sudut 90 derajat terhadap kaki, dan penting juga untuk memastikan bahwa kaki tidak dalam posisi varus maupun valgus.[24,25]
Video 1. Tips Pasang Gips pada Fraktur Ankle
Intervensi Bedah
Intervensi bedah dilakukan pada pasien fraktur pergelangan kaki yang tidak stabil meliputi Open Reduction and Internal Fixation (ORIF) dan Spanning External Fixator.[24-26]
Open Reduction and Internal Fixation (ORIF)
ORIF diindikasikan pada fraktur ankle dengan mortise pergelangan kaki yang tidak stabil yang layak untuk operasi dan memiliki kondisi jaringan lunak yang baik. ORIF biasanya dilakukan dalam 24 jam pertama atau setelah beberapa hari untuk memungkinkan pembengkakan jaringan lunak mereda dan mengurangi risiko dehiscence pada luka.[25,26]
Intervensi bedah dengan ORIF dapat dilakukan pada fraktur ankle dengan jenis fraktur uni maleolar dengan pergeseran talus pada pergelangan kaki weight bearing, fraktur ankle bimaleolar, fraktur ankle trimaleolar, dan fraktur Pilon.[17,26]
Fraktur ankle di mana malleolus medial transversal juga turut mengalami fraktur dapat diperbaiki dengan threaded screws untuk memungkinkan kompresi di lokasi fraktur, sedangkan jika terjadi fraktur pada maleolus posterior maka akan dipasang lag screw pada posteroanterior atau plat anti-glide.[24-26]
Spanning External Fixator.
Spanning external fixator diindikasikan sebagai metode fiksasi sementara untuk fraktur pergelangan kaki yang tidak stabil, terutama jika terjadi pembengkakan jaringan lunak yang parah atau fraktur terbuka. Penggunaan fiksator eksternal akan menahan mortise pergelangan kaki pada posisi yang aman, sehingga jaringan lunak dapat pulih dan segera dapat dilakukan tindakan ORIF sebagai operasi tahap kedua saat jaringan lunak telah mengalami pemulihan dan dapat ditutup dengan aman.[24,25,31]
Pada penggunaan fiksasi eksternal, perencanaan fiksasi harus dipertimbangkan dengan matang, di mana pin harus dimasukkan jauh dari lokasi intervensi bedah dengan ORIF pada pergelangan kaki.[24-26,31]
Pencegahan Trombosis
Fraktur ankle yang terisolasi memiliki risiko rendah mengalami deep vein thrombosis/DVT (0,5%) sehingga profilaksis DVT rutin tidak direkomendasikan. Namun pasien dengan faktor risiko seperti riwayat DVT sebelumnya dapat dipertimbangkan untuk mendapat profilaksis DVT, seperti low molecular weight heparin (LMWH).[35]
Follow Up
Pasien dengan fraktur ankle umumnya perlu melakukan follow-up dalam 1-2 minggu setelah cedera atau setelah intervensi bedah dilakukan, kemudian setiap 4-6 minggu tergantung pada jenis dan tingkat keparahan fraktur.
Pemeriksaan rontgen ankle akan dilakukan secara berkala selama masa pemulihan untuk memastikan bahwa fraktur menyatu dengan baik (union), posisi tulang tetap stabil, dan tidak ada komplikasi yang timbul seperti nonunion (gagal menyatu) atau delayed union (penyembuhan terlambat). Pemeriksaan rontgen ankle biasanya dilakukan pada kunjungan follow-up di minggu ke-2, ke-4, dan ke-6.[24-26]
Selama follow up berlangsung, penting untuk melakukan evaluasi terhadap tanda komplikasi yang dapat timbul yaitu adanya infeksi (terutama pada fraktur pergelangan kaki terbuka), instabilitas pergelangan kaki, dan artritis pascatrauma seperti osteoarthritis.[24-26,31]
Program Rehabilitasi
Program rehabilitasi pada fraktur ankle dilakukan setelah fase awal penyembuhan. Tujuan utama dari program rehabilitasi adalah mengembalikan kekuatan, kelenturan, dan mobilitas pergelangan kaki yang mungkin terpengaruh oleh fraktur, sehingga dapat meminimalisasi risiko disabilitas, serta mengembalikan fungsi awal pasien seperti sebelum trauma.
Selain itu, program rehabilitasi pada pasien fraktur ankle juga bertujuan untuk mengurangi kekakuan sendi, meningkatkan fleksibilitas, dan memperbaiki keseimbangan serta stabilitas pergelangan kaki. Pada tahap awal rehabilitasi, pasien diminta untuk melakukan latihan rentang gerak, seperti melakukan gerakan fleksi, ekstensi, inversi, dan eversi pada pergelangan kaki dengan derajat ringan dan dilakukan peningkatan intensitas seiring dengan pemulihan.
Selain itu, program rehabilitasi pada pasien dengan fraktur ankle juga difokuskan untuk memperkuat otot dengan melakukan gerakan toe raises, calf raises, dan latihan band resistance dengan menggunakan tali elastis.[25,32,33]